Menilik Reaksi Keras
terhadap Joel Osteen:
Sebuah Tulisan untuk Kaum Fundamentalis Kristen
(Tulisan ke-1 dari 2 Tulisan)
Kalo kita baca tulisan ini dan merasa,”Gue kena melulu nih,” berarti kita fundamentalis. Kalo nggak merasa kena, mungkin bukan fundamentalis atau mungkin fundamentalis tapi nggak nyadar. Kalo kita sering bicara pake jargon-jargon kekristenan, misalnya nyebut-nyebut 'glory-glory-haleluya-amin-hosanna-puji Tuhan' ketika ngomong, pake kata 'pergumulan' sebagai pengganti 'masalah', pake 'anak Tuhan' dan bukan 'orang kristen', pake 'pelayanan' saat ngomongin kegiatan gereja dan 'kegiatan' ketika mengacu ke aktivitas di luar gereja...MUNGKIN kita termasuk fundamentalis kristen.
Banyak orang kristen yang cari aman saat kekristenan terbentur masalah. Banyak dari antara kita yang menanggapi kasus korupsi Bethany Surabaya dan Benny Hinn dengan ngomong,"Udahlah, doakan saja. Hanya Tuhan yang tahu." Ya nggak lah, polisi dan pengamat hukum tahu, kok.
Saya melontarkan kritikan (Baca:Ngasih input) karena ingin lihat kita maju. Mau berharap orang ‘lain’ yang ngurusin kita? Saudara-saudara kita yang Muslim, Buddhist, Hindu, ateis atau agnostik? Mereka beresiko dibilang punya hidden agenda, ikut campur, kepo, sok tau, dan reseh, kalo mengkritik kita.
***
Jadi begini…Texas kena badai 4 hari yang lalu dan muncul berita bahwa Lakewood Church, gereja Joel Osteen, nggak dibuka untuk menampung korban banjir. Tidak lama kemudian muncul kabar bahwa gereja itu pada akhirnya dibuka dan aktif menolong korban.
Bagi yang diberi banyak, diminta banyak. Dengan harta pribadi dan asset gereja yang jumlah nolnya nggak muat di layar kalkulator jadul, dengan kedudukan mentereng, nama mendunia dan jaringan pertemanan di semua benua, twit pertama Osteen saat banjir semestinya tak hanya mengajak orang untuk berdoa.
Yuk kita coba lihat Osteen dari sisi yang lain. Osteen ini super kaya, dia tinggal di mansion, bukan di rumah jelek yang membuat dia bisa lihat anak dekil main gundu tiap sore. Dia naik mobil mewah, bukan angkot. Osteen ganteng dan sehat. Dia nggak paham arti penderitaan fisik. Sangat mungkin dia lupa kapan terakhir kali dia butuh pertolongan (di luar 'tolong ambilin gelas gue' atau 'tolong telpon gue besok jam 9'). Dia sudah lama tak merasakan betapa nggak enaknya berada dalam kondisi darurat. Fans dan staffnya jeli melihat kebutuhannya. Nggak usah menunggu lama, yang dia butuhkan sudah tersedia. Jadi, jangan heran kalo kepekaan sosialnya tak terasah. Ingat nggak, dulu di TV ada serial berjudul 'Tolong'? Ada orang miskin minta tolong? Siapa yang menolong? SELALU saja sesama orang miskin karena mereka paham rasanya miskin.
Kesimpulannya: Osteen lambat membuka gerejanya sampai ke titik tertentu bisa dimengerti tapi tentu saja tidak bisa dibenarkan.
Dalam mengambil keputusan (tentang badai), Osteen lebih banyak dipengaruhi kondisi sosial ekonomi dan sejarah pribadinya, bukan oleh obyek imannya, yaitu Yesus. Kalo saja istri Osteen kayak Heidi Baker, Lakewood bakal jadi tempat pertama yang buka untuk korban. Heidi adalah penginjil bergelar Ph.D yang melayani di negara termiskin sedunia, Mozambique. Lha istrinya Osteen tuh cewek jetset, jenis ibu-ibu yang kalo mau beli caysim pasti ke FoodHall di Plaza Senayan pake sepatu hak tinggi dan lipstick Guerlain yang harganya bikin dompet gue nangis.
***
Tulisan ini akan membahas kenapa masyarakat bereaksi sangat keras ketika Osteen nggak buka gerejanya di awal banjir.
1.Kenapa masyarakat bereaksi begitu keras?
Kristen bukanlah agama. Agama adalah cara orang menghampiri Tuhan, kekristenan adalah cara Tuhan mendatangi manusia. Dalam agama, manusia berbuat baik untuk mendapatkan surga sementara di kekristenan, orang Kristen berbuat baik karena sudah dapetin surga.
Kelihatan indah? Ya, di atas kertas. Kenyataannya, orang Kristen banyak disebut ‘hipokrit’ dan ‘menyebalkan’. Jam 20an tanggal 30 Agustus 2017, hasil browsing dengan kata kunci ‘Christian are hypocrites’ menghasilkan 631,000 entri (Moslems are hypocrites ada 571,000). ‘Christians are evil’ 14,100,000 (Moslems 16,600,000). ‘Christians are annoying’ 636,000, Moslems 551,000. Sedangkan kata kunci ‘Why do people like Jesus’ menghasilkan entri tentang kenapa orang Kristen tidak disukai dan mengapa manusia menolak Yesus.
Masyarakat bereaksi sangat keras karena sebelumnya mereka udah sering dengar berita buruk tentang orang Kristen: Pendeta korupsi, kolekte ditilep, dan sebagainya. Belum lagi di level pribadi. Di tempat kerja, misalnya. Banyak Kristen tampil religius namun tak segan menjilat atasan serta nggak nyumbang satu sen pun, walau punya mobil dan rumah, saaat satpam berlebaran. Kita vokal mengutuk LGBT namun diam ketika Ahok dipenjara, Trump mengecam imigran, Anies main SARA, dan koruptor menyogok hakim.
Masyarakat nggak bermasalah dengan Yesus tapi dengan orang Kristen. Kelompok semacam Ku Klux Klan dan Branch Davidian pada pake ayat Alkitab buat membenarkan sepak terjang mereka. Di skala nasional, sayap Kristen Gerindra pake ayat untuk menggolkan mantan penculik jadi presiden. Di tataran personal, kita melihat (jangan-jangan malah melakukan) orang Kristen yang nampak religius nggak segan-segan merebut posisi dengan cara licik lalu bilang,”Tuhan begitu baik, karena Dialah saya bisa ada di sini.” Ada juga yang pinjam uang buat menikah lalu kasih kesaksian,”Saya nggak tau uangnya dari mana tapi Tuhan itu ajaib, Dia cukupkan semua.” Padahal, orang tuanya lagi stres karena yang punya uang udah nagih melulu.
Oleh karena itulah ketika pada awalnya Lakewood Church nggak dibuka, masyarakat bereaksi sangat keras. Itu terjadi karena mereka udah lama nggak menyukai orang kristen.
2.Lantas, kenapa orang Kristen tidak disukai padahal Yesus disukai?
Gandhi ngomong begini,”Saya suka dengan Yesus Kristus tapi nggak suka dengan orang Kristen.” Gue bahas dulu ya kenapa Yesus disukai lalu gue hubungkan dengan orang Kristen pada umumnya. Kalo lo merasa nggak nyaman karena berpikir gue lagi menghakimi elu, tenang aja…Dari tadi gue nulisnya pake kata 'kita'.
Yesus disukai karena:
1.Dia bergaul dengan siapa aja.
Pelacur, pemungut cukai, pada nyariin Dia. Bahkan Nikodemus maksain diri untuk ngumpet-ngumpet bertemu Dia padahal Nikodemus adalah orang Farisi, kelompok yang sebel banget sama Tuhan Yesus.
Lah kita?
Saat berada di pesta yang banyak asap rokoknya, ngumpul sama orang yang ngomongnya kasar dan bertato, sebagian dari kita langsung merasa,”Duh, pada nggak tau Yesus. Orang dunia sih ya...” trus abis itu kita kabur. Bukan kabur karena mata kena asap tapi kabur karena merasa,”Gue rohaniah, elu duniawi.”
Sebagian dari kita mungkin sekarang lagi diam-diam mengutip ayat berikut untuk menyangkal tulisan di atas,”Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (I Kor 15:33). Lihatlah, kita senang saat melihat daftar pertemanan kita sesak dengan 'anak Tuhan': orang-orang Kristen yang bersih, rapi, wangi, dan rajin ke gereja. Kita cuma cocok main dengan orang alim, merasa risih ngumpul sama orang gondrong atau cewek yang hobi ngerokok atau pake vape. Dengan naif kita berpendapat bahwa tak mungkin bergaul dengan mereka tanpa 'tercemar'. Kita percaya bahwa main dengan mereka berarti harus mengikuti nilai-nilai yang mereka anut padahal,"...mereka 'kan orang dunia sedangkan kita anak Tuhan. Gelap tak bisa bersatu dengan terang," begitulah kata sebagian dari kita.
Tidak tahukah kita bahwa kita sesungguhnya bisa puluhan tahun berada serumah dengan kakak adik dan masing-masing sampe tua tetap memegang nilai-nilai yang isinya berbeda bahkan bertolak belakang? Lha apalagi cuma bergaul doang...Tidakkah kita tahu bahwa dari sudut pandang mereka, si gondrong-pake vape-tatoan-cewek selingkuhan itu-mungkin kita yang dicurigai akan 'mencemari' karena kita dianggap berpotensi menularkan 'intoleransi' ? Kapan kita bisa dewasa: Berbeda prinsip tapi bisa ngobrol dari hati ke hati dengan mereka ? Haruskah sebuah percakapan diakhiri dengan tantangan untuk terima Yesus, paksaan untuk mengakui bahwa hidup mereka kosong tanpa Yesus dan penilaian tanpa diminta tentang perceraian mereka yang kita sebut 'mendukakan hati Tuhan' padahal kita tidak tahu apa penyebabnya?
Pertanyaan lain:Tahu darimana ya bahwa kita dan mereka beda (di semua) prinsip, lha kita 'kan belum pernah dialog sama mereka. Lagian belum tentu juga sih kita garam. Jangan-jangan kiita jenis kristen yang pas kiamat bakal diusir-usirin oleh Tuhan(Mat 7:23).
Kalo dipikir-pikir nih ya...Kalo saat gue meninggal yang berbelasungkawa hanya orang Kristen-juara hapal ayat-rajin ke gereja, buat gue itu berarti gue gagal (kecuali gue tinggal di daerah kantung kristen, mungkin gue nggak berasa gagal). Gue gagal berfungsi sebagai garam karena seumur hidup hanya diam di tempat garam. Garam baru disebut punya fungsi kalo keluar dari tempat garam, ditumpahkan ke nasi goreng atau ikan bakar.
Fakta bahwa kita eksklusif adalah hal yang menyedihkan karena kita disebut Yesus sebagai sahabatNYa. Logikanya, temennya sahabat kita adalah temen kita juga.
2.Tuhan Yesus nggak 'menghakimi'.
‘A sinful woman’ (ada yang bilang dia pelacur) datang dan melumuri kakiNya dengan parfum yang harganya setahun gaji rata-rata orang saat itu. Padahal pelacur itu pasti pernah ditegur Yesus. Dia memang menegur, membentak, nebalikkin meja dan ngatain musuhNya ‘ular beludak’. Kadang gerakNya kelewat cepat: Baru ketemu semenit sama perempuan Samaria di tepi sumur aja, Yesus udah langsung ‘menguliti’ kehidupan cewek itu.
Itu cewek betah berpanas-panas di siang bolong ngobrol dengan Dia padahal kehidupan pribadinya di'oprek-oprek'. Baru juga kenalan, Yesus udah bilang, "Suamimu dulu lima dan yang sekarang bukan suamimu." Susah ngebayangin bahwa itu cewek nggak tau bahwa yang dimaksud Tuhan Yesus, dalam kalimat berbeda, adalah hal ini,"Lu tukang kawin ya dan yang sekarang 'kan, status lu cem-ceman." Gue nggak tau sih pendidikan itu cewek apa, tapi sebodoh-bodohnya dia, pasti dia tau lah bahwa statusnya dia memang tukang nikah dan simpenan. Reaksi dia waktu Tuhan Yesus ngomong gitu? Yoh. 4:19,"Wah Tuan, hamba rasa, Tuan seorang nabi.".
Baru kenalan, udah langsung masuk ke urusan privat lawan jenis, dan setelah ‘menguliti’ perempuan itu, Dia dibilang ‘nabi’???? Wah…Kemampuan berkomunikasi macam apa coba, yang Dia punya? Pasti keren banget. Bisa bayangin nggak kalo kita yang bilang suaminya lima dan dia simpenan, dalam kondisi baru kenal ? Mungkin kita langsung dicemplungin ke sumur. Jangan lupa, kita ngobrolnya di sebelah sumur nih.
Dia bisa membuka dosa orang yang Dia ajak bicara tapi tetap dihormati dan disukai. Dia pergi ke mana-mana tetap banyak yang mengikuti. Para pendosa bisa nyaman berada dengan Dia padahal kalo lagi marah, galak tuh. Gimana supaya kita bisa menegur tapi tetap orang merasa nyaman dengan kita ? Tanya Tuhan Yesus, jangan tanya gue soalnya gue jenis orang yang setelah ngomong dengan perempuan Samaria itu, pasti dicemplungin ke sumur.
Jawaban yang praktikal mungkin ini: Rajin-rajin baca buku dan nonton TedX yang topiknya komunikasi. Belajar dari orang yang temannya datang dari berbagai kalangan. Nggak usah alergi sama orang (yang menurut istilah elu) sekuler, berantakan, bertato, gondrong, dan kalo ngomong blak-blakan. Mereka adalah salah satu golongan yang mudah merebut hati sesama karena hidup mereka jauh dari kepura-puraan.
Jawaban yang paling praktis? Pergilah bergaul. Untuk tahu cara berenang yang benar kita mesti baca buku tapi untuk beneran bisa berenang dengan benar, kita harus nyebur .
3. Tuhan Yesus nggak munafik.
Tuhan Yesus nggak segan-segan nebalikkin meja saat marah sementara kita bermulut manis namun diam-diam menusuk rekan sekerja agar kita naik jabatan. Tuhan Yesus dengan lugas menegur perempuan Samaria yang hobi kawin cerai sementara kita bergosip dengan kemasan religius,”Nikah 5 x? Kita doain supaya dia bertobat, ya. Nikah yang kedua ‘kan sama tetanggaku tuh…Bla..bla…bla…Trus yang ketiga sama suami temen deketnya…Semoga Roh Kudus menolong dia, ya.” Kita juga fasih mengutip ayat tapi tak segan untuk menghindari rekan sekantor, muter lewat jalan lain pas jalan ke lift, hanya karena nggak suka dengan gaya bicaranya. Kita rajin ‘pelayanan’ tapi nggak kasih pembantu THR waktu Lebaran dan marah waktu dia minta libur di tanggal merah.
***
Kita sudah bahas (1) kenapa masyarakat bereaksi sangat keras terhadap Osteen. Jawab: Karena mereka udah lama sebel dengan orang Kristen. (2) Kenapa orang Kristen nyebelin ? (2.1) Kita eksklusif (2.2) tukang menghakimi dan (2.3) nggak tulus. Ketiga hal ini terasa buruknya terutama kalo kita hobi tampil religius di depan publik.
Sekarang, mari kita ke poin terakhir yaitu pertanyaan nomor 3: Trus, kita mesti gimana dong? Sebagai pendosa besar yang lagi ribet cari jawaban atas pertanyaan itu, ijinkan gue untuk lancang berbagi info serta pengalaman.
Bersambung…
2/9/2017
Meicky Shoreamanis Panggabean