Our Kids Are Only Little for A Little While:
Melihat Dari Mata Bocah
Sebagai guru yang mengajar sejak 1997, sudah tak terhitung berapa kali saya menyaksikan murid-murid di kehidupan pribadinya ditinggal orang tua yang sibuk kerja dengan alasan 'demi anak'. Ada yang orang tuanya nyaris tak pernah di rumah, ada juga yang memang ditinggal orang tuanya untuk kerja di lain kota. Untuk kasus semacam ini, anak biasanya tinggal dengan kakek-nenek atau pembantu rumah tangga yang akhir-akhir ini biasa disebut dengan istilah 'asisten rumah tangga'.
Tentu saya tak anti pada mereka yang banting tulang demi menghidupi keluarga. Mbok-mbok yang meninggalkan rumah saat subuh atau orang tua yang berdagang di warung hingga larut malam, untuk merekalah saya angkat semua jempol yang saya miliki. Hormat saya juga pada para pengusaha yang telah menyediakan lapangan kerja bagi ratusan bahkan ribuan orang. Tanpa mereka, jumlah pengangguran di negeri ini pastilah membengkak berkali lipat.
Balik lagi ke sekolah....Murid saya semuanya berasal dari kalangan atas dan orang tua mereka teramat gencar mencari uang. Menurut saya ini bagus, dalam hidup harus ada harta yang dikejar karena biaya pendidikan dan kesehatan semakin meroket. Masalahnya : Kapan kata cukup bisa dengan tegas dikeluarkan dari mulut ??
Banyak orang tua yang berdalih bahwa itu semua dilakukan demi anak.
Kerja keras sehingga bisa jalan-jalan ke Eropa...Demi anak.
Banting tulang sehingga anak bisa beli IPad plus Blackberry....Demi anak.
Cari uang mati-matian supaya anak bisa les macam-macam di tempat terpilih....Demi anak.
Saya juga punya impian bawa anak liburan keliling dunia dan bisa kirim dia ikut kursus dan sekolah di luar negeri. Rasanya, kalau mau ngotot cari celah untuk dapat duit banyak, kalau otak dipaksa mutar, pasti bisa. Kalau minat dan usaha sudah menyatu...Apa sih yang mustahil ? Asal mau korban waktu....Korban tenaga ekstra...Demi uang berbukit-bukit....Demi Merryll, anak saya semata wayang, yang membuat saya jadi orang paling terberkati di muka bumi.
***
9 Juli 2013. Saya punya kebiasaan isi diary berdua dengan Merryll. Sambil isi, kami ngobrol.
Saya : Mer, momen apa yang paling kamu suka dari masa kecil kamu ?
Merryll:Heee? Kan aku sekarang masih kecil ?
S:Ya maksudnya waktu kamu lebih kecil lagi...Waktu masih tinggal di Sriwijaya (ini nama kompleks tempat kami tinggal waktu dia balita)....
M:Yang aku paling suka ? Yang aku paling seneng main 'toeng-toeng'.
Jawaban Merryll benar-benar membuat saya terperangah. 'Toeng-toeng' adalah saat ketika saya dan dia menggerak-gerakkan jari tangan seperti cacing di depan lensa kamera HP sambil berkata,'Toeng...Toeng...Toeng....". Masih merasa kaget, saya lalu bertanya, "Pertunjukan Disney?" Dia lalu menjawab,"Ya suka juga tapi yang paling kusuka ya main Toeng-Toeng". Sampai umur 7 tahun, Merryll rutin saya bawa nonton pertunjukan Disney dan Barney di Jakarta. Dia juga pernah nonton sirkus dua kali dan selalu ke bioskop tiap kali film anak-anak diputar. Tak heran, jawabannya yang amat sederhana membuat saya takjub.
Saya lalu kembali bertanya,"Kalo dari Mama, apa yang paling kamu suka ?" Ia langsung menjawab tanpa berpikir sama sekali,"Serunya". Saya tahu apa yang ia maksud. Sebagai guru SMP/SMA, saya biasa teriak-teriak. Harap maklum, salah satu 'tugas' guru adalah menonton murid tanding atau pentas dan memberi semangat. Jadi, jerat-jerit heboh adalah makanan mingguan saya di sekolah.
'Seru' ini jugalah yang membuat Merryll memilih menonton bersama saya Oktober nanti ketika gitaris favoritnya, Sung ha Jung, pentas di Balai Kartini. Saya hanya beli dua tiket dan karena tahun lalu ia nonton bersama saya, sebaiknya saya pikir tahun ini ia nonton bersama ayahnya. Saya yakin ia akan sangat senang karena kalau dengan ayahnya, ia lebih mudah memperoleh kaos atau CD Sung Ha Jung. Di luar dugaan, ia ngotot untuk pergi dengan saya walau sadar bahwa ia butuh merengek lama untuk membeli merchandise incerannya. Alasannya ? Ya itu tadi, 'seru'. Tahun lalu saat penonton ABG teriak-teriak, saya ya ikut teriak juga, hehehe...
Jawaban Merryll di atas mendorong saya untuk membuat postingan ini.
Coba tanya, apa yang anak Anda paling sukai dari Anda ? Apa yang paling mengesankan dari masa kecil mereka ?
Saya dan suami setengah mati cari uang supaya Merryll bisa rutin nonton pertunjukan impor semacam Disney dan berulang kali ke Kidzania. Jawabannya ternyata sederhana, " Main toeng-toeng". Tiap kali bertemu di kantin sekolah atau pergi ke mini market, Merryll hampir selalu memperoleh apa yang ia mau, walau saya tahu benda yang akan dibeli hanyalah keinginan belaka, BUKAN sebuah keperluan. Namun saat ditanya apa yang paling ia sukai dari saya, jawabannya tak ada hubungannya dengan materi sama sekali.
Feeling saya bilang, bukan hanya Merryll yang menjawab kedua pertanyaan di atas dengan jawaban sederhana dan murah. Bisa jadi, anak Anda punya jawaban serupa. Mereka akan menjawab pertanyaan tersebut dengan respons yang membuat pernyataan Hellen Keller jadi terlihat nyata kebenarannya: The most beautiful thing on earth can neither be touched nor seen. Hal terindah di dunia tak bisa disentuh juga tak bisa dilihat. Jadi, saya rasa jawabannya bukan Blackberry atau IPad.
Sebagai guru sekolah internasional, saya adalah salah satu orang yang paling paham mengenai harga pendidikan (terutama pendidikan tinggi). Aduh...Merinding kalau dengar murid ngoceh soal uang masuk perguruan tinggi. Kesimpulannya: Uang memang harus dicari. Ada waktu-waktu bahkan uang harus dikejar karena kepemilikan atasnya membuat kualitas hidup bisa ditingkatkan.
Namun.. Sampai sejauh mana kita harus mengejarnya ? Di mana batasan "...demi anak" ??
Our kids are little only for a little while.Cobalah melihat hidup dari kaca mata mereka.
Mereka bukan hanya butuh uang Anda. Di atas segalanya, mereka butuh Anda.
Selamat memeluk anak Anda. Yang erat, ya.
Lippo-Cikarang, 10 Juli 2013. Jam 17.04
Tentu saya tak anti pada mereka yang banting tulang demi menghidupi keluarga. Mbok-mbok yang meninggalkan rumah saat subuh atau orang tua yang berdagang di warung hingga larut malam, untuk merekalah saya angkat semua jempol yang saya miliki. Hormat saya juga pada para pengusaha yang telah menyediakan lapangan kerja bagi ratusan bahkan ribuan orang. Tanpa mereka, jumlah pengangguran di negeri ini pastilah membengkak berkali lipat.
Balik lagi ke sekolah....Murid saya semuanya berasal dari kalangan atas dan orang tua mereka teramat gencar mencari uang. Menurut saya ini bagus, dalam hidup harus ada harta yang dikejar karena biaya pendidikan dan kesehatan semakin meroket. Masalahnya : Kapan kata cukup bisa dengan tegas dikeluarkan dari mulut ??
Banyak orang tua yang berdalih bahwa itu semua dilakukan demi anak.
Kerja keras sehingga bisa jalan-jalan ke Eropa...Demi anak.
Banting tulang sehingga anak bisa beli IPad plus Blackberry....Demi anak.
Cari uang mati-matian supaya anak bisa les macam-macam di tempat terpilih....Demi anak.
Saya juga punya impian bawa anak liburan keliling dunia dan bisa kirim dia ikut kursus dan sekolah di luar negeri. Rasanya, kalau mau ngotot cari celah untuk dapat duit banyak, kalau otak dipaksa mutar, pasti bisa. Kalau minat dan usaha sudah menyatu...Apa sih yang mustahil ? Asal mau korban waktu....Korban tenaga ekstra...Demi uang berbukit-bukit....Demi Merryll, anak saya semata wayang, yang membuat saya jadi orang paling terberkati di muka bumi.
***
9 Juli 2013. Saya punya kebiasaan isi diary berdua dengan Merryll. Sambil isi, kami ngobrol.
Saya : Mer, momen apa yang paling kamu suka dari masa kecil kamu ?
Merryll:Heee? Kan aku sekarang masih kecil ?
S:Ya maksudnya waktu kamu lebih kecil lagi...Waktu masih tinggal di Sriwijaya (ini nama kompleks tempat kami tinggal waktu dia balita)....
M:Yang aku paling suka ? Yang aku paling seneng main 'toeng-toeng'.
Jawaban Merryll benar-benar membuat saya terperangah. 'Toeng-toeng' adalah saat ketika saya dan dia menggerak-gerakkan jari tangan seperti cacing di depan lensa kamera HP sambil berkata,'Toeng...Toeng...Toeng....". Masih merasa kaget, saya lalu bertanya, "Pertunjukan Disney?" Dia lalu menjawab,"Ya suka juga tapi yang paling kusuka ya main Toeng-Toeng". Sampai umur 7 tahun, Merryll rutin saya bawa nonton pertunjukan Disney dan Barney di Jakarta. Dia juga pernah nonton sirkus dua kali dan selalu ke bioskop tiap kali film anak-anak diputar. Tak heran, jawabannya yang amat sederhana membuat saya takjub.
Saya lalu kembali bertanya,"Kalo dari Mama, apa yang paling kamu suka ?" Ia langsung menjawab tanpa berpikir sama sekali,"Serunya". Saya tahu apa yang ia maksud. Sebagai guru SMP/SMA, saya biasa teriak-teriak. Harap maklum, salah satu 'tugas' guru adalah menonton murid tanding atau pentas dan memberi semangat. Jadi, jerat-jerit heboh adalah makanan mingguan saya di sekolah.
'Seru' ini jugalah yang membuat Merryll memilih menonton bersama saya Oktober nanti ketika gitaris favoritnya, Sung ha Jung, pentas di Balai Kartini. Saya hanya beli dua tiket dan karena tahun lalu ia nonton bersama saya, sebaiknya saya pikir tahun ini ia nonton bersama ayahnya. Saya yakin ia akan sangat senang karena kalau dengan ayahnya, ia lebih mudah memperoleh kaos atau CD Sung Ha Jung. Di luar dugaan, ia ngotot untuk pergi dengan saya walau sadar bahwa ia butuh merengek lama untuk membeli merchandise incerannya. Alasannya ? Ya itu tadi, 'seru'. Tahun lalu saat penonton ABG teriak-teriak, saya ya ikut teriak juga, hehehe...
Jawaban Merryll di atas mendorong saya untuk membuat postingan ini.
Coba tanya, apa yang anak Anda paling sukai dari Anda ? Apa yang paling mengesankan dari masa kecil mereka ?
Saya dan suami setengah mati cari uang supaya Merryll bisa rutin nonton pertunjukan impor semacam Disney dan berulang kali ke Kidzania. Jawabannya ternyata sederhana, " Main toeng-toeng". Tiap kali bertemu di kantin sekolah atau pergi ke mini market, Merryll hampir selalu memperoleh apa yang ia mau, walau saya tahu benda yang akan dibeli hanyalah keinginan belaka, BUKAN sebuah keperluan. Namun saat ditanya apa yang paling ia sukai dari saya, jawabannya tak ada hubungannya dengan materi sama sekali.
Feeling saya bilang, bukan hanya Merryll yang menjawab kedua pertanyaan di atas dengan jawaban sederhana dan murah. Bisa jadi, anak Anda punya jawaban serupa. Mereka akan menjawab pertanyaan tersebut dengan respons yang membuat pernyataan Hellen Keller jadi terlihat nyata kebenarannya: The most beautiful thing on earth can neither be touched nor seen. Hal terindah di dunia tak bisa disentuh juga tak bisa dilihat. Jadi, saya rasa jawabannya bukan Blackberry atau IPad.
Sebagai guru sekolah internasional, saya adalah salah satu orang yang paling paham mengenai harga pendidikan (terutama pendidikan tinggi). Aduh...Merinding kalau dengar murid ngoceh soal uang masuk perguruan tinggi. Kesimpulannya: Uang memang harus dicari. Ada waktu-waktu bahkan uang harus dikejar karena kepemilikan atasnya membuat kualitas hidup bisa ditingkatkan.
Namun.. Sampai sejauh mana kita harus mengejarnya ? Di mana batasan "...demi anak" ??
Our kids are little only for a little while.Cobalah melihat hidup dari kaca mata mereka.
Mereka bukan hanya butuh uang Anda. Di atas segalanya, mereka butuh Anda.
Selamat memeluk anak Anda. Yang erat, ya.
Lippo-Cikarang, 10 Juli 2013. Jam 17.04