Bermimpilah dan Tuhan Akan Memeluk Mimpi-Mimpimu*
* Kutipan dr 'Edensor'
Gue baru baca The Last Lecture-nya Randy Pausch. Videonya di You Tube didownload lebih dr 6 juta orang. Di bukunya diselipin VCDnya. Sayang, terjemahannya agak kacau. Di bukunya juga ada beberapa kesalahan cetak (gue jarang banget baca buku trus menemukan kesalahan cetak).
Isinya luar biasa. Gue takjub waktu baca The Class-nya Erich Segal. Ini pasti novel yang paling susah dibuat di muka bumi selain buku2nya Dan Brown. Laskar Pelangi?Aduh, jangan tanya deh. Yang nulis Andrea Hirata. Ga usah ngoceh banyak tentang LP, cukup sebut nama penulisnya dan orang pun udah langsung tau kualitasnya bagaimana.
Bagaimanapun, The Last Lecture punya kelebihan tersendiri:Buku tentang kehidupan yang ditulis oleh org sekarat. Randy itu penderita kanker yang udah divonis hanya bisa hidup dalam jangka waktu paling lama 6 bulan dan udah berulang kali dikemoterapi serta punya istri (1 doang. Dia jenis org yg pasti ngamuk kl nonton Ayat2 Cinta) plus 3 anak yang semuanya masih kecil.
Gue bicara tentang The Last Lecture di SEMUA kelas yang gue ajar (wahhh…Gue kudu dapat cipratan royalty,niihh…). Isinya menarik dan ‘thrilling’. Baru kali ini gue bisa melihat kehidupan dari ‘perspektif yang seharusnya’. Bingung?Maksud gue begini nih…
Tentu aja gue tau kita bisa meninggal kapan aja. Gue juga udah tau dr SMP atau SMA pepatah yang bunyinya,”Berdoalah seakan-akan kau akan mati besok dan bekerjalah seolah-olah kau masih lama hidup’. Gue udah beberapa kali dengar pertanyaan,”Kalo aja hari ini hari terakhir kamu hidup, apa yang akan kamu lakukan?’. Bagaimanapun, gue dan yang mengajukan pertanyaan terakhir, berada dalam kondisi sehat. Ya bisa aja sih kami mati 1 jam kemudian. Mungkin karena kesamber gledek, ketabrak angkot pas nyebrang ke pasar waktu mau beli pete atau tiba2 diculik Kopassuss trus dibuang ke laut (***Permisi, numpang subversif dikit …Eh,masih ada istilah subversif gituuu jaman sekarang?????***). Nah, Randy itu beda. Dia TAHU bahwa waktu dia di dunia tinggal (sangat) sedikit:3-6 bulan. Sangat mungkin waktu kita di dunia sesungguhnya juga tinggal 3-6 bulan. Siapa tau gue meninggal Januari misalnya, itu 3 bulan dari sekarang ‘kan. Cuma bedanya, gue ga tau tapi Randy tau and this makes all the differences (akhirnya, kalo ga salah, dia bisa bertahan sekitar 2 tahun karena dia sangat optimis, ceria dan positif dalam menjalani hidup. Dia meninggal Juli 2008).
Nah, buku ini-seperti jutaan buku lainnya-bicara tentang hidup tapi dari sudut pandang orang yang benar-benar menjalani kenyataan bahwa hidupnya tinggal sebentar. Buku2 lain menurut gue normatif ajalah isinya. Bagus, ideal, memberi nasehat berguna, memotivasi dan tentu aja ini sangat bagus dan ga salah. Tapi buku2 itu, maksud gue paling tidak buku2 yang pernah gue baca, ditulis oleh orang2 sehat yang tau mereka bisa mati kapan aja tapi ga tau kapan mereka mati. Randy menulis buku yang punya kemiripan di hal2 tertentu dgn buku2 itu tapi dalam kondisi tahu berapa lama lagi kira2 dia akan mati. Sekali lagi, it makes all the differences.
Sejak dia terima vonis dokter, setiap langkah dan respons yang dia ambil dalam menghadapi semua hal ia dasarkan pada pemikiran,”Mana yang betul2 penting untuk meraih kebahagiaan”. Jangan salah, dia bukan seorang utilitarian dan juga bukan ekstremis sakit jiwa seperti pemimpin sekte yang nyuruh org2 jual semua harta benda karena yakin bulan depan pasti Tuhan akan datang alias kiamat. Dia professor computer dari Carnegie Mellon. Dia rasional, cara berpikirnya sistematis dan analitis. Dia ditawarin jadi pekerja tetap di Disney World, bikin wahana Alice di Disneyland dan pernah kerja di Google plus mengerjakan proyek2 prestisius lainnya. Dia kontributor isi ensiklopedia dan ahli virtual reality (gue ga ada ide sama sekali ini apaan, yang jelas sesuatu yang terlalu intelek kalau dibandingkan dengan reality show). Jadi, Randy mengambil keputusan-keputusan logis dengan tetap menggunakan hati dari sudut pandang orang yang tau bahwa sebentar lagi ia harus meninggalkan istrinya dan 3 anak yang masih kecil2. Ini yang gue maksud dengan melihat kehidupan dari ‘perspektif yang seharusnya’. Hasilnya:Serangakaian pemikiran bijak yang mungkin tak terpikirkan oleh orang2 sehat, ga perduli sepintar dan sebijak apapun orang sehat tersebut.
Di bukunya, dia ga bicara soal penyakit dan kematian.Dia ngoceh tentang kehidupan dan cara dia mendidik anak serta cara ortunya mendidik dia. Buat yang punya anak, beli deh. Ini buku sebenarnya bisa lho ditaruh di rak “Parenting” kalo di toko buku. Dia juga bicara soal mimpi2. Dia bilang bahwa “Halangan itu ada untuk menunjukkan how badly we want something dan untuk mencegah mereka yang keinginannya kecil utk berada di balik penghalang tersebut”.
Dia juga bilang (ini resep lama, sih):Yang penting nanya. TANYA…TANYA…TANYA…Randy, waktu masih mahasiswa, dengan cueknya dia menghubungi salah satu ahli komputer tingkat dunia buat ngajakkin ketemu, Cuma buat ngobrol aja. Eh, emailnya dibales. Eh, mereka akhirnya ketemu. Eh, akhirnya org itu malah jadi mentornya.Eh, Randy diundang kasih kuliah di kampus org tsb waktu dia udah jadi doktor atau master-lah gitu. Dan di kampus itulah Randy ketemu Jay, cewek cantik yang lantas jadi istrinya.
Dia juga crita hal2 gila yang dia lakukan untuk mewujudkan keinginannya. Hampir semua his childhood dreams tercapai. Bukunya sangat inspiratif. Gue jadi ingat dengan ungkapan,”What about if what you want is much smaller than what God has stored for you?”
Liat tu Laskar Pelangi. Siapa yg nyangka Andre Hirata yang kalo hidup jaman sekarang pasti ikutan ngantri zakat di depan rumah Pak Haji dan pasti keluarganya dapet BLT, bisa kuliah di Sorbonne dan keliling ke lebih dari 40 negara. Asal tau aja ya, modalny dia bukan uang tapi TEKAD. Mau lebih gila lagi ? Bukunya jadi buku paling laris di sepanjang sejarah sastra Indonesia modern. Wah, pokoknya, kalo soal mimpi, dia deh role model gue. Ga ada orang yg bisa ngalahin dia. Lebih tepat lagi:Belum ada. Kata Andrea di novel ketiganya, Edensor,”Bermimpilah. Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”.
Ga ada hal yang terlampau kecil buat Tuhan. Toh gue ga minta sesuatu yang sifatnya self-centered semacam,”Pengen tiba-tiba cakep kayak Katie Holmes” (Hmmm….Mau juga sih kalo dikasih, he..he…he… …..(***Ketawa narsis***) atau “Pengen kaya biar bisa beli Prada” (Dulu waktu liat org pake tas Prada palsu sebelum taun 2000, gue pikir,”Dasar palsu, jelek amat sih nirunya”. Oh….Ternyata emang model Prada yang aslinya juga jelek. Dulu…Entah ya model yg sekarang).
Balik lagi ke mimpi. Gue taruh mimpi gue di awang-awang, tinggi banget. Kenapa?Karena gue mau dapat ‘istana’ (jangan bolot-bolot banget ya bacanya, yang gue maksud bukan istana dalam artian fisik) jadi ya mesti dibangun di ketinggian. Kalo bangunnya di dataran itu mah namanya perkampungan kumuh (***rada error. Orang miskin banyak ya yang tinggal di gunung. Ya udah, cingcay ajalah….Males gue ngapusnya***).
Kadang gue bergidik kalo lagi mikirin impian gue,”Eh, ngaca dong, lo siapa emangnya?Mana mungkin lo bisa….” Tapi, ya itu tadi, “what about if what you want is much smaller than what God has stored for you?”. Lagian kita kan ga tau akan gagal atau berhasil kalo ngga nyoba. Gue sekarang lagi menjalani proses awal dalam usaha meraih mimpi tersebut(Kalo aja mimpi gue ada di kilometer 150, sekarang gue baru (atau udah) nyampe di kilometer 20an atau 30…). Usaha2 tersebut gue awali dengan doa (ga gue akhiri dengan doa karena emang belum berakhir) dan dengan ‘sok tegar’(kadang capek banget). Ya kita liat aja sama2 apa gue akan berhasil atau ga (Eh, orang-orang pasti ga bisa liat ya, ‘kan pada ga tau mimpi gue apa, he..he….Tapi, kalo nanti udah tercapai pasti ada laporan khusus…Pasti!).
Beberapa anak Grade 7 (1 SMP) kayaknya bingung waktu gue ngomong soal “We must have dreams. Everyone”. Kayaknya mereka mikir,”Hee…???Guru gue yang udah ubanan ini masih ngejar mimpi? Kasian amat….”. Gue jelaskan bahwa setua apapun org, ya tetap harus punya mimpi, biar ga bosen hidup.Kalau 1 mimpi udah tercapai, ya bermimpi lagi, biar….bla..bla…bla….. Agak susah sedikit menjelaskan hal kayak gini ke mereka. Mungkin krn terakhir gue ngajar anak 1 SMP sekitar 5-6 tahun yang lalu, biasanya ngajar SMA.
Jadi, ya itu tadilah, what about if what you want is much smaller than what God has stored for you?
Happy thinking.
by Meicky Shoreamanis Dan Merryll (Notes) on Friday, October 10, 2008 at 7:09am
Isinya luar biasa. Gue takjub waktu baca The Class-nya Erich Segal. Ini pasti novel yang paling susah dibuat di muka bumi selain buku2nya Dan Brown. Laskar Pelangi?Aduh, jangan tanya deh. Yang nulis Andrea Hirata. Ga usah ngoceh banyak tentang LP, cukup sebut nama penulisnya dan orang pun udah langsung tau kualitasnya bagaimana.
Bagaimanapun, The Last Lecture punya kelebihan tersendiri:Buku tentang kehidupan yang ditulis oleh org sekarat. Randy itu penderita kanker yang udah divonis hanya bisa hidup dalam jangka waktu paling lama 6 bulan dan udah berulang kali dikemoterapi serta punya istri (1 doang. Dia jenis org yg pasti ngamuk kl nonton Ayat2 Cinta) plus 3 anak yang semuanya masih kecil.
Gue bicara tentang The Last Lecture di SEMUA kelas yang gue ajar (wahhh…Gue kudu dapat cipratan royalty,niihh…). Isinya menarik dan ‘thrilling’. Baru kali ini gue bisa melihat kehidupan dari ‘perspektif yang seharusnya’. Bingung?Maksud gue begini nih…
Tentu aja gue tau kita bisa meninggal kapan aja. Gue juga udah tau dr SMP atau SMA pepatah yang bunyinya,”Berdoalah seakan-akan kau akan mati besok dan bekerjalah seolah-olah kau masih lama hidup’. Gue udah beberapa kali dengar pertanyaan,”Kalo aja hari ini hari terakhir kamu hidup, apa yang akan kamu lakukan?’. Bagaimanapun, gue dan yang mengajukan pertanyaan terakhir, berada dalam kondisi sehat. Ya bisa aja sih kami mati 1 jam kemudian. Mungkin karena kesamber gledek, ketabrak angkot pas nyebrang ke pasar waktu mau beli pete atau tiba2 diculik Kopassuss trus dibuang ke laut (***Permisi, numpang subversif dikit …Eh,masih ada istilah subversif gituuu jaman sekarang?????***). Nah, Randy itu beda. Dia TAHU bahwa waktu dia di dunia tinggal (sangat) sedikit:3-6 bulan. Sangat mungkin waktu kita di dunia sesungguhnya juga tinggal 3-6 bulan. Siapa tau gue meninggal Januari misalnya, itu 3 bulan dari sekarang ‘kan. Cuma bedanya, gue ga tau tapi Randy tau and this makes all the differences (akhirnya, kalo ga salah, dia bisa bertahan sekitar 2 tahun karena dia sangat optimis, ceria dan positif dalam menjalani hidup. Dia meninggal Juli 2008).
Nah, buku ini-seperti jutaan buku lainnya-bicara tentang hidup tapi dari sudut pandang orang yang benar-benar menjalani kenyataan bahwa hidupnya tinggal sebentar. Buku2 lain menurut gue normatif ajalah isinya. Bagus, ideal, memberi nasehat berguna, memotivasi dan tentu aja ini sangat bagus dan ga salah. Tapi buku2 itu, maksud gue paling tidak buku2 yang pernah gue baca, ditulis oleh orang2 sehat yang tau mereka bisa mati kapan aja tapi ga tau kapan mereka mati. Randy menulis buku yang punya kemiripan di hal2 tertentu dgn buku2 itu tapi dalam kondisi tahu berapa lama lagi kira2 dia akan mati. Sekali lagi, it makes all the differences.
Sejak dia terima vonis dokter, setiap langkah dan respons yang dia ambil dalam menghadapi semua hal ia dasarkan pada pemikiran,”Mana yang betul2 penting untuk meraih kebahagiaan”. Jangan salah, dia bukan seorang utilitarian dan juga bukan ekstremis sakit jiwa seperti pemimpin sekte yang nyuruh org2 jual semua harta benda karena yakin bulan depan pasti Tuhan akan datang alias kiamat. Dia professor computer dari Carnegie Mellon. Dia rasional, cara berpikirnya sistematis dan analitis. Dia ditawarin jadi pekerja tetap di Disney World, bikin wahana Alice di Disneyland dan pernah kerja di Google plus mengerjakan proyek2 prestisius lainnya. Dia kontributor isi ensiklopedia dan ahli virtual reality (gue ga ada ide sama sekali ini apaan, yang jelas sesuatu yang terlalu intelek kalau dibandingkan dengan reality show). Jadi, Randy mengambil keputusan-keputusan logis dengan tetap menggunakan hati dari sudut pandang orang yang tau bahwa sebentar lagi ia harus meninggalkan istrinya dan 3 anak yang masih kecil2. Ini yang gue maksud dengan melihat kehidupan dari ‘perspektif yang seharusnya’. Hasilnya:Serangakaian pemikiran bijak yang mungkin tak terpikirkan oleh orang2 sehat, ga perduli sepintar dan sebijak apapun orang sehat tersebut.
Di bukunya, dia ga bicara soal penyakit dan kematian.Dia ngoceh tentang kehidupan dan cara dia mendidik anak serta cara ortunya mendidik dia. Buat yang punya anak, beli deh. Ini buku sebenarnya bisa lho ditaruh di rak “Parenting” kalo di toko buku. Dia juga bicara soal mimpi2. Dia bilang bahwa “Halangan itu ada untuk menunjukkan how badly we want something dan untuk mencegah mereka yang keinginannya kecil utk berada di balik penghalang tersebut”.
Dia juga bilang (ini resep lama, sih):Yang penting nanya. TANYA…TANYA…TANYA…Randy, waktu masih mahasiswa, dengan cueknya dia menghubungi salah satu ahli komputer tingkat dunia buat ngajakkin ketemu, Cuma buat ngobrol aja. Eh, emailnya dibales. Eh, mereka akhirnya ketemu. Eh, akhirnya org itu malah jadi mentornya.Eh, Randy diundang kasih kuliah di kampus org tsb waktu dia udah jadi doktor atau master-lah gitu. Dan di kampus itulah Randy ketemu Jay, cewek cantik yang lantas jadi istrinya.
Dia juga crita hal2 gila yang dia lakukan untuk mewujudkan keinginannya. Hampir semua his childhood dreams tercapai. Bukunya sangat inspiratif. Gue jadi ingat dengan ungkapan,”What about if what you want is much smaller than what God has stored for you?”
Liat tu Laskar Pelangi. Siapa yg nyangka Andre Hirata yang kalo hidup jaman sekarang pasti ikutan ngantri zakat di depan rumah Pak Haji dan pasti keluarganya dapet BLT, bisa kuliah di Sorbonne dan keliling ke lebih dari 40 negara. Asal tau aja ya, modalny dia bukan uang tapi TEKAD. Mau lebih gila lagi ? Bukunya jadi buku paling laris di sepanjang sejarah sastra Indonesia modern. Wah, pokoknya, kalo soal mimpi, dia deh role model gue. Ga ada orang yg bisa ngalahin dia. Lebih tepat lagi:Belum ada. Kata Andrea di novel ketiganya, Edensor,”Bermimpilah. Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”.
Ga ada hal yang terlampau kecil buat Tuhan. Toh gue ga minta sesuatu yang sifatnya self-centered semacam,”Pengen tiba-tiba cakep kayak Katie Holmes” (Hmmm….Mau juga sih kalo dikasih, he..he…he… …..(***Ketawa narsis***) atau “Pengen kaya biar bisa beli Prada” (Dulu waktu liat org pake tas Prada palsu sebelum taun 2000, gue pikir,”Dasar palsu, jelek amat sih nirunya”. Oh….Ternyata emang model Prada yang aslinya juga jelek. Dulu…Entah ya model yg sekarang).
Balik lagi ke mimpi. Gue taruh mimpi gue di awang-awang, tinggi banget. Kenapa?Karena gue mau dapat ‘istana’ (jangan bolot-bolot banget ya bacanya, yang gue maksud bukan istana dalam artian fisik) jadi ya mesti dibangun di ketinggian. Kalo bangunnya di dataran itu mah namanya perkampungan kumuh (***rada error. Orang miskin banyak ya yang tinggal di gunung. Ya udah, cingcay ajalah….Males gue ngapusnya***).
Kadang gue bergidik kalo lagi mikirin impian gue,”Eh, ngaca dong, lo siapa emangnya?Mana mungkin lo bisa….” Tapi, ya itu tadi, “what about if what you want is much smaller than what God has stored for you?”. Lagian kita kan ga tau akan gagal atau berhasil kalo ngga nyoba. Gue sekarang lagi menjalani proses awal dalam usaha meraih mimpi tersebut(Kalo aja mimpi gue ada di kilometer 150, sekarang gue baru (atau udah) nyampe di kilometer 20an atau 30…). Usaha2 tersebut gue awali dengan doa (ga gue akhiri dengan doa karena emang belum berakhir) dan dengan ‘sok tegar’(kadang capek banget). Ya kita liat aja sama2 apa gue akan berhasil atau ga (Eh, orang-orang pasti ga bisa liat ya, ‘kan pada ga tau mimpi gue apa, he..he….Tapi, kalo nanti udah tercapai pasti ada laporan khusus…Pasti!).
Beberapa anak Grade 7 (1 SMP) kayaknya bingung waktu gue ngomong soal “We must have dreams. Everyone”. Kayaknya mereka mikir,”Hee…???Guru gue yang udah ubanan ini masih ngejar mimpi? Kasian amat….”. Gue jelaskan bahwa setua apapun org, ya tetap harus punya mimpi, biar ga bosen hidup.Kalau 1 mimpi udah tercapai, ya bermimpi lagi, biar….bla..bla…bla….. Agak susah sedikit menjelaskan hal kayak gini ke mereka. Mungkin krn terakhir gue ngajar anak 1 SMP sekitar 5-6 tahun yang lalu, biasanya ngajar SMA.
Jadi, ya itu tadilah, what about if what you want is much smaller than what God has stored for you?
Happy thinking.
by Meicky Shoreamanis Dan Merryll (Notes) on Friday, October 10, 2008 at 7:09am