Kasus Video Ariel-Luna: Pendidikan, Lelucon Atau…?
Mari kita bicara tentang topik yang sempat menghiasi halaman koran di Afrika dan website CNN: Video porno Ariel-Luna (AL). Saya pernah memforward gambar ‘Ariel Lagi Stres’ dengan hati senang,”Eh,gambarnya lucu, forward ahhhh…”. Dua hari kemudian, saya didera perasaan malu dan bersalah setelah teringat komentar dua teman bule,” Orang Indonesia kalau menceritakan kesusahan orang, kalian (dia pakai kata ‘you’) melakukannya sering sambil tertawa, kenapa ya ???”
Pertanyaan ini dilontarkan sekitar 7 tahun yang lalu dan saya saat itu langsung melakukan observasi. Penemuan sepanjang pengamatan menampar saya (mudah-mudahan menampar anda juga…) dengan keras:Ya, betul. Kita kerap bercerita tentang jatuhnya teman di tangga sambil cengengesan, berkisah tentang saudara yang kecopetan sambil cengar-cengir, bertutur tentang kawan yang dimaki bos sambil terbahak. Parahnya, saya termasuk golongan menyedihkan ini jadi tak heran jika mereka menggunakan kata ‘you’ (kalian, berarti saya termasuk) dan bukan ‘they’ (mereka, berarti saya tidak termasuk) saat bertanya. Tolong jangan nyeletuk,”Kita bangsa yang ramah,sih”, tentu kita tahu bahwa dalam konteks ini celetukan tersebut adalah komentar yang amat bodoh.
Hasil pengamatan di atas membuat saya langsung bisa paham ketika banyak orang (termasuk saya, walau hanya dua hari) senang mengolok-olok AL dan mengerti mengapa saya dianggap sebagai mahkluk yang terlalu serius,”Serius amat sih lo, ini ‘kan cuma iseng, buat fun aja. Lagian itung-itung pendidikan buat anak”, begitu komentar beberapa teman. Hmmm….Menarik.
Jika AL adalah anda sendiri, adik/kakak anda, anak anda atau orang tua anda dan saya mendownload video tersebut serta mengolok-olok dan memforward gambar terkait ke mana-mana, apakah anda akan menghampiri saya dan dengan manis menyapa,”Lagi download ya, lagi nyela-nyela, ya ? Lo memang humoris, asikkk deh main sama lo. Eh, videonya buat bahan ngajar ya?? Lo memang guru dan nyokap yang `cerdas. Makasih ya, udah ngedownload. Nyokap gue sama selingkuhannya hot banget, ya ? Asoy geboy ‘kan emak gue…Siapa dulu dong anaknya,hue…he….he…Anak gue juga begituan lho sama pacarnya, dari mulai pacar pertama sampe ketigapuluhdua ! Hebat kan, siapa dulu dong nyokapnya, ha..ha..ha…Mau liat ? Nanti deh gue curi, dijamin bagus buat pendidikan murid-murid sama anak lo!”
Teman, apakah komentar tersebut yang akan keluar dari mulut anda? Mari kita sadari bersama-sama bahwa sesungguhnya AL adalah juga seorang ‘anda’, seorang ‘adik/kakak’, seorang ‘anak’ dan seorang ‘orang tua’ dari seseorang di luar sana.
Pertanyaan lain adalah, pendidikan macam apa yang hendak kita sampaikan kepada anak kita dari sebuah kegiatan membuka aib orang lain,memperolok mereka dan menonton video porno ? Bagaimana kita bisa membedakan produk Nike yang asli dari yang palsu ? Dengan cara mengetahui ciri Nike yang asli. Mengapa guru TK mengajar muridnya cara menulis huruf A yang benar, bukan huruf A yang salah ? Mengapa pelatih bola mengajar anak didiknya untuk menendang bola dengan benar, bukan dengan salah ?Dengan cara bagaimana sesungguhnya kita mendidik anak? Saya yakin, dengan cara memberitahu mereka apa yang benar, bukan apa yang salah. Kita bisa menyebut sesuatu salah karena tahu apa yang benar namun jika tidak tahu apa yang benar, bagaimana kita bisa menyebut bahwa sesuatu itu salah ???!!
Pendidikan seks seyogyanya disampaikan dengan menggunakan materi yang benar, dalam suasana cair, bersahabat, diselingi humor di kala memungkinkan, kemampuan komunikasi yang baik dan istilah-istilah yang tepat. Aktivitas mendownload video porno dan membahasnya sambil cekikikan di BBM atau milis-milis sama sekali tak memancarkan aroma edukatif. Kegiatan ini jelas melanggar peraturan pertama yang dikeluarkan Computer Ethics Institute di Amerika, yaitu ‘Tidak menggunakan internet untuk melukai orang lain’.Kegiatan yang terkesan ringan dan iseng ini jika dicermati sebenarnya berlangsung dengan agresivitas tingkat tinggi dan bersifat destruktif. Dunia maya membuka pintu teramat lebar bagi kita untuk melucuti harga diri dan membuka aib orang lain, untuk melakukan provokasi serta aktivitas pengrusakan, dengan jauh lebih leluasa daripada physical bullying yang dilakukan anak sekolah atau anggota gank di jalan-jalan sepi. Konsekuensi dari lapangnya ruang bagi pengguna internet untuk bisa bersikap buas tanpa perlu menunjukkan identitas, membuat kontrol diri sulit dilakukan sehingga luka yang timbul pada diri korban bisa teramat dalam .
Bagaimanapun, dunia adalah sekolah berukuran mega. Sebuah skandal sekalipun bisa memberi kita banyak pelajaran berharga jika kita pandai memanfaatkannya. Oleh karena itulah saya setuju jika ada orang yang ingin terus mencermati perkembangan kasus ini sejauh niat yang mendasarinya adalah baik. Skandal AL bisa membuka kesempatan bagi kita untuk menimba ilmu tentang efek penyalahgunaan teknologi, tindakan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau Menkominfo, etika pemberitaan, tips dan trik menghadapi pornografi (karena tak mungkin kita menghindarinya, bukan?), dll.
Ngomong-ngomong, saya berulang kali lho bicara tentang seks di kelas. Karena saya bukan guru Biologi, maka saya lebih sering membahasnya dari segi moralitas, bukan biologis. Bagaimanapun, tetap ada saat-saat yang mengharuskan saya menggunakan istilah-istilah anatomis-biologis dan saya menggunakan terminologi tersebut dengan lantang:Penis, vagina, buah dada, misalnya. Ketika seorang murid berbisik malu-malu saat mengucapkannya, saya memintanya untuk mengulangi dengan keras. Saya jelaskan bahwa tak ada yang salah dengan buah dada, penis atau vagina, ulah manusialah yang membuat seks menjadi memalukan dan tabu. “Kalian munafik, di kelas nyebut istilah kayak gitu malu-malu padahal ini settingnya ‘kan akademik. Coba kalo settingnya pornografis, demen deh…..”, begitu saya mengomentari sikap mereka yang (sok) malu-malu itu. Saya juga katakan bahwa jika mereka tidak tertarik seks, sebaiknya mereka pergi ke psikolog karena itu pertanda bahwa mereka tidak normal. Jadi, jangan salah kira, tulisan ini tidak dibuat dengan semangat anti seks namun dengan spirit untuk meletakkan seks, dan sesama, di tempat yang layak.
***
Seperti AL, kita semua (ya betul,SEMUA, anda tak salah baca….berarti anda termasuk) punya aib yang hendak kita sembunyikan serapat mungkin. Saat ada yang mencoba untuk membukanya, kita spontan akan malu kemudian marah. Reaksi yang amat wajar. Oleh karena itulah ketika kita menerobos masuk ke wilayah privat kehidupan orang lain dan menganggapnya hanya sebagai lelucon, kita harus menyebutnya dengan tegas sebagai sebuah ketidakwajaran. Bagaimanapun, sesungguhnya banyak di antara kita yang tahu bahwa melesak masuk ke dalam area pribadi orang lain adalah lebih dari sebuah ketidakwajaran, ini adalah sebuah pelanggaran norma. Buktinya mudah: Ribuan orang membela Luna saat ia mengutuk wartawan infotainment di Twitter.
Kita terkenal sebagai bangsa yang ramah oleh karenanya amat ironis bahwa entri ‘run amock’ (amuk massa) di dalam kamus dipopulerkan, beberapa sumber bahkan dengan lugas mengatakan ‘disumbangkan’, oleh negeri ini. Kita protes saat negara lain melecehkan Indonesia, namun adakah yang telah kita perbuat agar kita berhenti direndahkan? Apa sumbangan kita selain membuat Indonesia tercatat sebagai negara pengakses pornografi tertinggi di bumi dan kontributor sepotong kata sarat murka di kamus ? Ayo teman….Together we are millions !
Kita punya potensi santun dan kreativitas yang hanya bisa dibatasi langit, kita juga diberkati dengan kepiawaian untuk bernalar. Kita pasti bisa mencari cara untuk bergembira tanpa perlu menerabas wilayah pribadi sesama. Kita jelas mampu mendapat jalan untuk bisa bersenang-senang tanpa membuka aib orang lain. Mari kita jadikan kasus video porno ini sebagai ajang uji kesantunan dan kreativitas, bukan pendidikan seks atau lelucon. Apapun agama kita, pasti kita bisa menemukan minimal satu ayat dalam kitab yang mewajibkan kita untuk menghormati sesama. Dari etnis manapun kita berasal, pasti ada budaya untuk memperlakukan sesama dengan layak.
Kita sudah terlalu sering tertawa di atas aib orang lain. Karena hidup adalah sebuah seni, mari kini kita tantang kreativitas kita: Mampukah kita menemukan cara yang santun untuk bisa merasa bahagia?
Thursday, June 17, 2010 at 5:25pm
Pertanyaan ini dilontarkan sekitar 7 tahun yang lalu dan saya saat itu langsung melakukan observasi. Penemuan sepanjang pengamatan menampar saya (mudah-mudahan menampar anda juga…) dengan keras:Ya, betul. Kita kerap bercerita tentang jatuhnya teman di tangga sambil cengengesan, berkisah tentang saudara yang kecopetan sambil cengar-cengir, bertutur tentang kawan yang dimaki bos sambil terbahak. Parahnya, saya termasuk golongan menyedihkan ini jadi tak heran jika mereka menggunakan kata ‘you’ (kalian, berarti saya termasuk) dan bukan ‘they’ (mereka, berarti saya tidak termasuk) saat bertanya. Tolong jangan nyeletuk,”Kita bangsa yang ramah,sih”, tentu kita tahu bahwa dalam konteks ini celetukan tersebut adalah komentar yang amat bodoh.
Hasil pengamatan di atas membuat saya langsung bisa paham ketika banyak orang (termasuk saya, walau hanya dua hari) senang mengolok-olok AL dan mengerti mengapa saya dianggap sebagai mahkluk yang terlalu serius,”Serius amat sih lo, ini ‘kan cuma iseng, buat fun aja. Lagian itung-itung pendidikan buat anak”, begitu komentar beberapa teman. Hmmm….Menarik.
Jika AL adalah anda sendiri, adik/kakak anda, anak anda atau orang tua anda dan saya mendownload video tersebut serta mengolok-olok dan memforward gambar terkait ke mana-mana, apakah anda akan menghampiri saya dan dengan manis menyapa,”Lagi download ya, lagi nyela-nyela, ya ? Lo memang humoris, asikkk deh main sama lo. Eh, videonya buat bahan ngajar ya?? Lo memang guru dan nyokap yang `cerdas. Makasih ya, udah ngedownload. Nyokap gue sama selingkuhannya hot banget, ya ? Asoy geboy ‘kan emak gue…Siapa dulu dong anaknya,hue…he….he…Anak gue juga begituan lho sama pacarnya, dari mulai pacar pertama sampe ketigapuluhdua ! Hebat kan, siapa dulu dong nyokapnya, ha..ha..ha…Mau liat ? Nanti deh gue curi, dijamin bagus buat pendidikan murid-murid sama anak lo!”
Teman, apakah komentar tersebut yang akan keluar dari mulut anda? Mari kita sadari bersama-sama bahwa sesungguhnya AL adalah juga seorang ‘anda’, seorang ‘adik/kakak’, seorang ‘anak’ dan seorang ‘orang tua’ dari seseorang di luar sana.
Pertanyaan lain adalah, pendidikan macam apa yang hendak kita sampaikan kepada anak kita dari sebuah kegiatan membuka aib orang lain,memperolok mereka dan menonton video porno ? Bagaimana kita bisa membedakan produk Nike yang asli dari yang palsu ? Dengan cara mengetahui ciri Nike yang asli. Mengapa guru TK mengajar muridnya cara menulis huruf A yang benar, bukan huruf A yang salah ? Mengapa pelatih bola mengajar anak didiknya untuk menendang bola dengan benar, bukan dengan salah ?Dengan cara bagaimana sesungguhnya kita mendidik anak? Saya yakin, dengan cara memberitahu mereka apa yang benar, bukan apa yang salah. Kita bisa menyebut sesuatu salah karena tahu apa yang benar namun jika tidak tahu apa yang benar, bagaimana kita bisa menyebut bahwa sesuatu itu salah ???!!
Pendidikan seks seyogyanya disampaikan dengan menggunakan materi yang benar, dalam suasana cair, bersahabat, diselingi humor di kala memungkinkan, kemampuan komunikasi yang baik dan istilah-istilah yang tepat. Aktivitas mendownload video porno dan membahasnya sambil cekikikan di BBM atau milis-milis sama sekali tak memancarkan aroma edukatif. Kegiatan ini jelas melanggar peraturan pertama yang dikeluarkan Computer Ethics Institute di Amerika, yaitu ‘Tidak menggunakan internet untuk melukai orang lain’.Kegiatan yang terkesan ringan dan iseng ini jika dicermati sebenarnya berlangsung dengan agresivitas tingkat tinggi dan bersifat destruktif. Dunia maya membuka pintu teramat lebar bagi kita untuk melucuti harga diri dan membuka aib orang lain, untuk melakukan provokasi serta aktivitas pengrusakan, dengan jauh lebih leluasa daripada physical bullying yang dilakukan anak sekolah atau anggota gank di jalan-jalan sepi. Konsekuensi dari lapangnya ruang bagi pengguna internet untuk bisa bersikap buas tanpa perlu menunjukkan identitas, membuat kontrol diri sulit dilakukan sehingga luka yang timbul pada diri korban bisa teramat dalam .
Bagaimanapun, dunia adalah sekolah berukuran mega. Sebuah skandal sekalipun bisa memberi kita banyak pelajaran berharga jika kita pandai memanfaatkannya. Oleh karena itulah saya setuju jika ada orang yang ingin terus mencermati perkembangan kasus ini sejauh niat yang mendasarinya adalah baik. Skandal AL bisa membuka kesempatan bagi kita untuk menimba ilmu tentang efek penyalahgunaan teknologi, tindakan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau Menkominfo, etika pemberitaan, tips dan trik menghadapi pornografi (karena tak mungkin kita menghindarinya, bukan?), dll.
Ngomong-ngomong, saya berulang kali lho bicara tentang seks di kelas. Karena saya bukan guru Biologi, maka saya lebih sering membahasnya dari segi moralitas, bukan biologis. Bagaimanapun, tetap ada saat-saat yang mengharuskan saya menggunakan istilah-istilah anatomis-biologis dan saya menggunakan terminologi tersebut dengan lantang:Penis, vagina, buah dada, misalnya. Ketika seorang murid berbisik malu-malu saat mengucapkannya, saya memintanya untuk mengulangi dengan keras. Saya jelaskan bahwa tak ada yang salah dengan buah dada, penis atau vagina, ulah manusialah yang membuat seks menjadi memalukan dan tabu. “Kalian munafik, di kelas nyebut istilah kayak gitu malu-malu padahal ini settingnya ‘kan akademik. Coba kalo settingnya pornografis, demen deh…..”, begitu saya mengomentari sikap mereka yang (sok) malu-malu itu. Saya juga katakan bahwa jika mereka tidak tertarik seks, sebaiknya mereka pergi ke psikolog karena itu pertanda bahwa mereka tidak normal. Jadi, jangan salah kira, tulisan ini tidak dibuat dengan semangat anti seks namun dengan spirit untuk meletakkan seks, dan sesama, di tempat yang layak.
***
Seperti AL, kita semua (ya betul,SEMUA, anda tak salah baca….berarti anda termasuk) punya aib yang hendak kita sembunyikan serapat mungkin. Saat ada yang mencoba untuk membukanya, kita spontan akan malu kemudian marah. Reaksi yang amat wajar. Oleh karena itulah ketika kita menerobos masuk ke wilayah privat kehidupan orang lain dan menganggapnya hanya sebagai lelucon, kita harus menyebutnya dengan tegas sebagai sebuah ketidakwajaran. Bagaimanapun, sesungguhnya banyak di antara kita yang tahu bahwa melesak masuk ke dalam area pribadi orang lain adalah lebih dari sebuah ketidakwajaran, ini adalah sebuah pelanggaran norma. Buktinya mudah: Ribuan orang membela Luna saat ia mengutuk wartawan infotainment di Twitter.
Kita terkenal sebagai bangsa yang ramah oleh karenanya amat ironis bahwa entri ‘run amock’ (amuk massa) di dalam kamus dipopulerkan, beberapa sumber bahkan dengan lugas mengatakan ‘disumbangkan’, oleh negeri ini. Kita protes saat negara lain melecehkan Indonesia, namun adakah yang telah kita perbuat agar kita berhenti direndahkan? Apa sumbangan kita selain membuat Indonesia tercatat sebagai negara pengakses pornografi tertinggi di bumi dan kontributor sepotong kata sarat murka di kamus ? Ayo teman….Together we are millions !
Kita punya potensi santun dan kreativitas yang hanya bisa dibatasi langit, kita juga diberkati dengan kepiawaian untuk bernalar. Kita pasti bisa mencari cara untuk bergembira tanpa perlu menerabas wilayah pribadi sesama. Kita jelas mampu mendapat jalan untuk bisa bersenang-senang tanpa membuka aib orang lain. Mari kita jadikan kasus video porno ini sebagai ajang uji kesantunan dan kreativitas, bukan pendidikan seks atau lelucon. Apapun agama kita, pasti kita bisa menemukan minimal satu ayat dalam kitab yang mewajibkan kita untuk menghormati sesama. Dari etnis manapun kita berasal, pasti ada budaya untuk memperlakukan sesama dengan layak.
Kita sudah terlalu sering tertawa di atas aib orang lain. Karena hidup adalah sebuah seni, mari kini kita tantang kreativitas kita: Mampukah kita menemukan cara yang santun untuk bisa merasa bahagia?
Thursday, June 17, 2010 at 5:25pm