Pengalaman Memberikan Blackberry Kepada Anak 7 Tahun
Karena beberapa alasan, saya sangat ngga betah menggunakan BB dan akhirnya saya berikan kepada Merryll (hampir berusia 8 tahun) setelah saya hentikan langganan unlimited internet dan uninstall semua program kecuali BB dan SMS. Ketertarikan Merryll terhadap teknologi (Umur 7, dengan bimbingan guru les , dia sudah bisa bikin file dengan menggunakan Corel Draw dan Windows Movie Maker) membuat dia dengan sangat cepat kecanduan BB.
Melarang anak memanfaatkan teknologi adalah sesuatu yang sia-sia. Bagaimanapun teknologi, dalam hal ini gadget pada khususnya, yang nyaris omnipresent alias hadir di mana-mana membuat kita harus berpikir keras tentang bagaimana cara menyeimbangkan realita dengan dunia virtual. Sebagai orang tua junior yang baru berpengalaman 8 tahun mengasuh anak, saya masih dalam tahap mencari-cari jawaban.
Dalam proses pencarian inilah saya tahu kenapa orang kecanduan smartphone termasuk BB. Emails, FB,Twitter, BBM dan ribuan aplikasi yang ada di AppWorld atau Android Market mengandung berbagai isi atau posting-an yang seolah ‘memanggil-manggil kita untuk segera menanggapi’. Saat postingan baru muncul akan ada notifications, entah berupa gambar atau suara, yang mengganggu konsentrasi karena pengguna cenderung berhenti melakukan kegiatannya dan membuka gadget. Stimulasi untuk mengecek notifikasi, yang menimbulkan emosi tertentu di diri pengguna, disebabkan oleh adanya hormon dopamine. Riset yang lalu hasilnya dikutip oleh New York Times edisi 6 Juni 2010 ini menunjukkan bahwa sifat adiktif yang terkandung pada hormon itu membuat pikiran pengguna bercabang-cabang, tidak fokus dan cepat merasa bosan jika mereka berhenti menggunakan smartphone. Tak heran, pengguna smartphone dengan cepat berubah status menjadi pecandu smartphone. Dengan sangat cepat pula mereka akan mengalami disorientasi hidup dalam arti kehilangan kemampuan untuk memahami tentang apa yang sesungguhnya benar-benar penting dan ‘seolah-olah’ penting dalam hidup ini.
***
Untuk mencegah Merryll mengalami disorientasi, saya pun menerapkan beberapa peraturan. Ia tak diizinkan untuk BBan sambil jalan dan ketika makan. Hal yang paling penting adalah meletakkan BB saat makan dengan keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar,”Kamu mesti ngobrol. Kalo kita bingung mau ngobrol apa, ya diem aja tapi ngga pake BB”, begitu saya berkata berulang kali. Saya juga katakan bahwa keluarga lebih penting daripada BB,”Selama ini kita susah mereka yang bantu. Yang punya perusahaan BB ngga pernah bantu kita. Kita sakit yang jenguk keluarga, saudara. Kita senang juga gara-gara ngumpul dengan mereka”. Hal lain yang saya jelaskan adalah suatu saat saya dan Papanya akan berpisah dengan dia dan pada saat kami pisah, entah karena dia kuliah atau karena ada yang meninggal terlebih dahulu, ia bisa main gadget sepuasnya kalau ia mau.
Kami pernah lho ke restoran bareng keluarga besar dan semuanya duduk manis memegang gadget, sibuk berkomunikasi dengan orang luar dan tak satu pun tergerak untuk berbincang-bincang satu dengan yang lainnya. Hanya 3 orang di meja besar itu yang bisa mempertahankan kewarasan:Saya, suami saya dan Merryll. Untunglah kami duduk berjejeran jadi bisa ngmomg-ngomong bertiga. Obrolan dengan yang lain hanya terjadi saat makan itupun diselingi dengan adegan mengunyah dari kedua belah pihak (keluarga saya dan keluarga lainnya) dan berkali-kali mencek BB dari pihak mereka (keluarga-keluarga yang lain). Pernah juga saya nraktir seseorang yang sepanjang jalan sibuk main gadget dan tiap kali diajak ngobrol selalu menunduk, memencet-mencet gadgetnya sambil bilang,”Huh...Kenapa,kenapa ? Ntar dulu ya...Sebentar...Sebentar...” Usai kejadian itu saya bersumpah tak akan mau lagi mengajak dia pergi. Sampai mati, saya nyesal kenapa uang saya yang amat terbatas ketika itu saya pakai untuk nraktir dia dan bukan digunakan untuk kasih makanan ke tukang ojek atau penyapu jalanan di kompleks rumah.
Saya tak bisa terlalu keras menerapkan peraturan ini saat ia sedang bemain dengan teman-temannya. Pasalnya, hampir semua menggunakan BB dan saya perhatikan mereka menjadikan beragam aplikasi BB sebagai salah satu bahan omongan. Dalam komunitas yang satu ini, saya belum ikut campur karena seperti yang saya tulis di atas, saya masih berada dalam proses mencari jawaban. Saya masih belum tahu harus bagaimana mengingat masalah penggunaan gadget pada anak adalah problem yang masih relatif baru. Hal lain yang saya sampaikan adalah ia boleh main BB namun harus tetap membaca setiap hari,”Percuma kamu punya barang keren kalo kamu bodoh”, begitu saya bilang. Sebagai orang yang ngga muda-muda amat dan bahkan sudah mulai banyak uban di kepala, saya masih belum ‘rela’ melihat anak saya terbiasa baca e-book. Rasanya buku yang bisa dipegang masih lebih mantap dibandingkan digital book.
Memberi gadget pada Merryll membawa hidup saya melangkah ke sebuah wilayah yang secara intelektual amat menantang. Saya dituntut untuk mengamati keuntungan dan kerugian yang didapat Merryll dari gadget sehingga secara otomatis saya harus mengamati betul-betul apa saja yang berlangsung di BBnya. Hal ini harus dilakukan karena punya kaitan langsung dengan apa kebijakan yang kelak akan saya ambil tentang penggunaan gadget. Berikut adalah hasil pengamatan tersebut.
Kerugian:
1.Merryll jadi lebih banyak main BB dibandingkan baca buku.
2. Waktu ngobrol dengan saya berkurang.
3. Karena masih kecil, dia suka bingung mana yang lebih penting:Ngobrol dengan orang tua
atau main BB ? Berdoa dulu saat bangun atau main BB ?
4. Ortunya bokek nih, mesti beliin pulsa, hehehehe...
Keuntungan:
Beberapa hari yang lalu mata saya terus menatap Twitter saat Merryll bercerita. Dengan kesal, dia memegang kedua pipi saya dan berkata,”Mama ngga sopan.Mama ngajarin aku buat liat mata orang kalo lagi ngomong, sekarang Mama sendiri ngga liat aku pas aku ngomong”.
Pada akhirnya, penggunaan BB bukanlah masalah jumlah untung-rugi dalam sebuah daftar.Penggunaan gadget pada akhirnya menukik ke masalah yang amat prinsipil:Cara kita bersikap , menjaga sopan santun dan tentang bagaimana kita masih tetap bisa dengan jernih berpikir bahwa keluarga adalah hal terpenting dalam hidup dan BB adalah hal yang sebenarnya hanya seolah-olah paling penting dalam hidup.
Bagi sebagian orang bisa jadi gadget labih menarik daripada keluarga namun idealnya, semua orang berkeyakinan bahwa keluarga lebih penting dibandingkan gadget. Begitu, bukan ?
Lippo-Cikarang, 27 Januari 2012
Jam 10.48
Melarang anak memanfaatkan teknologi adalah sesuatu yang sia-sia. Bagaimanapun teknologi, dalam hal ini gadget pada khususnya, yang nyaris omnipresent alias hadir di mana-mana membuat kita harus berpikir keras tentang bagaimana cara menyeimbangkan realita dengan dunia virtual. Sebagai orang tua junior yang baru berpengalaman 8 tahun mengasuh anak, saya masih dalam tahap mencari-cari jawaban.
Dalam proses pencarian inilah saya tahu kenapa orang kecanduan smartphone termasuk BB. Emails, FB,Twitter, BBM dan ribuan aplikasi yang ada di AppWorld atau Android Market mengandung berbagai isi atau posting-an yang seolah ‘memanggil-manggil kita untuk segera menanggapi’. Saat postingan baru muncul akan ada notifications, entah berupa gambar atau suara, yang mengganggu konsentrasi karena pengguna cenderung berhenti melakukan kegiatannya dan membuka gadget. Stimulasi untuk mengecek notifikasi, yang menimbulkan emosi tertentu di diri pengguna, disebabkan oleh adanya hormon dopamine. Riset yang lalu hasilnya dikutip oleh New York Times edisi 6 Juni 2010 ini menunjukkan bahwa sifat adiktif yang terkandung pada hormon itu membuat pikiran pengguna bercabang-cabang, tidak fokus dan cepat merasa bosan jika mereka berhenti menggunakan smartphone. Tak heran, pengguna smartphone dengan cepat berubah status menjadi pecandu smartphone. Dengan sangat cepat pula mereka akan mengalami disorientasi hidup dalam arti kehilangan kemampuan untuk memahami tentang apa yang sesungguhnya benar-benar penting dan ‘seolah-olah’ penting dalam hidup ini.
***
Untuk mencegah Merryll mengalami disorientasi, saya pun menerapkan beberapa peraturan. Ia tak diizinkan untuk BBan sambil jalan dan ketika makan. Hal yang paling penting adalah meletakkan BB saat makan dengan keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar,”Kamu mesti ngobrol. Kalo kita bingung mau ngobrol apa, ya diem aja tapi ngga pake BB”, begitu saya berkata berulang kali. Saya juga katakan bahwa keluarga lebih penting daripada BB,”Selama ini kita susah mereka yang bantu. Yang punya perusahaan BB ngga pernah bantu kita. Kita sakit yang jenguk keluarga, saudara. Kita senang juga gara-gara ngumpul dengan mereka”. Hal lain yang saya jelaskan adalah suatu saat saya dan Papanya akan berpisah dengan dia dan pada saat kami pisah, entah karena dia kuliah atau karena ada yang meninggal terlebih dahulu, ia bisa main gadget sepuasnya kalau ia mau.
Kami pernah lho ke restoran bareng keluarga besar dan semuanya duduk manis memegang gadget, sibuk berkomunikasi dengan orang luar dan tak satu pun tergerak untuk berbincang-bincang satu dengan yang lainnya. Hanya 3 orang di meja besar itu yang bisa mempertahankan kewarasan:Saya, suami saya dan Merryll. Untunglah kami duduk berjejeran jadi bisa ngmomg-ngomong bertiga. Obrolan dengan yang lain hanya terjadi saat makan itupun diselingi dengan adegan mengunyah dari kedua belah pihak (keluarga saya dan keluarga lainnya) dan berkali-kali mencek BB dari pihak mereka (keluarga-keluarga yang lain). Pernah juga saya nraktir seseorang yang sepanjang jalan sibuk main gadget dan tiap kali diajak ngobrol selalu menunduk, memencet-mencet gadgetnya sambil bilang,”Huh...Kenapa,kenapa ? Ntar dulu ya...Sebentar...Sebentar...” Usai kejadian itu saya bersumpah tak akan mau lagi mengajak dia pergi. Sampai mati, saya nyesal kenapa uang saya yang amat terbatas ketika itu saya pakai untuk nraktir dia dan bukan digunakan untuk kasih makanan ke tukang ojek atau penyapu jalanan di kompleks rumah.
Saya tak bisa terlalu keras menerapkan peraturan ini saat ia sedang bemain dengan teman-temannya. Pasalnya, hampir semua menggunakan BB dan saya perhatikan mereka menjadikan beragam aplikasi BB sebagai salah satu bahan omongan. Dalam komunitas yang satu ini, saya belum ikut campur karena seperti yang saya tulis di atas, saya masih berada dalam proses mencari jawaban. Saya masih belum tahu harus bagaimana mengingat masalah penggunaan gadget pada anak adalah problem yang masih relatif baru. Hal lain yang saya sampaikan adalah ia boleh main BB namun harus tetap membaca setiap hari,”Percuma kamu punya barang keren kalo kamu bodoh”, begitu saya bilang. Sebagai orang yang ngga muda-muda amat dan bahkan sudah mulai banyak uban di kepala, saya masih belum ‘rela’ melihat anak saya terbiasa baca e-book. Rasanya buku yang bisa dipegang masih lebih mantap dibandingkan digital book.
Memberi gadget pada Merryll membawa hidup saya melangkah ke sebuah wilayah yang secara intelektual amat menantang. Saya dituntut untuk mengamati keuntungan dan kerugian yang didapat Merryll dari gadget sehingga secara otomatis saya harus mengamati betul-betul apa saja yang berlangsung di BBnya. Hal ini harus dilakukan karena punya kaitan langsung dengan apa kebijakan yang kelak akan saya ambil tentang penggunaan gadget. Berikut adalah hasil pengamatan tersebut.
Kerugian:
1.Merryll jadi lebih banyak main BB dibandingkan baca buku.
2. Waktu ngobrol dengan saya berkurang.
3. Karena masih kecil, dia suka bingung mana yang lebih penting:Ngobrol dengan orang tua
atau main BB ? Berdoa dulu saat bangun atau main BB ?
4. Ortunya bokek nih, mesti beliin pulsa, hehehehe...
Keuntungan:
- Ia main BB, saya bisa tenang mengetik. Untuk menulis atau bekerja pakai laptop saya sudah ngga perlu lagi mengungsi ke tetangga.Bagi saya ini amat penting karena saya menikmati me-time dengan membaca atau menulis. Kurangnya me-time akan menimbulkan efek negatif yang pada akhirnya menjadikan Merryll sebagai korban.
- Jadi lebih tahu apa yang terjadi pada hidup Merryll sejauh itu berkaitan dengan teman-temannya.
- Jadi tahu sifat teman-temannya. Mana yang bossy, yang culas, baik hati. Mana yang religius, yang aneh, yang norak, yang manis. Ini bisa sedikit terungkap lewat BBM mereka. Hal ini saya gunakan sebagai kesempatan untuk ngobrol dengan dia tentang sifat-saifat orang dan apa yang sebaiknya kita lakukan terhadap orang itu.
- Ketrampilan dia dalam menggunakan teknologi sangat berkembang.Kosa katanya juga bertambah, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahas Indonesia.
- Dia jadi lebih produktif menulis karena untuk menuangkan ide ngga perlu repot-repot menyalakan laptop.
- Jadi lebih dekat dengan sepupunya karena mereka suka BBMan.
- Jadi lebih dekat dengan saya karena kami punya bahan obrolan yang lebih variatif dan bagi dia sangat menarik.
- Saya punya pengetahuan tentang Merryll yang jauhhhhh lebih banyak dibandingkan dulu sebelum ia diberi BB. Dulu saya mengamati dia hanya dari perkataan lisan dan sikap. Sekarang referensi saya bertambah:BB. Saya jadi tahu bahwa ia lebih galak dari yang saya kira (kelihatan saat ia marah kepada temannya yang bossy dan selalu menulis SMS dengan huruf besar),cenderung mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang ia sukai, lebih religius dari yang saya sangka (ia suka kirim cerita soal Yesus atau ayat Alkitab), dll. Pengetahuan macam ini tentu saja penting karena saya bisa melihat sisi yang lebih beragam dari diri Merryll.
- Pengetahuan dan sense of music nya menjadi tambah tajam karena ia mendownload banyak lagu lewat BBnya.
- Mainan yang didownload semuanya bersifat edukatif jadi bagus untuk perkembangannya.
- BB jadi topik yang sangat pas untuk ngobrol soal penyusunan prioritas kegiatan.
- BBM jadi alat untuk ngobrol soal berita palsu. Dia sukarang tahu apa artinya hoax.
Beberapa hari yang lalu mata saya terus menatap Twitter saat Merryll bercerita. Dengan kesal, dia memegang kedua pipi saya dan berkata,”Mama ngga sopan.Mama ngajarin aku buat liat mata orang kalo lagi ngomong, sekarang Mama sendiri ngga liat aku pas aku ngomong”.
Pada akhirnya, penggunaan BB bukanlah masalah jumlah untung-rugi dalam sebuah daftar.Penggunaan gadget pada akhirnya menukik ke masalah yang amat prinsipil:Cara kita bersikap , menjaga sopan santun dan tentang bagaimana kita masih tetap bisa dengan jernih berpikir bahwa keluarga adalah hal terpenting dalam hidup dan BB adalah hal yang sebenarnya hanya seolah-olah paling penting dalam hidup.
Bagi sebagian orang bisa jadi gadget labih menarik daripada keluarga namun idealnya, semua orang berkeyakinan bahwa keluarga lebih penting dibandingkan gadget. Begitu, bukan ?
Lippo-Cikarang, 27 Januari 2012
Jam 10.48