Pemakaman Michael Jackson:
Sebuah Perayaan Kemanusiaan
Pengantar:
MJ adalah idola gue dr 4 SD sampe 3 SMA atau kuliah semester I. Gue dulu punya ratusan fotonya, botol minum, jam tangan, puluhan majalah, bros atau pin, kaos, puluhan kaset, ga mau minum Coca-Cola karena dia nge-iklanin Pepsi, ke sekolah pake sepatu LA Gear krn dia bintang iklannya dll, dsbnya, dstnya…. Peninggalan terbesar dia di hidup gue antara lain adalah komitmen dalam menjalani panggilan hidup dan hemat listrik (he…he…he...Unik, ya?)…Akhir tahun 80-an atau awal 90-an, saat dunia masih cuek tentang global warming, dia dan teman2nya udah buat proyek ‘Save the Mother Earth’. Semenjak itu gue disiplin matiin lampu kalo ninggalin rumah.
Penghormatan gue terhadap Munir gue tunjukkan dengan buat buku, untuk MJ tulisan kecil ini aja. Gue yakin ga akan perlu, ga akan mau, ga akan pernah dan ga akan bisa buat buku soal dia ….
***
A Tribute to Michael Joseph Jackson
Pemakaman Michael Jackson:Sebuah Perayaan Kemanusiaan
Michael Jackson buat saya di masa lalu persis sekali seperti nasi untuk orang Indonesia. Dia mengisi hidup saya selama hampir 10 tahun, oleh karena itulah tidak heran walaupun dia sudah meninggal hampir 3 minggu, sampai detik ini saya masih menjalani proses untuk bisa menerima sepenuhnya bahwa dia sudah tidak ada. Terdengar aneh sekali buat banyak orang tapi jika kita setuju bahwa musik punya kekuatan mega untuk mempengaruhi orang dan jika kita tahu bahwa puluhan juta fansnya di berbagai pelosok dunia sedang menjalani proses serupa dengan apa yang sekarang sedang saya coba untuk lewati, rasa heran tersebut akan hilang.
Saat saya terakhir tergila-gila dengan dia di awal 1990an, namanya sangatlah harum. Olahraga favoritnya adalah berlari melampaui zaman, coba saja lihat, dia pionir pembuatan video klip yang digabung dengan cerita. Dia super star pertama yang berhasil menyatukan begitu banyak orang terkenal dalam satu studio (proyek USA for Africa). Kita sekarang hidup dibombardir dengan isu-isu tentang pemanasan global, ah…Michael sudah melakukannya jauh lebih awal dari kita semua. Dalam satu kalimat ringkas: Pemikirannya sangat progresif dan ide-idenya jenial. Menyaksikan dia menyanyi menimbulkan reaksi sama dengan menonton pertunjukan sulap. Proyek-proyek kemanusiannya melahirkan daya kejut serupa dengan yang ditimbulkan oleh kehadiran bayi bagi seorang ibu.
Yang membuat orang semakin kagum, Michael bukan hanya jago menghibur. Dia punya cita rasa yang lezat tentang kemanusiaan dan spiritualitas. Kekuasaan yang dia punya untuk menyihir massa semuanya digunakan untuk hal positif. Saat itu, dia orang paling terkenal di seluruh planet dan konsekuensinya, tentu saja mudah ditebak, dia adalah santapan terempuk semua media gossip dan para oportunis.
Dunia industri hiburan memang jeli, namun sayangnya, kejam. Dengan kesadaran penuh bahwa seorang Michael Jackson punya kuasa untuk menghipnotis konsumen, mereka tak henti menggali berbagai berita yang membuat tabloid langsung ludes di kios: Persahabatannya dengan simpanse yang memakai kostum buatan tukang jahit yang biasa menjahit baju-baju Bruce Willis, tidur di peti oksigen, fitnah sistematis tentang pelecehan seksual terhadap anak kecil.
Apakah Michael aneh ?
Ya, tentu saja. Bagaimanapun, mari luangkan waktu sedikit saja untuk berpikir lebih jauh…
Jika kita sudah tak lagi memiliki privasi sejak berusia 11 tahun…
Jika kita disorot kamera dan dikerumuni orang di setiap jengkal langkah yang kita ambil…
Jika kita memiliki seorang ayah yang melakukan domestic violence…
Jika kita mempunyai kesempatan hanya sebesar kutu semut untuk memiliki sahabat dan cinta sejati…
Jika kita menjadi anak kesayangan pemilik modal termasuk para bos media massa bertiras raksasa…
Jika kita tumbuh dengan kesadaran penuh bahwa suara batuk kita pun laku dijual dan remah roti yang baru kita santap bisa masuk balai lelang...
Jika kita tahu bahwa dua butir jerawat sebesar mata ikan teri di hidung bisa jadi bahan olok-olok di berbagai tabloid...
...Dan sadar bahwa kematian ikan peliharaan kita memperoleh liputan lebih besar dari wartawan dibandingkan peresmian art gallery di jantung ibu kota...
Jika kita terus-menerus diperlakukan sebagai komoditi tidak bergerak dan bukan manusia…
Jika kita mencintai anak-anak kecil sepenuh hati dan sebagai balasan dituduh sebagai seorang pedofil…
Jika kita bangga menjadi bagian dari ras kulit hitam namun dengan semena-mena diyakini sebagai pengkhianat...
Jika kita kehilangan masa kecil dan saat ingin mencicipinya dibilang tidak waras…
Jika kita tahu bahwa ada jutaan penyanyi yang sudah, sedang dan akan ada di dunia--dari mulai yang pentas di ulang tahun anak balita hingga mereka yang konser di stadium megah negara adi daya--dan kita dinobatkan sebagai raja di atas mereka semua...
Jika kita menyandang status orang terkenal nomor satu di muka bumi di lebih dari setengah usia kita…
Yakinlah, kita akan bertumbuh kembang persis seperti dia. Tak ada pohon durian yang menghasilkan daun sirih. Lingkungan aneh tempat ia bertumbuh secara otomatis membentuknya menjadi sosok aneh. Sebuah keanehan yang lahir dari keanehan adalah sebuah hal yang normal belaka, katakanlah, semacam hukum alam begitu.
Saya tidak lagi seorang pemuja Michael Jackson oleh karena itulah saya sepenuhnya sadar bahwa sebagai jenius besar di bidangnya, Michael adalah manusia rapuh yang penuh kelemahan. Bagaimanapun, jika kita mau coba berpikir secara jernih, pada akhirnya kita akan sepakat bahwa sebagai sosok terbesar di dunianya, ia layak diperlakukan dengan cara yang tidak mengusik hati nurani.
Namun, industri memang hanya bersaudara jauh dengan hati nurani, jika ada kesempatan bertemu mereka tak pernah saling tegur. Di dunia hiburan yang kerap sesak dengan hal-hal superfisial, media yang haus uang berjodoh secara romantis dengan pembaca yang lapar sensasi. Pasangan abadi ini tak punya nurani maupun intelijensia khusus yang memampukan mereka untuk memaknai Michael Jackson tidak hanya sebagai sosok yang ‘ganti-ganti muka, temenan sama binatang dan tidur di peti hiperbarik (oksigen)’. Tak disangka, Michael terberkati dengan kesempatan emas untuk ‘memulihkan citra’ dan tragisnya, proses ini terjadi dalam situasi segelap gerhana:Pemakaman.
***
Upacara pelepasan jenazah Michael dengan elegan menjelma menjadi sebuah ajang untuk melihat Michael dengan segenap atribut kemanusiaannya. Seremoni ini tampil sebagai sebuah perlawanan dari keluarga dan pecinta Michael yang membuat mainstream media tergeletak dengan status kalah knock out: Ia bukan barang dagangan. Ia seorang manusia.
Selain menjadi acara yang mengumandangkan nama Tuhan secara lantang di depan minimal 32 juta penonton dalam sekali siar, seremoni kelam ini menjadi sekolah singkat tempat belajar puluhan jutaan manusia, baik di dalam ataupun di luar stadium, tentang keutamaan cinta kasih, kebaikan budi, profesionalisme dan komitmen penuh untuk menjadikan bumi yang terbengkalai ini menjadi tempat tinggal yang lebih baik. Acara ini menjelma menjadi sebuah kampanye berisi ajakan bagi umat manusia untuk menyemai cinta di hati masing-masing sehingga dunia bisa menjadi rumah yang sehat. Sebuah upacara yang disaksikan melalui layar lebar puluhan bioskop di negara adidaya Amerika Serikat hingga laptop mini yang tersambung internet di pelosok Namibia. Benih yang ditanam oleh Michael, saat itu dipupuk melalui rentetan eulogi oleh teman serta keluarga. Semoga saja semuanya akan tumbuh subur sehingga hasilnya bisa dituai dan dikunyah oleh anak cucu kita.
***
Michael mungkin lupa, atau bahkan tidak tahu, bagaimana rasanya dipandang dengan tatapan penuh welas-asih oleh kamera. Sepanjang hidupnya, kreativitas dan upaya kemanusiaan yang ia lakukan selalu diganjar dengan foto-foto bercaption aneh di halaman satu serta kepungan paparazzi yang meletihkan tulang. Cintanya pada kemanusiaan dibalas dengan rentetan fitnah yang bermetamorfosa menjadi uang berbukit-bukit bagi media yang selalu saja amat cekatan dalam memberitakannya. Di seluruh waktunya, ia disorot melulu sebagai pemain utama sebuah reality show dengan rating maha tinggi. Namun, pada dini hari tanggal 8 Juni 2009, selama 3 jam kamera mengambil lensa yang lain untuk meliput seorang Michael Jackson.
Michael direkam sebagai seorang manusia normal yang hidup di lingkungan maha aneh dan tetap punya tekad untuk menghadapinya (Al Sharpton).
Ia disorot sebagai manusia berhati anak-anak yang memiliki “the sweetest and the purest laughter that you have could ever known” (Brooke Shields).
Mata kamera-dan dunia-memandang Michael dengan sangat ramah dan, pada akhirnya, ramai-ramai mengakui bahwa ‘there is so much more to Michael Jackson than just music’.
***
Saat menerima hadiah Nobel, Ibu Theresa ditanya,”Mother, apa yang harus saya lakukan agar perdamaian dunia bisa tercapai ?”
Ibu Theresa menjawab,”Pulanglah dan kasihilah keluargamu”.
Tanggapan perempuan Albania ini memiliki benang merah dengan apa yang disampaikan putri tertua Michael. Di ujung acara, beberapa menit sebelum semuanya usai, Paris Katherine tersedak mengatur nafas karena dadanya sesak, dan akhirnya dengan terpatah-patah mengatakan,”Since I was born…Daddy is the best father that you have could ever imagined” . Pengakuan yang meluruhkan hati karena keluar BUKAN dari mulut penggemar sejati yang selalu menatapnya dengan lekat melalui kaca mata media massa, namun dari dasar hati orang yang tinggal di lingkaran terdalam kehidupannya:Anaknya sendiri.
Michael memang sosok kontroversial yang sarat kekurangan namun tidaklah bijak untuk menafikan seluruh kelebihannya. Pada akhirnya, kita harus akui bersama-sama…
Yes, there is so much more to Michael Jackson than just an entertainer.
For Katherine, he is a tender-hearted dad.
For Brooke Shield, he is a little kid with whom she shared all the good times together.
For Michael Jordan, he is a humble man who ordered Kentucky Fried Chicken for dinner.
For Al Sharpton, he is the one who brought blacks and whites and Asians and Latinos together.
For President Barack Obama, he is the core part of American culture.
Yes, there is so much more to Michael Jackson than just music.
Michael Jackson is also about perseverance, inspiration, passion and creativity.
Michael Jackson is about sincerity, giving, caring, loving and unity as well.
He is all about humanity…
In one word: Michael Joseph Jackson is irreplaceable.
In another word:Michael Jackson is alive, he lives---he does and he still will---forever in the hearts of millions whom he has deeply inspired.
Lippo-Cikarang, July 11, 2009
In Loving Memory of Michael Joseph Jackson
MJ adalah idola gue dr 4 SD sampe 3 SMA atau kuliah semester I. Gue dulu punya ratusan fotonya, botol minum, jam tangan, puluhan majalah, bros atau pin, kaos, puluhan kaset, ga mau minum Coca-Cola karena dia nge-iklanin Pepsi, ke sekolah pake sepatu LA Gear krn dia bintang iklannya dll, dsbnya, dstnya…. Peninggalan terbesar dia di hidup gue antara lain adalah komitmen dalam menjalani panggilan hidup dan hemat listrik (he…he…he...Unik, ya?)…Akhir tahun 80-an atau awal 90-an, saat dunia masih cuek tentang global warming, dia dan teman2nya udah buat proyek ‘Save the Mother Earth’. Semenjak itu gue disiplin matiin lampu kalo ninggalin rumah.
Penghormatan gue terhadap Munir gue tunjukkan dengan buat buku, untuk MJ tulisan kecil ini aja. Gue yakin ga akan perlu, ga akan mau, ga akan pernah dan ga akan bisa buat buku soal dia ….
***
A Tribute to Michael Joseph Jackson
Pemakaman Michael Jackson:Sebuah Perayaan Kemanusiaan
Michael Jackson buat saya di masa lalu persis sekali seperti nasi untuk orang Indonesia. Dia mengisi hidup saya selama hampir 10 tahun, oleh karena itulah tidak heran walaupun dia sudah meninggal hampir 3 minggu, sampai detik ini saya masih menjalani proses untuk bisa menerima sepenuhnya bahwa dia sudah tidak ada. Terdengar aneh sekali buat banyak orang tapi jika kita setuju bahwa musik punya kekuatan mega untuk mempengaruhi orang dan jika kita tahu bahwa puluhan juta fansnya di berbagai pelosok dunia sedang menjalani proses serupa dengan apa yang sekarang sedang saya coba untuk lewati, rasa heran tersebut akan hilang.
Saat saya terakhir tergila-gila dengan dia di awal 1990an, namanya sangatlah harum. Olahraga favoritnya adalah berlari melampaui zaman, coba saja lihat, dia pionir pembuatan video klip yang digabung dengan cerita. Dia super star pertama yang berhasil menyatukan begitu banyak orang terkenal dalam satu studio (proyek USA for Africa). Kita sekarang hidup dibombardir dengan isu-isu tentang pemanasan global, ah…Michael sudah melakukannya jauh lebih awal dari kita semua. Dalam satu kalimat ringkas: Pemikirannya sangat progresif dan ide-idenya jenial. Menyaksikan dia menyanyi menimbulkan reaksi sama dengan menonton pertunjukan sulap. Proyek-proyek kemanusiannya melahirkan daya kejut serupa dengan yang ditimbulkan oleh kehadiran bayi bagi seorang ibu.
Yang membuat orang semakin kagum, Michael bukan hanya jago menghibur. Dia punya cita rasa yang lezat tentang kemanusiaan dan spiritualitas. Kekuasaan yang dia punya untuk menyihir massa semuanya digunakan untuk hal positif. Saat itu, dia orang paling terkenal di seluruh planet dan konsekuensinya, tentu saja mudah ditebak, dia adalah santapan terempuk semua media gossip dan para oportunis.
Dunia industri hiburan memang jeli, namun sayangnya, kejam. Dengan kesadaran penuh bahwa seorang Michael Jackson punya kuasa untuk menghipnotis konsumen, mereka tak henti menggali berbagai berita yang membuat tabloid langsung ludes di kios: Persahabatannya dengan simpanse yang memakai kostum buatan tukang jahit yang biasa menjahit baju-baju Bruce Willis, tidur di peti oksigen, fitnah sistematis tentang pelecehan seksual terhadap anak kecil.
Apakah Michael aneh ?
Ya, tentu saja. Bagaimanapun, mari luangkan waktu sedikit saja untuk berpikir lebih jauh…
Jika kita sudah tak lagi memiliki privasi sejak berusia 11 tahun…
Jika kita disorot kamera dan dikerumuni orang di setiap jengkal langkah yang kita ambil…
Jika kita memiliki seorang ayah yang melakukan domestic violence…
Jika kita mempunyai kesempatan hanya sebesar kutu semut untuk memiliki sahabat dan cinta sejati…
Jika kita menjadi anak kesayangan pemilik modal termasuk para bos media massa bertiras raksasa…
Jika kita tumbuh dengan kesadaran penuh bahwa suara batuk kita pun laku dijual dan remah roti yang baru kita santap bisa masuk balai lelang...
Jika kita tahu bahwa dua butir jerawat sebesar mata ikan teri di hidung bisa jadi bahan olok-olok di berbagai tabloid...
...Dan sadar bahwa kematian ikan peliharaan kita memperoleh liputan lebih besar dari wartawan dibandingkan peresmian art gallery di jantung ibu kota...
Jika kita terus-menerus diperlakukan sebagai komoditi tidak bergerak dan bukan manusia…
Jika kita mencintai anak-anak kecil sepenuh hati dan sebagai balasan dituduh sebagai seorang pedofil…
Jika kita bangga menjadi bagian dari ras kulit hitam namun dengan semena-mena diyakini sebagai pengkhianat...
Jika kita kehilangan masa kecil dan saat ingin mencicipinya dibilang tidak waras…
Jika kita tahu bahwa ada jutaan penyanyi yang sudah, sedang dan akan ada di dunia--dari mulai yang pentas di ulang tahun anak balita hingga mereka yang konser di stadium megah negara adi daya--dan kita dinobatkan sebagai raja di atas mereka semua...
Jika kita menyandang status orang terkenal nomor satu di muka bumi di lebih dari setengah usia kita…
Yakinlah, kita akan bertumbuh kembang persis seperti dia. Tak ada pohon durian yang menghasilkan daun sirih. Lingkungan aneh tempat ia bertumbuh secara otomatis membentuknya menjadi sosok aneh. Sebuah keanehan yang lahir dari keanehan adalah sebuah hal yang normal belaka, katakanlah, semacam hukum alam begitu.
Saya tidak lagi seorang pemuja Michael Jackson oleh karena itulah saya sepenuhnya sadar bahwa sebagai jenius besar di bidangnya, Michael adalah manusia rapuh yang penuh kelemahan. Bagaimanapun, jika kita mau coba berpikir secara jernih, pada akhirnya kita akan sepakat bahwa sebagai sosok terbesar di dunianya, ia layak diperlakukan dengan cara yang tidak mengusik hati nurani.
Namun, industri memang hanya bersaudara jauh dengan hati nurani, jika ada kesempatan bertemu mereka tak pernah saling tegur. Di dunia hiburan yang kerap sesak dengan hal-hal superfisial, media yang haus uang berjodoh secara romantis dengan pembaca yang lapar sensasi. Pasangan abadi ini tak punya nurani maupun intelijensia khusus yang memampukan mereka untuk memaknai Michael Jackson tidak hanya sebagai sosok yang ‘ganti-ganti muka, temenan sama binatang dan tidur di peti hiperbarik (oksigen)’. Tak disangka, Michael terberkati dengan kesempatan emas untuk ‘memulihkan citra’ dan tragisnya, proses ini terjadi dalam situasi segelap gerhana:Pemakaman.
***
Upacara pelepasan jenazah Michael dengan elegan menjelma menjadi sebuah ajang untuk melihat Michael dengan segenap atribut kemanusiaannya. Seremoni ini tampil sebagai sebuah perlawanan dari keluarga dan pecinta Michael yang membuat mainstream media tergeletak dengan status kalah knock out: Ia bukan barang dagangan. Ia seorang manusia.
Selain menjadi acara yang mengumandangkan nama Tuhan secara lantang di depan minimal 32 juta penonton dalam sekali siar, seremoni kelam ini menjadi sekolah singkat tempat belajar puluhan jutaan manusia, baik di dalam ataupun di luar stadium, tentang keutamaan cinta kasih, kebaikan budi, profesionalisme dan komitmen penuh untuk menjadikan bumi yang terbengkalai ini menjadi tempat tinggal yang lebih baik. Acara ini menjelma menjadi sebuah kampanye berisi ajakan bagi umat manusia untuk menyemai cinta di hati masing-masing sehingga dunia bisa menjadi rumah yang sehat. Sebuah upacara yang disaksikan melalui layar lebar puluhan bioskop di negara adidaya Amerika Serikat hingga laptop mini yang tersambung internet di pelosok Namibia. Benih yang ditanam oleh Michael, saat itu dipupuk melalui rentetan eulogi oleh teman serta keluarga. Semoga saja semuanya akan tumbuh subur sehingga hasilnya bisa dituai dan dikunyah oleh anak cucu kita.
***
Michael mungkin lupa, atau bahkan tidak tahu, bagaimana rasanya dipandang dengan tatapan penuh welas-asih oleh kamera. Sepanjang hidupnya, kreativitas dan upaya kemanusiaan yang ia lakukan selalu diganjar dengan foto-foto bercaption aneh di halaman satu serta kepungan paparazzi yang meletihkan tulang. Cintanya pada kemanusiaan dibalas dengan rentetan fitnah yang bermetamorfosa menjadi uang berbukit-bukit bagi media yang selalu saja amat cekatan dalam memberitakannya. Di seluruh waktunya, ia disorot melulu sebagai pemain utama sebuah reality show dengan rating maha tinggi. Namun, pada dini hari tanggal 8 Juni 2009, selama 3 jam kamera mengambil lensa yang lain untuk meliput seorang Michael Jackson.
Michael direkam sebagai seorang manusia normal yang hidup di lingkungan maha aneh dan tetap punya tekad untuk menghadapinya (Al Sharpton).
Ia disorot sebagai manusia berhati anak-anak yang memiliki “the sweetest and the purest laughter that you have could ever known” (Brooke Shields).
Mata kamera-dan dunia-memandang Michael dengan sangat ramah dan, pada akhirnya, ramai-ramai mengakui bahwa ‘there is so much more to Michael Jackson than just music’.
***
Saat menerima hadiah Nobel, Ibu Theresa ditanya,”Mother, apa yang harus saya lakukan agar perdamaian dunia bisa tercapai ?”
Ibu Theresa menjawab,”Pulanglah dan kasihilah keluargamu”.
Tanggapan perempuan Albania ini memiliki benang merah dengan apa yang disampaikan putri tertua Michael. Di ujung acara, beberapa menit sebelum semuanya usai, Paris Katherine tersedak mengatur nafas karena dadanya sesak, dan akhirnya dengan terpatah-patah mengatakan,”Since I was born…Daddy is the best father that you have could ever imagined” . Pengakuan yang meluruhkan hati karena keluar BUKAN dari mulut penggemar sejati yang selalu menatapnya dengan lekat melalui kaca mata media massa, namun dari dasar hati orang yang tinggal di lingkaran terdalam kehidupannya:Anaknya sendiri.
Michael memang sosok kontroversial yang sarat kekurangan namun tidaklah bijak untuk menafikan seluruh kelebihannya. Pada akhirnya, kita harus akui bersama-sama…
Yes, there is so much more to Michael Jackson than just an entertainer.
For Katherine, he is a tender-hearted dad.
For Brooke Shield, he is a little kid with whom she shared all the good times together.
For Michael Jordan, he is a humble man who ordered Kentucky Fried Chicken for dinner.
For Al Sharpton, he is the one who brought blacks and whites and Asians and Latinos together.
For President Barack Obama, he is the core part of American culture.
Yes, there is so much more to Michael Jackson than just music.
Michael Jackson is also about perseverance, inspiration, passion and creativity.
Michael Jackson is about sincerity, giving, caring, loving and unity as well.
He is all about humanity…
In one word: Michael Joseph Jackson is irreplaceable.
In another word:Michael Jackson is alive, he lives---he does and he still will---forever in the hearts of millions whom he has deeply inspired.
Lippo-Cikarang, July 11, 2009
In Loving Memory of Michael Joseph Jackson