Pak Ahok, City Hall Sekarang Jadi City Hell:
Puasa FB Bulan Pertama
JANUARI: Puasa FB bulan pertama dari rencana 6 bulan.
Gue puasa FB dari 1 Januari. Pas Desember gue udah mulai cuek karena aslinya memang udah ingin puasa. Bagaimanapun, gue masih ngebalas sebagian kecil komentar dan foto yang ditag ke gue. Rasanya kayak orang anti sosial, gitu.
Selama Januari (2 minggu terakhir Desember 2017 juga termasuk), gue banyak pake waktu untuk ngurusin blog baru, baca buku plus nonton film. Gue juga bikin beberapa tulisan yang tipenya beda dari tulisan gue pada umumnya. Biasanya gue nulis karena dipicu rasa marah oleh postingan sosmed. Kali ini gue banyak ngerekam hal-hal sehari-hari. Ini pasti dipengaruhi oleh salah satu tujuan gue bikin blog baru:Supaya anak cucu gue tau, dulu Ibu dan opungnya mikirin apa dan siapa. Gue 7 tahunan pake blog berbayar (www.gurudanpenulis.com) trus ganti yang gratisan supaya setelah gue meninggal, akun gue nggak ditutup (siapa yang mau bayar?) dan tulisan gue tetap bisa diakses terutama oleh anak cucu.
Gue sempat berasa anti sosial walaupun di dunia nyata gue rajin ngobrol. Sempat berasa bosen tapi banyak kegiatan pengganti, sih. Selain ngurusin blog baru, gue bikin ringkasan buku dan artikel supaya concentration span gue nggak pendek-pendek amat. Keseringan main sosmed dan ketemu hyperlink bikin daya konsentrasi gue menurun jadi gue cari cara untuk ngebenerinnya. Sempat nonton tiga-empat film soal hacker dan mau perdalam darkweb tapi nggak berani. Katanya di sana banyak gambar nyeremin. Ngeliat yang di Balai Kota aja udah serem apalagi yang di darkweb, jadi batal deh. Sempat juga mau belajar ngehack wifi tapi gue batalin karena pusing liat kode-kodenya. Lagian gue cuma berani ngehack wifi orang yang gue kenal deket. Lha buang-buang waktu, toh? Minta aja passwordnya, pasti dikasih. Kelar.
Efek terbesar puasa:Jadi jarang pegang HP. Turunan dari 'jarang pegang HP' adalah gue jadi (1) nggak responsif karena kalo nyahut lamaaa, gitu. (2) Foto dan video di WAG banyak yang gue nggak download. (3) Kadang berasa 'I don't have a life.' (4) ketinggalan berita. Efek positifnya (1) Baca buku lebih banyak (2) Lebih fokus kalo lagi kerja. (3) Kekurangan referensi untuk banding-bandingin hidup gue dengan orang lain jadi jiwa gue lebih sehat.
Selain puasa FB, gue juga membatasi diri untuk ngurusin politik. Ada efek frustasi, ‘kan Ahok dipenjara. NEGARAWAN D.I.P.E.N.J.A.R.A. Penggantinya ? Pemain sirkus? Jangan menghina pemain sirkus. Mereka kaum profesional yang latihan hingga encok bahkan bisa sampe putus nyawa untuk menafkahi keluarga dengan cara halal. Pengganti Ahok adalah duet penggila uang dan jabatan yang minim nurani, miskin emosi, sangat cerdas karena bisa menipu 58% penduduk ibu kota dari negara keempat terbesar di dunia, dan 'donatur tetap' para ahli pencernaan, psikolog, psikiater, dan dokter syaraf. Percayalah, ada banyak orang yang mual dan vertigo di bawah 'kepemimpinan' (???) mereka. Kalo Ahok jadi gubernur, jelas tiga-empat tahun lagi para wali kota dan gubernur banyak kota, termasuk dari negara maju, akan berdatangan ke Balai Kota untuk studi banding. Tapi lihatlah apa yang dilakukan duet tersebut:Menghancurkan sebuah ibu kota secara menyeluruh: Bangunan fisiknya, cara berpikir, mental, dan etos kerja rakyatnya. Semua dilumat habis oleh ambisi mereka berdua.
Dilihat dari semua aspek, pemain sirkus sebagai manusia jauh sekali 'kasta'nya di atas mereka.
Pak Ahok, City Hall sekarang jadi City Hell.
Gue pikir, nggak bisa negara gue kayak gini terus. Bagi-bagi tugas, deh. Udah banyak yang ngurusin politik. Gue fokus ke pendidikan aja. Gue ngurusin ‘gimana caranya supaya 10-15 tahun lagi jumlah orang yang bisa dikibulin pas Pilkada dan Pilpres (plus sebelum dan sesudahnya) bisa berkurang jauh.’ Gue nggak mungkin brenti mencela orang-orang yang bikin negara gue berantakan tapi semoga frekwensinya bisa berkurang.
The quality of a nation can't exceed the quality of its teacher. Kualitas sebuah bangsa tidak dapat melebihi kualitas guru-gurunya, Kualitas Pilkada dan Pilpres jelek 'kan karena kualitas pendidikan kita jelek, baik pendidikan di rumah mapun sekolah. Nah, gue mulai fokus ngurusin yang sekolah, deh. Yang di rumah ya diurusin aja oleh bapak ibunya masing-masing. Dari dulu gue juga udah ngurusin pendidikan, ini kerjaan sehari-hari. Bagaimanapun, keseringan ngurusin politik praktis membuat waktu gue untuk mengeksplorasi isu-isu pendidikan, berkurang jauh.
Begitulah ceritanya.
2 Februari 2018, jam 15.15 WIB
Gue puasa FB dari 1 Januari. Pas Desember gue udah mulai cuek karena aslinya memang udah ingin puasa. Bagaimanapun, gue masih ngebalas sebagian kecil komentar dan foto yang ditag ke gue. Rasanya kayak orang anti sosial, gitu.
Selama Januari (2 minggu terakhir Desember 2017 juga termasuk), gue banyak pake waktu untuk ngurusin blog baru, baca buku plus nonton film. Gue juga bikin beberapa tulisan yang tipenya beda dari tulisan gue pada umumnya. Biasanya gue nulis karena dipicu rasa marah oleh postingan sosmed. Kali ini gue banyak ngerekam hal-hal sehari-hari. Ini pasti dipengaruhi oleh salah satu tujuan gue bikin blog baru:Supaya anak cucu gue tau, dulu Ibu dan opungnya mikirin apa dan siapa. Gue 7 tahunan pake blog berbayar (www.gurudanpenulis.com) trus ganti yang gratisan supaya setelah gue meninggal, akun gue nggak ditutup (siapa yang mau bayar?) dan tulisan gue tetap bisa diakses terutama oleh anak cucu.
Gue sempat berasa anti sosial walaupun di dunia nyata gue rajin ngobrol. Sempat berasa bosen tapi banyak kegiatan pengganti, sih. Selain ngurusin blog baru, gue bikin ringkasan buku dan artikel supaya concentration span gue nggak pendek-pendek amat. Keseringan main sosmed dan ketemu hyperlink bikin daya konsentrasi gue menurun jadi gue cari cara untuk ngebenerinnya. Sempat nonton tiga-empat film soal hacker dan mau perdalam darkweb tapi nggak berani. Katanya di sana banyak gambar nyeremin. Ngeliat yang di Balai Kota aja udah serem apalagi yang di darkweb, jadi batal deh. Sempat juga mau belajar ngehack wifi tapi gue batalin karena pusing liat kode-kodenya. Lagian gue cuma berani ngehack wifi orang yang gue kenal deket. Lha buang-buang waktu, toh? Minta aja passwordnya, pasti dikasih. Kelar.
Efek terbesar puasa:Jadi jarang pegang HP. Turunan dari 'jarang pegang HP' adalah gue jadi (1) nggak responsif karena kalo nyahut lamaaa, gitu. (2) Foto dan video di WAG banyak yang gue nggak download. (3) Kadang berasa 'I don't have a life.' (4) ketinggalan berita. Efek positifnya (1) Baca buku lebih banyak (2) Lebih fokus kalo lagi kerja. (3) Kekurangan referensi untuk banding-bandingin hidup gue dengan orang lain jadi jiwa gue lebih sehat.
Selain puasa FB, gue juga membatasi diri untuk ngurusin politik. Ada efek frustasi, ‘kan Ahok dipenjara. NEGARAWAN D.I.P.E.N.J.A.R.A. Penggantinya ? Pemain sirkus? Jangan menghina pemain sirkus. Mereka kaum profesional yang latihan hingga encok bahkan bisa sampe putus nyawa untuk menafkahi keluarga dengan cara halal. Pengganti Ahok adalah duet penggila uang dan jabatan yang minim nurani, miskin emosi, sangat cerdas karena bisa menipu 58% penduduk ibu kota dari negara keempat terbesar di dunia, dan 'donatur tetap' para ahli pencernaan, psikolog, psikiater, dan dokter syaraf. Percayalah, ada banyak orang yang mual dan vertigo di bawah 'kepemimpinan' (???) mereka. Kalo Ahok jadi gubernur, jelas tiga-empat tahun lagi para wali kota dan gubernur banyak kota, termasuk dari negara maju, akan berdatangan ke Balai Kota untuk studi banding. Tapi lihatlah apa yang dilakukan duet tersebut:Menghancurkan sebuah ibu kota secara menyeluruh: Bangunan fisiknya, cara berpikir, mental, dan etos kerja rakyatnya. Semua dilumat habis oleh ambisi mereka berdua.
Dilihat dari semua aspek, pemain sirkus sebagai manusia jauh sekali 'kasta'nya di atas mereka.
Pak Ahok, City Hall sekarang jadi City Hell.
Gue pikir, nggak bisa negara gue kayak gini terus. Bagi-bagi tugas, deh. Udah banyak yang ngurusin politik. Gue fokus ke pendidikan aja. Gue ngurusin ‘gimana caranya supaya 10-15 tahun lagi jumlah orang yang bisa dikibulin pas Pilkada dan Pilpres (plus sebelum dan sesudahnya) bisa berkurang jauh.’ Gue nggak mungkin brenti mencela orang-orang yang bikin negara gue berantakan tapi semoga frekwensinya bisa berkurang.
The quality of a nation can't exceed the quality of its teacher. Kualitas sebuah bangsa tidak dapat melebihi kualitas guru-gurunya, Kualitas Pilkada dan Pilpres jelek 'kan karena kualitas pendidikan kita jelek, baik pendidikan di rumah mapun sekolah. Nah, gue mulai fokus ngurusin yang sekolah, deh. Yang di rumah ya diurusin aja oleh bapak ibunya masing-masing. Dari dulu gue juga udah ngurusin pendidikan, ini kerjaan sehari-hari. Bagaimanapun, keseringan ngurusin politik praktis membuat waktu gue untuk mengeksplorasi isu-isu pendidikan, berkurang jauh.
Begitulah ceritanya.
2 Februari 2018, jam 15.15 WIB