Bagaimana Seorang Tifatul Sembiring
Membantu Saya Menghilangkan Rasa Rendah Diri
“Meicky…Meicky!!! Kamu jangan minder begitu,dong…”. Kalimat ini diucapkan tahun ini oleh Mas Boni,dosen FISIP UI melalui telpon saat saya menghubunginya untuk sebuah urusan.
Saat mendengar Mas Boni mengucapkan kalimat tersebut, saya langsung tepok jidat sambil berseru tanpa suara,”Aduhhhh!!!Mati gue!!! Kok dia bisa tahu sih kalo gue minder??!!!” Wajar saja jika saya prihatin. Saya seumur hidup ketemu Mas Boni baru satu kali.Lah, baru ketemu saya satu kali kok dia udah tau kalo saya minderan, berarti kondisi saya memprihatinkan banget ya ??
Saya memang terserang minder selama belasan tahun. Sebagai guru saya tahu persis bahwa kecerdasan punya banyak wujud. Sebagai orang yang bukan atheis, saya juga tahu bahwa saya berharga di mata Tuhan dan Dia menciptakan setiap manusia dengan kekuatan dan kelemahan yang unik. Sebagai orang yang kerja di lingkungan yang sangat positif dan menyenangkan, saya tahu bahwa saya punya kelebihan (dan tentu saja kekurangan). Kenapa saya minder adalah hal yang amat misterius (jelas sekali saya perlu ke psikolog). Entah kenapa dan entah bagaimana, selalu ada momen-momen di mana mental saya benar-benar jatuh.
Lutut saya gemetar dan badan saya dingin saat pertama kali saya konsultasi tulisan dengan Dr.F.Budi Hardiman, dosen lulusan Jerman yang saya baiat diam-diam sebagai orang “kelewat pinter”, bukan cuma orang pinter. Ketika seorang kawan yang sangat cerdas mengajak saya bertemu dengan teman-temannya, saya menolak mentah-mentah karena saya berpikir,”Udahh dehh…Gue bego di depan lo aja, jangan sampe bego di depan lo dan di depan temen-temen lo juga…”.
Rasa minder ini secara positif menjadi alat pacu bagi saya untuk banyak membaca dan belajar.Karena membacalah saya jadi tahu bahwa Tifatul Sembiring menggunakan Yesus Kristus di Islam dan Kristen sebagai analogi kasus video porno Ariel-Luna Maya….Ia menghujat kaum gay dan lesbian karena Al Quran mengatakan bahwa Tuhan merajam mereka dari surga….Ia mengatakan bahwa alokasi dana untuk penyuluhan AIDS adalah pemborosan uang publik…Ia menyatakan bahwa ia tak mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya lalu terlibat handshake gate dengan ‘wanita paling berpengaruh di dunia’, begitu isi berita keluaran Associated Press tentang Michelle Obama beberapa minggu yang lalu.
Hmmm…Kok Tifatul Sembiring terus ya?????
***
Saya membuat account Twitter, media sosial yang saya anggap universitas terbuka. Saya follow beberapa puluh orang pintar (juga orang lucu, utk refreshing) di beberapa bidang yang saya minati. Secara rutin saya membuka account ini dan membacanya (Sampai hari ini saya masih belum tahu cara nge-tweet bagaimana karena saya murni menggunakan Twitter untuk belajar. Orang yang follow saya juga saya blokir. Maap ya, bukan belagu tapi kasian, menuh2in account mereka. Saya ngga pernah nge-tweet apa-apa,kok).
Semangat saya untuk belajar akhirnya menghasilkan sebilah pedang bermata dua. Di satu sisi, pengetahuan saya memang bertambah. Di sisi lain, rasa minder saya pun melesat. Tidak heran karena yang saya follow memang orang-orang cerdas. Saya tahu bahwa saya harus follow orang bodoh sebagai penyeimbang tapi…Siapa yang bodoh? Saya mau follow murid ? Mereka ga bodoh. Mereka jauh lebih tahu Matematika atau Biologi atau Humanities dibanding saya. Saya cuma ngajar pelajaran saya sedangkan mereka belajar semua. Saya terus cari ide tentang siapa yang bisa difollow, siapa kira-kira ya orang yang berpotensi membuat rasa rendah diri saya tidak bisa beranak-pinak.
Akhirnya di suatu hari, saya pun mendapat wangsit surgawi:Follow Tifatul Sembiring!
Analogi tentang Yesus…Disusul dengan cacian terhadap kaum homoseksual….Dll-dstnya-dsbnya…Tifatul selalu punya cara untuk membuat Twitterville menjadi meriah. Ia selalu punya jalan untuk membuat tweeps berkicau riuh rendah.
Sungguh, butuh semangat hidup yang sangat absurd untuk bisa melakukan hal-hal ia perbuat. Ia sepertinya tak pernah lelah untuk mencari ide tentang apa lagi yang bisa ia katakan atau kerjakan, yang bisa memancing komentar lebih meriah daripada komentar-komentar atas perkataan atau perbuatan sebelumnya. Diperlukan sebuah kombinasi sempurna antara masa bodoh berjumlah mega dan percaya diri dalam porsi yang melampaui nalar untuk bisa dengan lantang-dan-tanpa-rasa-bersalah-sedikitpun rutin membela diri atas kesalahan ucap yang kerap ia buat. Perlu penyimpangan perilaku yang curam untuk bisa meniru tingkah-polahnya. Simaklah betapa ia dengan berani di hadapan followersnya yang berjumlah seratus ribu lebih, dalam kapasitasnya sebagai menteri, melemparkan kebohongan publik tentang istri dari presiden yang pengaruhnya paling besar di muka bumi. Saat dikecam dengan santai ia berkicau,’Intinya pada ngiri aja sama saya”. Lihatlah betapa ia masih bisa berpantun, mengejek orang-orang yang ribut tentang handshake gatenya padahal berita tentang itu sudah masuk liputan media Amerika.
Tuhan memang Seniman Sejati. Sosok yang kreativitasnya selalu melampaui rasio. Figur yang punya cara sebanyak pasir di tepi laut untuk menolong umatNya. Menatap Tifatul Sembiring, dengan segenap absurditasnya dan seluruh sepak-terjangnya yang jauh dari rasional,entah bagaimana Ia jadikan cara untuk membuat minder saya hilang atau minimal turun hingga sampai ke titik terendah.
Secara aneh, keanehan Tifatul membuat saya bisa dengan percaya diri berkata,”Meick…Orang lain emang pinter…Tapi kamu akan baik-baik saja…Tenang aja…Di dunia ada kok orang bodohhhh…Kamu benar-benar ga bodoh. Kamu punya kelebihan yang orang lain ngga punya dan orang lain punya kekuatan yang kamu ga punya….”. Saya katakan aneh karena pemikiran ini sebenarnya sudah ada di benak sejak belasan tahun yang lalu tapi entah mengapa kemujaraban maknanya baru bisa saya rasakan setelah ‘mengenal’ Tifatul. Dengan keunikannya yang sangat khas, Tifatul membuat saya bisa dengan rileks dan nyaman berkata pada diri sendiri,”…Nyantai aja,Meick, KALAUPUN kamu bodoh, tenang ajaaaaa….Masih ada kok yang lebih parah dari kamu…..”.
Ah, sebagai Nasrani dan seorang perempuan, tentulah saya akan membuat Tifatul menjadi kafir jika saya berani menyalaminya. Jadi, jika kelak saya punya kesempatan bertemu muka dengannya, saya hanya akan merunduk dan menyampaikan dengan tulus dari lapis terdalam dasar hati,”Terima kasih, Pak”…
NB:Saya berdoa semoga tulisan ini tidak dikenai pasal pencemaran nama baik. Kalo ada kemungkinan kena pasal itu, tolong saya dikasih tahu deh, ntar langsung saya hapus, ha…ha..ha…(*emang sih saya ketawa tapi maksud saya serius kok*).
Sabtu, November 13, 2010, jam 2:32pm
Saat mendengar Mas Boni mengucapkan kalimat tersebut, saya langsung tepok jidat sambil berseru tanpa suara,”Aduhhhh!!!Mati gue!!! Kok dia bisa tahu sih kalo gue minder??!!!” Wajar saja jika saya prihatin. Saya seumur hidup ketemu Mas Boni baru satu kali.Lah, baru ketemu saya satu kali kok dia udah tau kalo saya minderan, berarti kondisi saya memprihatinkan banget ya ??
Saya memang terserang minder selama belasan tahun. Sebagai guru saya tahu persis bahwa kecerdasan punya banyak wujud. Sebagai orang yang bukan atheis, saya juga tahu bahwa saya berharga di mata Tuhan dan Dia menciptakan setiap manusia dengan kekuatan dan kelemahan yang unik. Sebagai orang yang kerja di lingkungan yang sangat positif dan menyenangkan, saya tahu bahwa saya punya kelebihan (dan tentu saja kekurangan). Kenapa saya minder adalah hal yang amat misterius (jelas sekali saya perlu ke psikolog). Entah kenapa dan entah bagaimana, selalu ada momen-momen di mana mental saya benar-benar jatuh.
Lutut saya gemetar dan badan saya dingin saat pertama kali saya konsultasi tulisan dengan Dr.F.Budi Hardiman, dosen lulusan Jerman yang saya baiat diam-diam sebagai orang “kelewat pinter”, bukan cuma orang pinter. Ketika seorang kawan yang sangat cerdas mengajak saya bertemu dengan teman-temannya, saya menolak mentah-mentah karena saya berpikir,”Udahh dehh…Gue bego di depan lo aja, jangan sampe bego di depan lo dan di depan temen-temen lo juga…”.
Rasa minder ini secara positif menjadi alat pacu bagi saya untuk banyak membaca dan belajar.Karena membacalah saya jadi tahu bahwa Tifatul Sembiring menggunakan Yesus Kristus di Islam dan Kristen sebagai analogi kasus video porno Ariel-Luna Maya….Ia menghujat kaum gay dan lesbian karena Al Quran mengatakan bahwa Tuhan merajam mereka dari surga….Ia mengatakan bahwa alokasi dana untuk penyuluhan AIDS adalah pemborosan uang publik…Ia menyatakan bahwa ia tak mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya lalu terlibat handshake gate dengan ‘wanita paling berpengaruh di dunia’, begitu isi berita keluaran Associated Press tentang Michelle Obama beberapa minggu yang lalu.
Hmmm…Kok Tifatul Sembiring terus ya?????
***
Saya membuat account Twitter, media sosial yang saya anggap universitas terbuka. Saya follow beberapa puluh orang pintar (juga orang lucu, utk refreshing) di beberapa bidang yang saya minati. Secara rutin saya membuka account ini dan membacanya (Sampai hari ini saya masih belum tahu cara nge-tweet bagaimana karena saya murni menggunakan Twitter untuk belajar. Orang yang follow saya juga saya blokir. Maap ya, bukan belagu tapi kasian, menuh2in account mereka. Saya ngga pernah nge-tweet apa-apa,kok).
Semangat saya untuk belajar akhirnya menghasilkan sebilah pedang bermata dua. Di satu sisi, pengetahuan saya memang bertambah. Di sisi lain, rasa minder saya pun melesat. Tidak heran karena yang saya follow memang orang-orang cerdas. Saya tahu bahwa saya harus follow orang bodoh sebagai penyeimbang tapi…Siapa yang bodoh? Saya mau follow murid ? Mereka ga bodoh. Mereka jauh lebih tahu Matematika atau Biologi atau Humanities dibanding saya. Saya cuma ngajar pelajaran saya sedangkan mereka belajar semua. Saya terus cari ide tentang siapa yang bisa difollow, siapa kira-kira ya orang yang berpotensi membuat rasa rendah diri saya tidak bisa beranak-pinak.
Akhirnya di suatu hari, saya pun mendapat wangsit surgawi:Follow Tifatul Sembiring!
Analogi tentang Yesus…Disusul dengan cacian terhadap kaum homoseksual….Dll-dstnya-dsbnya…Tifatul selalu punya cara untuk membuat Twitterville menjadi meriah. Ia selalu punya jalan untuk membuat tweeps berkicau riuh rendah.
Sungguh, butuh semangat hidup yang sangat absurd untuk bisa melakukan hal-hal ia perbuat. Ia sepertinya tak pernah lelah untuk mencari ide tentang apa lagi yang bisa ia katakan atau kerjakan, yang bisa memancing komentar lebih meriah daripada komentar-komentar atas perkataan atau perbuatan sebelumnya. Diperlukan sebuah kombinasi sempurna antara masa bodoh berjumlah mega dan percaya diri dalam porsi yang melampaui nalar untuk bisa dengan lantang-dan-tanpa-rasa-bersalah-sedikitpun rutin membela diri atas kesalahan ucap yang kerap ia buat. Perlu penyimpangan perilaku yang curam untuk bisa meniru tingkah-polahnya. Simaklah betapa ia dengan berani di hadapan followersnya yang berjumlah seratus ribu lebih, dalam kapasitasnya sebagai menteri, melemparkan kebohongan publik tentang istri dari presiden yang pengaruhnya paling besar di muka bumi. Saat dikecam dengan santai ia berkicau,’Intinya pada ngiri aja sama saya”. Lihatlah betapa ia masih bisa berpantun, mengejek orang-orang yang ribut tentang handshake gatenya padahal berita tentang itu sudah masuk liputan media Amerika.
Tuhan memang Seniman Sejati. Sosok yang kreativitasnya selalu melampaui rasio. Figur yang punya cara sebanyak pasir di tepi laut untuk menolong umatNya. Menatap Tifatul Sembiring, dengan segenap absurditasnya dan seluruh sepak-terjangnya yang jauh dari rasional,entah bagaimana Ia jadikan cara untuk membuat minder saya hilang atau minimal turun hingga sampai ke titik terendah.
Secara aneh, keanehan Tifatul membuat saya bisa dengan percaya diri berkata,”Meick…Orang lain emang pinter…Tapi kamu akan baik-baik saja…Tenang aja…Di dunia ada kok orang bodohhhh…Kamu benar-benar ga bodoh. Kamu punya kelebihan yang orang lain ngga punya dan orang lain punya kekuatan yang kamu ga punya….”. Saya katakan aneh karena pemikiran ini sebenarnya sudah ada di benak sejak belasan tahun yang lalu tapi entah mengapa kemujaraban maknanya baru bisa saya rasakan setelah ‘mengenal’ Tifatul. Dengan keunikannya yang sangat khas, Tifatul membuat saya bisa dengan rileks dan nyaman berkata pada diri sendiri,”…Nyantai aja,Meick, KALAUPUN kamu bodoh, tenang ajaaaaa….Masih ada kok yang lebih parah dari kamu…..”.
Ah, sebagai Nasrani dan seorang perempuan, tentulah saya akan membuat Tifatul menjadi kafir jika saya berani menyalaminya. Jadi, jika kelak saya punya kesempatan bertemu muka dengannya, saya hanya akan merunduk dan menyampaikan dengan tulus dari lapis terdalam dasar hati,”Terima kasih, Pak”…
NB:Saya berdoa semoga tulisan ini tidak dikenai pasal pencemaran nama baik. Kalo ada kemungkinan kena pasal itu, tolong saya dikasih tahu deh, ntar langsung saya hapus, ha…ha..ha…(*emang sih saya ketawa tapi maksud saya serius kok*).
Sabtu, November 13, 2010, jam 2:32pm