Kenapa Saya Berjemaat di Gereja Kharismatik ?
Dibuat untuk merespons pertanyaan dan tulisan seeorang yag anti kharismatik dann menganggap kharismatik itu dari setan.
Kenapa ke gereja Kharismatik? Saya jelaskan alasan-alasannya dengan semangat untuk berbagi info tentang hal-hal apa yang membuat gereja kharismatik cocok untuk orang kayak saya, BUKAN dengan semangat untuk membanding-bandingkan atau merasa paling benar. Saya bukan penganut aliran Kristen (kalo aliran kayak gini ada…) yang rajin ngatain jemaat gereja lain sesat. Disclaimer: Pengetahuan saya tentang teologi sangat minim.
OK, mulai….Kenapa saya ke gereja kharismatik?
A sakit kanker dan lebih senang dinasehati survivor/mantan pasien kanker daripada dinasehati dokter karena survivor pernah mengalami nasib serupa sehingga nasehat-nasehat mereka membumi. Ini beda dengan penjelasan dokter yang walaupun benar tapi bahasanya canggih dan butuh semedi di depan kamus istilah kedokteran untuk bisa memahaminya.
A itu saya. Mantan pasien kanker adalah pengkhotbah di gereja kharismatik dan dokter adalah pengkhotbah di gereja non-kharismatik. Artinya? Saya ke gereja kharismatik karena (1a) di sana yang khotbah nggak melulu orang teologi. Khotbah mereka membumi karena mereka praktisi. Pengkhotbah sering menghubungkan isi khotbah dengan pengalaman hidup mereka. I can relate to their stories.
Alasan lain kenapa saya ke situ adalah karena (2) gereja ini terbuka bagi orang dari semua kalangan. Mereka tidak menganggap yang pantas ada di mimbar hanya orang dengan latar belakang teologi. Saya nggak anti teologi, hanya sekedar kurang cerdas untuk bisa mencernanya setiap minggu dalam sebuah ibadah.
Contoh lain dari keterbukaan gereja kharismatik adalah sering ngundang artis. Banyak gereja nggak mau ngundang artis karena artis ‘nggak rohaniah’ dan gereja nggak mau dianggap menarik jemaat dengan menggunakan artis. Ini lho…Ada orang-orang yang dicap hobi kawin-cerai lalu mereka ke gereja. Mereka kalo nyanyi ada dari awal kebaktian lho, bukan cuma muncul pas jam mereka menyanyi. Mereka dengerin khotbah, dengerin pengumuman. Tuhan berdiam di mana-mana termasuk di gereja. Sebagai Tuan rumah, bisa aja Dia mikir,”Eh, nanti Saya undang lagi, ahhh..” Trus itu artis akhirnya hidupnya menjadi (lebih) baik…Bisa aja ‘kan ?
Serba salah memang jadi artis. Nggak tertarik hal-hal spiritual dikatain,”Dasar artis, dugem melulu.” Yang nyebelin, yang ngomong begitu nggak mau merangkul mereka. Nanti kalo artisnya jadi bandar atau terlibat penipuan, setan deh disalahin. Reseh, bukan?
BTW, tau darimana sih yang bukan artis lebih bagus daripada artis? Asmirandah mau kesaksian dan terima ancaman bom. Dia disuruh pulang oleh pendeta-pendeta tapi dia nggak mau. Kita bisa debat 2 hari 2 malam tentang apakah Asmirandah berani atau ngawur namun jawaban atas pertanyaan ini bisa diberikan hanya dalam 5 detik: Yang lebih besar belas kasihannya kepada jiwa-jiwa yang terhilang, Asmirandah atau para pendeta yang nyuruh dia pulang ?
Kata Alkitab, Tuhan lihat hati dan manusia lihat rupa. Ya wajar sih kalo artis ditolak gereja, lha wong manusia memang kecenderungannya melihat rupa.
Hal lain yang bikin saya ke gereja kharismatik adalah karena (3) mereka mengakomodir minat dan bakat jemaat. Mereka yang demen main drum, bas gitar, dan demen modern dance, pada dapat tempat di sini. Gereja membuka diri terhadap seni dan dunia kreatif.
Maksudnya begini, lho: Joget di diskotik dibilang bejad, joget di gereja dibilang sesat, jadinya mestinya gimana nih? Orang Kristen cuma boleh bawain tari Pendet sama Saman? Serius, lu??!! Mestikah kita datang ke hadapanNya dan menanggalkan minat plus bakat kita? Bukankah Dia juga campur tangan dalam pembentukan minat dan bakat itu? Haruskah bassist, modern dancer dan rapper memprotes Tuhan karena Ia telah ‘membuat’ mereka tertarik pada seni? Yang ‘kristiani’ tuh minat pada apa? Pada lagu Gregorian dan balet klasik ?
Jika ya, terus saya mesti ke mana nih? Saya kalo ngantuk, dengerin David Garrett, Queen dan Nirvana. Dulu tergila-gila Michael Jackson. Ringtone pernah pake lagunya Metallica. Gue biasa dengerin Hillsong dan Sidney Mohede tapi kata sebagian orang ‘gereja lama’, mereka sesat ? Kalo denger musik klasik, gue langsung molor. Kalo disuruh nyanyiin lagu ‘gereja lama’, lagunya susah. Jadi gue mesti gimana, pindah agama?
Gue suka bingung sama gereja. Rempong banget menuntut kita untuk tampil rohaniah. Nggak heran para bandit pada tampil sok religius.
Saat calon artis rela jual diri ke bos production house agar lolos casting dan ketika ada penyanyi mendadak kaya lalu kawin lagi, gereja meratap,”Itu karena manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.” Bah ! Itu juga terjadi karena gereja hanya mau main aman dan males mikirin missi. Itu juga terjadi karena gereja menganaktirikan seni. Dunia kreatif itu penuh dosa, nggak rohaniah, sesat. Artis cuma mau pamer, nggak layak kasih kesaksian. Bahaya. *TepukJidat*
Di gereja-gereja kharismatik yang dananya gede, itu ABG-ABG dikasih wadah. Mereka demen ngedance, suka ngerap atau hobi drum. Kalo dikirim ke grup di luar sana,’kan potensi bahayanya besar. Lebih baik dipersiapkan dulu di gereja. Biarkan mereka dikelilingi orang-orang dewasa yang saat dijadiin tempat curhat, hampir nggak mungkin bilang,“Udahlah…Lu silet-silet aja lengan lo”. Setelah ditempa di gereja, kalo kira-kira udah tahan godaan, baru dipaksa keluar untuk jadi garam. Garam baru berfungsi kalo dituang ke mie goreng atau ikan bakar. Kalo cuma ngumpul dengan sesama garam, kata temen gue, lama-lama hipertensi.
Gue juga senang ke gereja kharismatik karena (3) sesuai dengan tipe gue. Saya belajar dengan cara verbal-visual. Gereja kharismatik ada drama, musik, video, saat khotbah suka pake analogi yang melibatkan panca indra (Saya melihat…Tuhan memanggil…Dia merasa…dll). Terkadang bahkan pendeta bawa alat peraga ke mimbar agar khotbah tambah jelas. Gereja non kharismatik cocok untuk mereka yang tipe belajarnya verbal.
Dari sekian alasan, yang paling mendasar mungkin ini: (4) Gereja ini mengajarkan gue untuk jadi an honest sinner, not a lying hypocrite. Di kebaktian kharismatik, hal berikut adalah pemandangan biasa: Orang berdiri di mimbar depan dan bercerita bahwa dia adalah pelaku KDRT, dulu pernah kecanduan pornografi, sempat konsumsi narkoba, dll.
(5) Di sini gue belajar untuk jadi lebih baik. Mungkin gue lebih kecil dibandingin kutu rambut elu tapi dibandingin gue yang dulu, kemajuannya banyak. Perjalanan hidup gue lebih tertata. Problem hidup tambah banyak tapi gue bisa memetik hikmahnya, bukannya kelimpungan nggak jelas kayak ABG baru belajar susah. Gue jadi tahu bahwa semua hal yang baik berasal dari Dia dan untuk Dia. Gue jadi tau bahwa kematian cuma transit untuk menuju destinasi terakhir yang sifatnya kekal. Di atas segalanya, gue belajar bahwa Dia ternyata nggak keberatan pake sampah kayak gue untuk bikin dunia jadi tempat yang lebih baik…
…and that makes me feel sincerely loved and genuinely accepted.
Perkara gereja kharismatik suka aneh, emang iya. Khotbahnya ada yang error, ada pendeta yang suka pamer harta, nipu soal kesembuhan, gereja kaya pada boros banget kalo ngedekor gedung, dll. Pada akhirnya memang nggak ada gereja yang sempurna. Dan kalo ada, begitu gue masuk, langsung gereja itu jadi nggak sempurna.
Begini lho…Jemaat itu ‘kan punya preferensi-preferensi: Punya selera masing-masing tentang musik, tipe belajar, dll. Profesi, selera, dan latar belakang hidup juga pada beda-beda. Pilihan orang tentang gereja dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya personal. No church fits all. Dan sekali lagi, nggak ada gereja yang sempurna dan kalo ada, begitu gue masuk, langsung gereja itu jadi nggak sempurna.
Dan karena gereja kharismatik jelas banget nggak sempurna, banyak orang (yang merasa) suci tak segan-segan menuding kami sesat.
Anda salah satunya.
Saya hargai semangat Anda untuk mennunjukkan berbagai hal (yang Anda anggap) sesat yang ada di tempat saya tapi menulis artikel dengan kata-kata sangat kasar tak akan membawa orang-orang (yang menurut Anda) sesat menemukan jalan yang benar. Tak ada jiwa-jiwa yang bisa dimenangkan lewat tulisan sarkastis yang memancarkan rasa marah dan kebencian.
Menulislah dengan penuh kasih dan doakan kami. Sisanya serahkan pada Tuhan Yesus, yang akan menuntun Anda untuk menulis dengan kasih bukan dengan arogansi…Dia juga akan membantu Anda untuk menulis dengan kecerdasan, bukan dengan kepahitan.
Saya tunggu, ya. Tentu tak apa-apa kalau Anda membalas tulisan ini tapi yang saya tunggu bukan tulisan Anda.
Doa-doa Anda yang saya tunggu.
30/8/2017
Meicky Shoreamanis Panggabean
www.gurudanpenulis.com
OK, mulai….Kenapa saya ke gereja kharismatik?
A sakit kanker dan lebih senang dinasehati survivor/mantan pasien kanker daripada dinasehati dokter karena survivor pernah mengalami nasib serupa sehingga nasehat-nasehat mereka membumi. Ini beda dengan penjelasan dokter yang walaupun benar tapi bahasanya canggih dan butuh semedi di depan kamus istilah kedokteran untuk bisa memahaminya.
A itu saya. Mantan pasien kanker adalah pengkhotbah di gereja kharismatik dan dokter adalah pengkhotbah di gereja non-kharismatik. Artinya? Saya ke gereja kharismatik karena (1a) di sana yang khotbah nggak melulu orang teologi. Khotbah mereka membumi karena mereka praktisi. Pengkhotbah sering menghubungkan isi khotbah dengan pengalaman hidup mereka. I can relate to their stories.
Alasan lain kenapa saya ke situ adalah karena (2) gereja ini terbuka bagi orang dari semua kalangan. Mereka tidak menganggap yang pantas ada di mimbar hanya orang dengan latar belakang teologi. Saya nggak anti teologi, hanya sekedar kurang cerdas untuk bisa mencernanya setiap minggu dalam sebuah ibadah.
Contoh lain dari keterbukaan gereja kharismatik adalah sering ngundang artis. Banyak gereja nggak mau ngundang artis karena artis ‘nggak rohaniah’ dan gereja nggak mau dianggap menarik jemaat dengan menggunakan artis. Ini lho…Ada orang-orang yang dicap hobi kawin-cerai lalu mereka ke gereja. Mereka kalo nyanyi ada dari awal kebaktian lho, bukan cuma muncul pas jam mereka menyanyi. Mereka dengerin khotbah, dengerin pengumuman. Tuhan berdiam di mana-mana termasuk di gereja. Sebagai Tuan rumah, bisa aja Dia mikir,”Eh, nanti Saya undang lagi, ahhh..” Trus itu artis akhirnya hidupnya menjadi (lebih) baik…Bisa aja ‘kan ?
Serba salah memang jadi artis. Nggak tertarik hal-hal spiritual dikatain,”Dasar artis, dugem melulu.” Yang nyebelin, yang ngomong begitu nggak mau merangkul mereka. Nanti kalo artisnya jadi bandar atau terlibat penipuan, setan deh disalahin. Reseh, bukan?
BTW, tau darimana sih yang bukan artis lebih bagus daripada artis? Asmirandah mau kesaksian dan terima ancaman bom. Dia disuruh pulang oleh pendeta-pendeta tapi dia nggak mau. Kita bisa debat 2 hari 2 malam tentang apakah Asmirandah berani atau ngawur namun jawaban atas pertanyaan ini bisa diberikan hanya dalam 5 detik: Yang lebih besar belas kasihannya kepada jiwa-jiwa yang terhilang, Asmirandah atau para pendeta yang nyuruh dia pulang ?
Kata Alkitab, Tuhan lihat hati dan manusia lihat rupa. Ya wajar sih kalo artis ditolak gereja, lha wong manusia memang kecenderungannya melihat rupa.
Hal lain yang bikin saya ke gereja kharismatik adalah karena (3) mereka mengakomodir minat dan bakat jemaat. Mereka yang demen main drum, bas gitar, dan demen modern dance, pada dapat tempat di sini. Gereja membuka diri terhadap seni dan dunia kreatif.
Maksudnya begini, lho: Joget di diskotik dibilang bejad, joget di gereja dibilang sesat, jadinya mestinya gimana nih? Orang Kristen cuma boleh bawain tari Pendet sama Saman? Serius, lu??!! Mestikah kita datang ke hadapanNya dan menanggalkan minat plus bakat kita? Bukankah Dia juga campur tangan dalam pembentukan minat dan bakat itu? Haruskah bassist, modern dancer dan rapper memprotes Tuhan karena Ia telah ‘membuat’ mereka tertarik pada seni? Yang ‘kristiani’ tuh minat pada apa? Pada lagu Gregorian dan balet klasik ?
Jika ya, terus saya mesti ke mana nih? Saya kalo ngantuk, dengerin David Garrett, Queen dan Nirvana. Dulu tergila-gila Michael Jackson. Ringtone pernah pake lagunya Metallica. Gue biasa dengerin Hillsong dan Sidney Mohede tapi kata sebagian orang ‘gereja lama’, mereka sesat ? Kalo denger musik klasik, gue langsung molor. Kalo disuruh nyanyiin lagu ‘gereja lama’, lagunya susah. Jadi gue mesti gimana, pindah agama?
Gue suka bingung sama gereja. Rempong banget menuntut kita untuk tampil rohaniah. Nggak heran para bandit pada tampil sok religius.
Saat calon artis rela jual diri ke bos production house agar lolos casting dan ketika ada penyanyi mendadak kaya lalu kawin lagi, gereja meratap,”Itu karena manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.” Bah ! Itu juga terjadi karena gereja hanya mau main aman dan males mikirin missi. Itu juga terjadi karena gereja menganaktirikan seni. Dunia kreatif itu penuh dosa, nggak rohaniah, sesat. Artis cuma mau pamer, nggak layak kasih kesaksian. Bahaya. *TepukJidat*
Di gereja-gereja kharismatik yang dananya gede, itu ABG-ABG dikasih wadah. Mereka demen ngedance, suka ngerap atau hobi drum. Kalo dikirim ke grup di luar sana,’kan potensi bahayanya besar. Lebih baik dipersiapkan dulu di gereja. Biarkan mereka dikelilingi orang-orang dewasa yang saat dijadiin tempat curhat, hampir nggak mungkin bilang,“Udahlah…Lu silet-silet aja lengan lo”. Setelah ditempa di gereja, kalo kira-kira udah tahan godaan, baru dipaksa keluar untuk jadi garam. Garam baru berfungsi kalo dituang ke mie goreng atau ikan bakar. Kalo cuma ngumpul dengan sesama garam, kata temen gue, lama-lama hipertensi.
Gue juga senang ke gereja kharismatik karena (3) sesuai dengan tipe gue. Saya belajar dengan cara verbal-visual. Gereja kharismatik ada drama, musik, video, saat khotbah suka pake analogi yang melibatkan panca indra (Saya melihat…Tuhan memanggil…Dia merasa…dll). Terkadang bahkan pendeta bawa alat peraga ke mimbar agar khotbah tambah jelas. Gereja non kharismatik cocok untuk mereka yang tipe belajarnya verbal.
Dari sekian alasan, yang paling mendasar mungkin ini: (4) Gereja ini mengajarkan gue untuk jadi an honest sinner, not a lying hypocrite. Di kebaktian kharismatik, hal berikut adalah pemandangan biasa: Orang berdiri di mimbar depan dan bercerita bahwa dia adalah pelaku KDRT, dulu pernah kecanduan pornografi, sempat konsumsi narkoba, dll.
(5) Di sini gue belajar untuk jadi lebih baik. Mungkin gue lebih kecil dibandingin kutu rambut elu tapi dibandingin gue yang dulu, kemajuannya banyak. Perjalanan hidup gue lebih tertata. Problem hidup tambah banyak tapi gue bisa memetik hikmahnya, bukannya kelimpungan nggak jelas kayak ABG baru belajar susah. Gue jadi tahu bahwa semua hal yang baik berasal dari Dia dan untuk Dia. Gue jadi tau bahwa kematian cuma transit untuk menuju destinasi terakhir yang sifatnya kekal. Di atas segalanya, gue belajar bahwa Dia ternyata nggak keberatan pake sampah kayak gue untuk bikin dunia jadi tempat yang lebih baik…
…and that makes me feel sincerely loved and genuinely accepted.
Perkara gereja kharismatik suka aneh, emang iya. Khotbahnya ada yang error, ada pendeta yang suka pamer harta, nipu soal kesembuhan, gereja kaya pada boros banget kalo ngedekor gedung, dll. Pada akhirnya memang nggak ada gereja yang sempurna. Dan kalo ada, begitu gue masuk, langsung gereja itu jadi nggak sempurna.
Begini lho…Jemaat itu ‘kan punya preferensi-preferensi: Punya selera masing-masing tentang musik, tipe belajar, dll. Profesi, selera, dan latar belakang hidup juga pada beda-beda. Pilihan orang tentang gereja dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya personal. No church fits all. Dan sekali lagi, nggak ada gereja yang sempurna dan kalo ada, begitu gue masuk, langsung gereja itu jadi nggak sempurna.
Dan karena gereja kharismatik jelas banget nggak sempurna, banyak orang (yang merasa) suci tak segan-segan menuding kami sesat.
Anda salah satunya.
Saya hargai semangat Anda untuk mennunjukkan berbagai hal (yang Anda anggap) sesat yang ada di tempat saya tapi menulis artikel dengan kata-kata sangat kasar tak akan membawa orang-orang (yang menurut Anda) sesat menemukan jalan yang benar. Tak ada jiwa-jiwa yang bisa dimenangkan lewat tulisan sarkastis yang memancarkan rasa marah dan kebencian.
Menulislah dengan penuh kasih dan doakan kami. Sisanya serahkan pada Tuhan Yesus, yang akan menuntun Anda untuk menulis dengan kasih bukan dengan arogansi…Dia juga akan membantu Anda untuk menulis dengan kecerdasan, bukan dengan kepahitan.
Saya tunggu, ya. Tentu tak apa-apa kalau Anda membalas tulisan ini tapi yang saya tunggu bukan tulisan Anda.
Doa-doa Anda yang saya tunggu.
30/8/2017
Meicky Shoreamanis Panggabean
www.gurudanpenulis.com