Mengapa Hanya Punya Satu Anak:
Takut Miskin Atau Egois?
Saya hanya ingin punya satu anak dan untuk saya, itu 100% urusan saya. Pikiran saya mulai terbuka saat saya ditanya orang,”Baru satu anaknya? Kapan nambah lagi?” lantas saya memberi jawaban jujur,”Ngga mau nambah, satu saja”, dan si penanya lalu terlihat kaget dan lantas bicara panjang lebar tentang betapa buruknya punya anak hanya satu.
Saya berterima kasih atas komentar dan masukan tersebut, bagi saya itu adalah bentuk kepedulian. Namun bagaimanapun, tentu saja peduli dan ikut campur ada batasannya, mirip kulit telur rasanya: Sangat tipis, namun terlihat dan yang lebih jelas lagi: Bisa dirasa. Beberapa orang bicara dengan baik-baik namun lebih banyak yang berkomentar dengan nada seorang atasan yang memarahi bawahan karena anak buahnya sudah 7 bulan tidak mencapai target, lengkap dengan nuansa menghakimi yang kuat.
***
Semakin lama, kian bertambah pasangan yang memiliki hanya satu anak. Saya ngobrol dengan teman saya yang berstatus ibu-ibu dan baca sedikit-sedikit beberapa artikel. Berikut adalah rangkumannya yang saya gabung dengan pendapat pribadi.
Mengapa orang-orang hanya ingin punya anak satu:
a. Mereka BUTUH waktu untuk diri mereka sendiri. Jika waktu tersebut tak ada atau sangat kurang, mereka akan stres dan efeknya menjalar ke suami dan anak. Saya setuju, saya punya banyak teman perempuan yang anaknya banyak. Mereka mengasihi anak mereka dengan seluruh nafas, namun apa mereka bahagia ? A ha...Mencintai anak adalah satu hal, bahagia adalah hal lain. Mereka stres karena terjebak rutinitas hidup.
Semua orang, termasuk ibu-ibu, butuh ‘me time’ yaitu waktu untuk diri sendiri. Ini bukan pertanda egois melainkan wujud nyata dari kelemahan kita semua bagi manusia: Fisik dan mental kita amat terbatas. Istirahat sejenak akan memulihkan rasa letih dan mengembalikan kita ke stamina awal yang memungkinkan kita untuk menjalani hidup dengan variatif dan produktif.
Tentu ada yang punya anak banyak dan bahagia. Itu sangat bagus dan marilah kita semua turut berbahagia denga mereka. Namun, bukan berarti semua pasangan harus punya anak lebih dari satu mengingat tiap orang punya ukuran kebahagiaan yang berlainan.
b. Kondisi kesehatan/biologis tidak memungkinkan si ibu untuk hamil lagi ?Ini sih alasan mengapa orang ngga bisa punya anak lagi, di artikel ini yang ingin saya sampaikan adalah mengapa orang tidak mau punya anak lebih dari satu, bukan mengapa tidak bisa.
c. Khawatir tidak mampu membiayai anak secara layak.
Saya pernah baca sebuah riset yang menunjukkan bahwa orang tua dengan satu anak pengeluarannya minimal sama dengan mereka yang punya anak dua, bahkan tiga. Jadi, saya tidak setuju dengan pendapat,”...punya anak sebaiknya satu saja, supaya duitnya cukup, agar ngga boros...”.
d. Takut tidak mampu menyekolahkan anak sampai pendidikan tinggi, minimal tingkat sarjana.
Pengeluaran sehari-hari memang beda dengan biaya pendidikan. Bisa saja orang tua tidak khawatir mengenai hidup sehari-hari karena banyak yang berpendapat, cukup atau tidak cukup, itu relatif. Namun saat biaya pendidikan sudah disingung-singgung.....Nah, ini hal lain. Memang sangat mahal, apalagi pendidikan formal yang bagus ditambah lagi dengan biaya kursus atau pendidikan informal di tempat-tempat yang bereputasi baik.
e. Cuek dengan tekanan masyarakat.
Ini pengalaman pribadi. Ada cukup banyak teman dan saudara yang “menyuruh” (?) atau “meminta” (?) saya agar punya anak lagi. Ada juga yang “nyuruh” sambil mengatakan bahwa saya egois dan jahat karena tak mau memberikan adik bagi Merryll. Saya percaya urusan jumlah anak adalah hal yang amat pribadi jadi dengan rasa hormat terhadap kerabat dan teman, saya dengarkan “petunjuk-petunjuk” tersebut. Dan dengan rasa hormat terhadap kebebasan saya sebagai istri dan pernikahan yang saya jalin dengan suami, saya tolak mentah-mentah saran mereka. Kalau saya tak ingin punya anak lagi adalah sebuah fakta jahat, maka terpaksa punya anak karena tidak mau dibilang jahat adalah fakta yang jauh lebih jahat.
f. Ingin meniti karir.
Ini sangat debatable. Pasti ada orang-orang yang berpendapat bahwa ini adalah tanda-tanda perempuan materialistis, ambisius, dan egoistis. Saya merasa perempuan yang dengan sadar hanya ingin punya satu anak-- di tengah omelan, cercaan, komentar negatif tetangga dan sanak-saudara—karena ia ingin mengejar karir adalah perempuan yang tahu betul apa yang ingin ia raih dalam hidup dan bagaimana ia akan mendapatkannya. Jumlah orang seperti ini,tentu saja dalam konteks positif, harus dilipatgandakan agar bumi bisa jadi tempat yang lebih punya tujuan, bukan hanya jadi bola yang menggantung di alam semesta.
Saya ingin punya satu anak bukan karena ingin mengejar karir namun saya menghormati perempuan-perempuan “ambisius” ini. Mereka cerdas, punya potensi, tertarik untuk berbakti di dalam rumah juga di luar rumah...Kenapa lantas langkahnya harus dibatasi hanya seputar kamar bayi ? Saya sih kurang percaya dengan perempuan karir beranak banyak yang senyum di depan kamera wartawan lalu berkata,”Keluarga saya sangat mendukung karir saya, bagi kami yang penting adalah quality time, bukan quantity. Kami memang jarang bertemu namun kami sangat kompak”. Halah....
g. Ingin bisa mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
Ini salah satu alasan yang saya miliki. Karena Merryll tidak punya adik, saya bisa fokus mendidik dia dengan cara yang nyaris ideal. Saya bisa mendampingi dia mengembangakan bakatnya menulis, saya bisa duduk dan ngobrol asyik berdua:Dari mulai soal Ahok, tetangga sebelah, penyanyi Korea kegemarannya yang nun jauh di Seoul sampai almarhum ibu saya yang kini berada di tempat yang lebih jauh lagi dari Seoul:Surga. Saya punya waktu untuk main scrabble atau UNO dengannya, mengisi diary berdua untuk mendekatkan tali batin kami, menjawab pertanyaan-pertanyaan dia hingga tuntas, browsing internet untuk cari bahan omongan yang edukatif, dll.
h. Mengetahui pandangan-pandangan negatif tentang keburukan punya satu anak namun bisa menyanggahnya.
Anak tunggal pasti kesepian.....Lah, memangnya kalo punya saudara ngga kesepian ? Sendiri adalah satu hal, kesepian adalah hal lain. Kesendirian mungkin punya potensi lebih besar untuk membuat kita merasa kesepian namun bukan berarti lantas kita harus punya anak lebih dari satu. Mengendarai Volvo punya potensi hancur di tol lebih besar daripada membawa Mercedes mengingat tingkat keamanan Mercedes jauh lebih baik. Namun bukan berarti orang harus membeli Mercedes. Bahkan kalau pun orang punya cukup uang untuk membelinya, mereka tetap bisa memilih untuk tidak membelinya kalau memang tidak mau.
Pandangan negatif lainnya adalah,”Anak tunggal ? Nanti dia egois loh, dia nanti aneh, lho”.
Saat anak saya 6 tahun, tanpa disuruh ketika Natal dia memberikan seluruh isi celengannya ke orang miskin. Orang yang paling oportunis yang pernah saya kenal di kehidupan pribadi, orang-orang yang pernah memfitnah saya, yang rajin menjilat atasan, ngga ada satu pun dari mereka yang anak tunggal. Aburizal Bakrie bukan anak tunggal, Soeharto juga bukan,Ruhut Sitompul punya adik,Tommy Soeharto punya banyak kakak, dll. Salah satu sumber yang paling terpercaya tentang perilaku anak tunggal adalah http://www.susannewmanphd.com/?page_id=2 , sebuah blog yang diasuh psikolog yang diliput oleh banyak media di Amerika.
Cobalah browsing internet, jumlah pasangan yang beranak satu semakin banyak. Saya sih ingin punya satu anak bukan karena mengikuti trend. Saya mengambil keputusan untuk tidak memberikan Merryll adik karena saya tahu dengan satu anak, kesempatan saya untuk bahagia jauh lebih besar dibandingkan jika saya punya anak lebih dari satu.Dan, saya percaya, saya punya hak untuk meraih kebahagiaan itu. Dan atas nama akal sehat atau kewarasan, saya bahkan bukan hanya berhak atas kebahagiaan itu namun wajib untuk meraihnya. Hmmm...Bukankah dengan semakin bahagianya seorang ibu, akan semakin mudah juga ia mendidik anaknya dengan hati gembira ?
Oh ya, terakhir, sebelum saya undur diri....
Tak sedikit yang berkomentar bahwa hanya punya satu anak adalah tindakan yang egois.
Bagi saya, mereka yang memiliki anak lebih dari satu karena tak mau dicela keluarga, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu karena ikut-ikutan norma umum di masyarakat tanpa berpikir panjang-lebar mengenai konsekuensinya, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu padahal tahu kehidupan yang layak hanya sanggup mereka berikan kepada satu anak, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu hanya karena tak mau terlihat 'beda', itulah yang egois.
Hmm.....Lantas, apakah mereka yang meracau panjang lebar dan memaksa saya untuk memberi adik bagi Merryll bisa dikategorikan egois ?
Rasanya tidak, itu sih bukan egois, itu tanda sayang, tanda perhatian. Bagaimanapun, mereka harus belajar memperhatikan orang dengan cara yang etis, bukan dengan cara menerobos wilayah pribadi rumah tangga orang. Mengasihi atau memperhatikan kan ada aturanya. Saya rasa begitu.
Note:
Artikel yang bagus untuk dibaca:
Pro Only Child:
http://www.chatelaine.com/health/the-happiness-plan/are-parents-who-only-have-one-child-happier/
http://www.theglobeandmail.com/life/parenting/what-is-so-wrong-with-having-only-one-child/article13165331/
http://www.susannewmanphd.com/?p=40
Cons:
http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-20976432
Catatan:Sulit memperoleh artikel yang kontra kebijakan punya anak satu, yang ada di atas pun sebenarnya tidak bicara tentang punya anak satu dari sudut pandang para orang tua atau psikologi melainkan dari kaca mata politik. Teks itu berkaitan dengan kebijakan satu anak yang diterapkan pemerintah Cina.
Lippo-Cikarang,2 Oktober 2013
13.46 WIB
Saya berterima kasih atas komentar dan masukan tersebut, bagi saya itu adalah bentuk kepedulian. Namun bagaimanapun, tentu saja peduli dan ikut campur ada batasannya, mirip kulit telur rasanya: Sangat tipis, namun terlihat dan yang lebih jelas lagi: Bisa dirasa. Beberapa orang bicara dengan baik-baik namun lebih banyak yang berkomentar dengan nada seorang atasan yang memarahi bawahan karena anak buahnya sudah 7 bulan tidak mencapai target, lengkap dengan nuansa menghakimi yang kuat.
***
Semakin lama, kian bertambah pasangan yang memiliki hanya satu anak. Saya ngobrol dengan teman saya yang berstatus ibu-ibu dan baca sedikit-sedikit beberapa artikel. Berikut adalah rangkumannya yang saya gabung dengan pendapat pribadi.
Mengapa orang-orang hanya ingin punya anak satu:
a. Mereka BUTUH waktu untuk diri mereka sendiri. Jika waktu tersebut tak ada atau sangat kurang, mereka akan stres dan efeknya menjalar ke suami dan anak. Saya setuju, saya punya banyak teman perempuan yang anaknya banyak. Mereka mengasihi anak mereka dengan seluruh nafas, namun apa mereka bahagia ? A ha...Mencintai anak adalah satu hal, bahagia adalah hal lain. Mereka stres karena terjebak rutinitas hidup.
Semua orang, termasuk ibu-ibu, butuh ‘me time’ yaitu waktu untuk diri sendiri. Ini bukan pertanda egois melainkan wujud nyata dari kelemahan kita semua bagi manusia: Fisik dan mental kita amat terbatas. Istirahat sejenak akan memulihkan rasa letih dan mengembalikan kita ke stamina awal yang memungkinkan kita untuk menjalani hidup dengan variatif dan produktif.
Tentu ada yang punya anak banyak dan bahagia. Itu sangat bagus dan marilah kita semua turut berbahagia denga mereka. Namun, bukan berarti semua pasangan harus punya anak lebih dari satu mengingat tiap orang punya ukuran kebahagiaan yang berlainan.
b. Kondisi kesehatan/biologis tidak memungkinkan si ibu untuk hamil lagi ?Ini sih alasan mengapa orang ngga bisa punya anak lagi, di artikel ini yang ingin saya sampaikan adalah mengapa orang tidak mau punya anak lebih dari satu, bukan mengapa tidak bisa.
c. Khawatir tidak mampu membiayai anak secara layak.
Saya pernah baca sebuah riset yang menunjukkan bahwa orang tua dengan satu anak pengeluarannya minimal sama dengan mereka yang punya anak dua, bahkan tiga. Jadi, saya tidak setuju dengan pendapat,”...punya anak sebaiknya satu saja, supaya duitnya cukup, agar ngga boros...”.
d. Takut tidak mampu menyekolahkan anak sampai pendidikan tinggi, minimal tingkat sarjana.
Pengeluaran sehari-hari memang beda dengan biaya pendidikan. Bisa saja orang tua tidak khawatir mengenai hidup sehari-hari karena banyak yang berpendapat, cukup atau tidak cukup, itu relatif. Namun saat biaya pendidikan sudah disingung-singgung.....Nah, ini hal lain. Memang sangat mahal, apalagi pendidikan formal yang bagus ditambah lagi dengan biaya kursus atau pendidikan informal di tempat-tempat yang bereputasi baik.
e. Cuek dengan tekanan masyarakat.
Ini pengalaman pribadi. Ada cukup banyak teman dan saudara yang “menyuruh” (?) atau “meminta” (?) saya agar punya anak lagi. Ada juga yang “nyuruh” sambil mengatakan bahwa saya egois dan jahat karena tak mau memberikan adik bagi Merryll. Saya percaya urusan jumlah anak adalah hal yang amat pribadi jadi dengan rasa hormat terhadap kerabat dan teman, saya dengarkan “petunjuk-petunjuk” tersebut. Dan dengan rasa hormat terhadap kebebasan saya sebagai istri dan pernikahan yang saya jalin dengan suami, saya tolak mentah-mentah saran mereka. Kalau saya tak ingin punya anak lagi adalah sebuah fakta jahat, maka terpaksa punya anak karena tidak mau dibilang jahat adalah fakta yang jauh lebih jahat.
f. Ingin meniti karir.
Ini sangat debatable. Pasti ada orang-orang yang berpendapat bahwa ini adalah tanda-tanda perempuan materialistis, ambisius, dan egoistis. Saya merasa perempuan yang dengan sadar hanya ingin punya satu anak-- di tengah omelan, cercaan, komentar negatif tetangga dan sanak-saudara—karena ia ingin mengejar karir adalah perempuan yang tahu betul apa yang ingin ia raih dalam hidup dan bagaimana ia akan mendapatkannya. Jumlah orang seperti ini,tentu saja dalam konteks positif, harus dilipatgandakan agar bumi bisa jadi tempat yang lebih punya tujuan, bukan hanya jadi bola yang menggantung di alam semesta.
Saya ingin punya satu anak bukan karena ingin mengejar karir namun saya menghormati perempuan-perempuan “ambisius” ini. Mereka cerdas, punya potensi, tertarik untuk berbakti di dalam rumah juga di luar rumah...Kenapa lantas langkahnya harus dibatasi hanya seputar kamar bayi ? Saya sih kurang percaya dengan perempuan karir beranak banyak yang senyum di depan kamera wartawan lalu berkata,”Keluarga saya sangat mendukung karir saya, bagi kami yang penting adalah quality time, bukan quantity. Kami memang jarang bertemu namun kami sangat kompak”. Halah....
g. Ingin bisa mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
Ini salah satu alasan yang saya miliki. Karena Merryll tidak punya adik, saya bisa fokus mendidik dia dengan cara yang nyaris ideal. Saya bisa mendampingi dia mengembangakan bakatnya menulis, saya bisa duduk dan ngobrol asyik berdua:Dari mulai soal Ahok, tetangga sebelah, penyanyi Korea kegemarannya yang nun jauh di Seoul sampai almarhum ibu saya yang kini berada di tempat yang lebih jauh lagi dari Seoul:Surga. Saya punya waktu untuk main scrabble atau UNO dengannya, mengisi diary berdua untuk mendekatkan tali batin kami, menjawab pertanyaan-pertanyaan dia hingga tuntas, browsing internet untuk cari bahan omongan yang edukatif, dll.
h. Mengetahui pandangan-pandangan negatif tentang keburukan punya satu anak namun bisa menyanggahnya.
Anak tunggal pasti kesepian.....Lah, memangnya kalo punya saudara ngga kesepian ? Sendiri adalah satu hal, kesepian adalah hal lain. Kesendirian mungkin punya potensi lebih besar untuk membuat kita merasa kesepian namun bukan berarti lantas kita harus punya anak lebih dari satu. Mengendarai Volvo punya potensi hancur di tol lebih besar daripada membawa Mercedes mengingat tingkat keamanan Mercedes jauh lebih baik. Namun bukan berarti orang harus membeli Mercedes. Bahkan kalau pun orang punya cukup uang untuk membelinya, mereka tetap bisa memilih untuk tidak membelinya kalau memang tidak mau.
Pandangan negatif lainnya adalah,”Anak tunggal ? Nanti dia egois loh, dia nanti aneh, lho”.
Saat anak saya 6 tahun, tanpa disuruh ketika Natal dia memberikan seluruh isi celengannya ke orang miskin. Orang yang paling oportunis yang pernah saya kenal di kehidupan pribadi, orang-orang yang pernah memfitnah saya, yang rajin menjilat atasan, ngga ada satu pun dari mereka yang anak tunggal. Aburizal Bakrie bukan anak tunggal, Soeharto juga bukan,Ruhut Sitompul punya adik,Tommy Soeharto punya banyak kakak, dll. Salah satu sumber yang paling terpercaya tentang perilaku anak tunggal adalah http://www.susannewmanphd.com/?page_id=2 , sebuah blog yang diasuh psikolog yang diliput oleh banyak media di Amerika.
Cobalah browsing internet, jumlah pasangan yang beranak satu semakin banyak. Saya sih ingin punya satu anak bukan karena mengikuti trend. Saya mengambil keputusan untuk tidak memberikan Merryll adik karena saya tahu dengan satu anak, kesempatan saya untuk bahagia jauh lebih besar dibandingkan jika saya punya anak lebih dari satu.Dan, saya percaya, saya punya hak untuk meraih kebahagiaan itu. Dan atas nama akal sehat atau kewarasan, saya bahkan bukan hanya berhak atas kebahagiaan itu namun wajib untuk meraihnya. Hmmm...Bukankah dengan semakin bahagianya seorang ibu, akan semakin mudah juga ia mendidik anaknya dengan hati gembira ?
Oh ya, terakhir, sebelum saya undur diri....
Tak sedikit yang berkomentar bahwa hanya punya satu anak adalah tindakan yang egois.
Bagi saya, mereka yang memiliki anak lebih dari satu karena tak mau dicela keluarga, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu karena ikut-ikutan norma umum di masyarakat tanpa berpikir panjang-lebar mengenai konsekuensinya, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu padahal tahu kehidupan yang layak hanya sanggup mereka berikan kepada satu anak, itulah yang egois.
Mereka yang punya anak lebih dari satu hanya karena tak mau terlihat 'beda', itulah yang egois.
Hmm.....Lantas, apakah mereka yang meracau panjang lebar dan memaksa saya untuk memberi adik bagi Merryll bisa dikategorikan egois ?
Rasanya tidak, itu sih bukan egois, itu tanda sayang, tanda perhatian. Bagaimanapun, mereka harus belajar memperhatikan orang dengan cara yang etis, bukan dengan cara menerobos wilayah pribadi rumah tangga orang. Mengasihi atau memperhatikan kan ada aturanya. Saya rasa begitu.
Note:
Artikel yang bagus untuk dibaca:
Pro Only Child:
http://www.chatelaine.com/health/the-happiness-plan/are-parents-who-only-have-one-child-happier/
http://www.theglobeandmail.com/life/parenting/what-is-so-wrong-with-having-only-one-child/article13165331/
http://www.susannewmanphd.com/?p=40
Cons:
http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-20976432
Catatan:Sulit memperoleh artikel yang kontra kebijakan punya anak satu, yang ada di atas pun sebenarnya tidak bicara tentang punya anak satu dari sudut pandang para orang tua atau psikologi melainkan dari kaca mata politik. Teks itu berkaitan dengan kebijakan satu anak yang diterapkan pemerintah Cina.
Lippo-Cikarang,2 Oktober 2013
13.46 WIB