PERSELINGKUHAN: THE ART OF JUSTIFICATION AND DENIAL
-Kalo nggak selingkuh nggak berarti masih cinta, lho. Setia iya, cinta belum tentu-
Perselingkuhan terjadi karena kesalahan suami-istri tapi di sini saya akan fokus ke yang perempuan karena postingan ini terinspirasi dari berita tentang perselingkuhan istri seorang selebriti. Saya nggak berminat ngebahas topik ini dengan cowok sebagai fokusnya, 'kan akar penyebab mereka selingkuh cuma satu: Mereka punya naluri kuat untuk jadi bajingan. Tentu tidak lantas berarti laki-laki kalo selingkuh harus dimaklumi. Patriarkis amat kita kalo bersikap kayak gini.
Tulisan ini hanya relevan ke sebagian besar perselingkuhan, bukan ke semua. Banyak perselingkuhan yang bisa dimengerti tapi pada umumnya tetap nggak bisa dibenarkan. Saya picik? Kalo definisi open-minded adalah ‘yakin bahwa di kehidupan pribadi, gue bebas melakukan apa aja asal nggak ganggu masyarakat’, ya iyalah, saya picik. Tulisan ini adalah salah satu cara untuk memandang perselingkuhan, bukan satu-satunya cara.
Perempuan jarang selingkuh karena alasan seks, biasanya karena kurang perhatian, merasa nggak dihargai, atau bosan dengan rutinitas. Selingkuh bikin hidup jadi dinamis karena dilakukannya diam-diam dan ada unsur pelanggaran: A stolen fruit tastes sweeter, bukan? Apalagi situasinya utopis, tidak ada dialog yang menyangkut hidup berumah tangga misalnya tentang keran rusak atau supir kabur. Dia nggak ada di rumah waktu atap bocor saat hujan deras dan nggak ada di sampingmu waktu kamu demam tinggi plus muntah melulu. Jadi, hidup kalian indah banget.
Perselingkuhan ada dua:Fisik dan emosi. Dalam emotional affair nggak ada hubungan seks jadi rasanya lebih romantis, intens, misterius, dan ilusif. Hubungan tipe ini bisa berkembang jadi physical affair dan efeknya lebih destruktif terutama ke perempuan. Bahkan orang yang terlibat physical affair saat putus mengatakan bahwa hal yang bikin mereka merana banget adalah melupakan kedekatan emosional, bukan aspek seks. Di Amerika, jumlah perceraian yang disebabkan emotional affair tambah banyak, lho.
Mendeteksi selingkuh atau naksir mah gampang: Waktu dapat chat dari dia, kamu deg-degan atau girang nggak? Apa kamu mikir,"Saya sebenarnya naksir dia nggak, sih? Saya mesti gimana?“ Nah, ini pertanda naksir, mustahil pertanyaan itu muncul saat kamu berhubungan dengan cowok yang kamu nggak taksir. Lalu kalo kamu baca tulisan ini sampe abis dan merasa tersindir berarti kamu selingkuh. Kalo kamu berkomentar, "Bener sih tapi…Saya sebenarnya setuju tapi…” Nah, itu juga petunjuk bahwa kamu selingkuh.
Saat ngomong begitu, kau lagi mempraktikkan art of justification and denial, seni yang secara instingtif dipraktikkan oleh pelaku perselingkuhan. "Kita cuma teman//Salahnya di mana sih?//Beberapa temen kayak gini juga kok, ini sih biasa…" Kita hobi ngeles dan lupa bahwa pilihan kata kita nggak bisa mengubah kenyataan yang sudah berjalan, hanya mampu mengubah persepsi kita tentang kenyataan tersebut.
Kita semua pernah melakukan penyangkalan dalam kasus berbeda-beda. Di sebuah perselingkuhan, art of justification and denial bisa menekan rasa bersalah dan meyakinkan kita bahwa apa yang kita pikir menyenangkan adalah baik dan apa yang kita rasa baik adalah benar. Kita punya kemampuan untuk memilih apa yang benar namun art of justification and denial menumpulkan kemampuan ini.
Perselingkuhan membuat emosi pelakunya, terutama yang cewek, jadi mirip roller-coaster. Penyebab pertama (1) beban cewek dalam pernikahan di masyarakat patriarkis lebih berat daripada laki-laki. Lalu masih ditambah lagi dengan (2) perasaan resah karena perselingkuhan sering menjebakmu dalam situasi dilematis.
Penyebab lain adalah (3) kamu tau bahwa kamu dinomorduakan. Dia memang menghubungimu setiap hari tapi kamu tau bahwa keluarganya tetap nomor satu. Kamu paham bahwa (4) ada sisi manipulatif dalam dirinya dan kamu terpaksa pura-pura tak peduli. Kalo kamu masuk UGD dan di saat yang sama anaknya ulang tahun, kamu tahu bahwa kemungkinan besar dia milih ke pesta ultah apalagi kalo anaknya masih balita. Kamu marah namun nggak berdaya. Kamu juga (5) paham bahwa keseringan menyangkal dan mencari pembenaran akan membuat hubunganmu tambah dalam tapi, "Yah…Mau gimana lagi? Dia baik, pengertian, romantis, beda banget dari suamiku."
Saya beberapa kali menegur teman yang udah punya anak dan selingkuh. Saya kepo sama urusan mereka? Bukan. I love them. Kalo kita beneran sayang sama temen kita, kalo mereka salah, kita akan tegur. Tiap melihat mereka ketemuan sama selingkuhannya, saya selalu mikir, "Elo lagi melakukan ke anak lo apa yang bokap gue dulu lakukan ke gue:Ninggalin anak buat ketemu selingkuhan." Apalagi kalo pernikahanmu diberkati di gereja. Udah gitu kalo kamu cewek kuper atau 'kuno' tapi sempat berhubungan seks, kamu akan berpikir bahwa kamu ‘udah dipake.’ Kamu akan merasa tambah bersalah.
Well...Gimana emosimu nggak naik-turun?
BTW, kamu tuh pernah mikirin perasaan keluarga terutama anak selingkuhanmu dan perasaan anakmu sendiri, nggak sih (kalo memang udah punya anak)? Selingkuh tuh masih 'lumayanan' kalo belum ada anak. Perselingkuhan tak pernah punya efek positif ke anak si pelaku. Mungkin kamu bilang,”Tau apa sih lo?!” Haelah. Ya tauk lah. Tulisan ini mengandung hasil riset, bikinnya lama nih. Lagian bapak saya nikah dengan selingkuhannya sebelum saya lahir. Saya nih nulis soal topik yang saya alami sendiri dan juga saya pelajari, tauk nggak sih lo. Nggak usah ngajak gue debat masalah beginian, I'm the expert.
Mungkin ada yang nanya,"Kok kamu bisa enteng banget cerita tentang masalah keluargamu? Bukannya itu aib, ya?"
Kalo kita mengalami kejadian buruk dan masalahnya udah selesai, kayaknya kita punya tanggung jawab moral buat membagikannya. Jika hanya disimpan, bisa dikatakan luka kita akan nyaris sia-sia. Membagikan pengalaman hidup yang menyakitkan atau menyedihkan akan membuat orang lain merasa nggak sendirian dan hidupnya terasa lebih ringan. Misalnya nih, kamu kena penyakit hati. Ada mantan penderita hepatitis yang nggak lulus SMP dan ada ahli hepatologi bergelar profesor. Penderita hepatitis pasti lebih seneng kalo dikasih nasehat oleh anak dropout SMP itu 'kan daripada oleh sang profesor?
Nah, jadi ceritanya, kamu sekarang lagi kena penyakit hati dan sekarang lagi dikasih nasihat oleh saya, anak dropout SMP yang statusnya mantan pasien hepatitis itu...
Adapun Tuhan adalah Sosok yang akan menyembuhkan hatimu. Ia dekat dengan orang-orang yang patah hati dan Ia sendirilah yang akan menampung tetesan air matamu. Baca baik-baik, Sayang: Dialah yang akan membebat semua lukamu. Dia yang akan menguatkanmu, bukan...Bukan supaya kamu terlihat tegar tapi karena Ia melihat engkau punya keluarga yang harus dilindungi.
Dan ketika proses kesakitan serta penyembuhan sedang kamu jalani, tak ada satu orang pun yang punya hak untuk menghakimimu. Tidak juga saya.
Begitu bukan?
8 Maret 2018, 23.08 WIB
Tulisan ini hanya relevan ke sebagian besar perselingkuhan, bukan ke semua. Banyak perselingkuhan yang bisa dimengerti tapi pada umumnya tetap nggak bisa dibenarkan. Saya picik? Kalo definisi open-minded adalah ‘yakin bahwa di kehidupan pribadi, gue bebas melakukan apa aja asal nggak ganggu masyarakat’, ya iyalah, saya picik. Tulisan ini adalah salah satu cara untuk memandang perselingkuhan, bukan satu-satunya cara.
Perempuan jarang selingkuh karena alasan seks, biasanya karena kurang perhatian, merasa nggak dihargai, atau bosan dengan rutinitas. Selingkuh bikin hidup jadi dinamis karena dilakukannya diam-diam dan ada unsur pelanggaran: A stolen fruit tastes sweeter, bukan? Apalagi situasinya utopis, tidak ada dialog yang menyangkut hidup berumah tangga misalnya tentang keran rusak atau supir kabur. Dia nggak ada di rumah waktu atap bocor saat hujan deras dan nggak ada di sampingmu waktu kamu demam tinggi plus muntah melulu. Jadi, hidup kalian indah banget.
Perselingkuhan ada dua:Fisik dan emosi. Dalam emotional affair nggak ada hubungan seks jadi rasanya lebih romantis, intens, misterius, dan ilusif. Hubungan tipe ini bisa berkembang jadi physical affair dan efeknya lebih destruktif terutama ke perempuan. Bahkan orang yang terlibat physical affair saat putus mengatakan bahwa hal yang bikin mereka merana banget adalah melupakan kedekatan emosional, bukan aspek seks. Di Amerika, jumlah perceraian yang disebabkan emotional affair tambah banyak, lho.
Mendeteksi selingkuh atau naksir mah gampang: Waktu dapat chat dari dia, kamu deg-degan atau girang nggak? Apa kamu mikir,"Saya sebenarnya naksir dia nggak, sih? Saya mesti gimana?“ Nah, ini pertanda naksir, mustahil pertanyaan itu muncul saat kamu berhubungan dengan cowok yang kamu nggak taksir. Lalu kalo kamu baca tulisan ini sampe abis dan merasa tersindir berarti kamu selingkuh. Kalo kamu berkomentar, "Bener sih tapi…Saya sebenarnya setuju tapi…” Nah, itu juga petunjuk bahwa kamu selingkuh.
Saat ngomong begitu, kau lagi mempraktikkan art of justification and denial, seni yang secara instingtif dipraktikkan oleh pelaku perselingkuhan. "Kita cuma teman//Salahnya di mana sih?//Beberapa temen kayak gini juga kok, ini sih biasa…" Kita hobi ngeles dan lupa bahwa pilihan kata kita nggak bisa mengubah kenyataan yang sudah berjalan, hanya mampu mengubah persepsi kita tentang kenyataan tersebut.
Kita semua pernah melakukan penyangkalan dalam kasus berbeda-beda. Di sebuah perselingkuhan, art of justification and denial bisa menekan rasa bersalah dan meyakinkan kita bahwa apa yang kita pikir menyenangkan adalah baik dan apa yang kita rasa baik adalah benar. Kita punya kemampuan untuk memilih apa yang benar namun art of justification and denial menumpulkan kemampuan ini.
Perselingkuhan membuat emosi pelakunya, terutama yang cewek, jadi mirip roller-coaster. Penyebab pertama (1) beban cewek dalam pernikahan di masyarakat patriarkis lebih berat daripada laki-laki. Lalu masih ditambah lagi dengan (2) perasaan resah karena perselingkuhan sering menjebakmu dalam situasi dilematis.
Penyebab lain adalah (3) kamu tau bahwa kamu dinomorduakan. Dia memang menghubungimu setiap hari tapi kamu tau bahwa keluarganya tetap nomor satu. Kamu paham bahwa (4) ada sisi manipulatif dalam dirinya dan kamu terpaksa pura-pura tak peduli. Kalo kamu masuk UGD dan di saat yang sama anaknya ulang tahun, kamu tahu bahwa kemungkinan besar dia milih ke pesta ultah apalagi kalo anaknya masih balita. Kamu marah namun nggak berdaya. Kamu juga (5) paham bahwa keseringan menyangkal dan mencari pembenaran akan membuat hubunganmu tambah dalam tapi, "Yah…Mau gimana lagi? Dia baik, pengertian, romantis, beda banget dari suamiku."
Saya beberapa kali menegur teman yang udah punya anak dan selingkuh. Saya kepo sama urusan mereka? Bukan. I love them. Kalo kita beneran sayang sama temen kita, kalo mereka salah, kita akan tegur. Tiap melihat mereka ketemuan sama selingkuhannya, saya selalu mikir, "Elo lagi melakukan ke anak lo apa yang bokap gue dulu lakukan ke gue:Ninggalin anak buat ketemu selingkuhan." Apalagi kalo pernikahanmu diberkati di gereja. Udah gitu kalo kamu cewek kuper atau 'kuno' tapi sempat berhubungan seks, kamu akan berpikir bahwa kamu ‘udah dipake.’ Kamu akan merasa tambah bersalah.
Well...Gimana emosimu nggak naik-turun?
BTW, kamu tuh pernah mikirin perasaan keluarga terutama anak selingkuhanmu dan perasaan anakmu sendiri, nggak sih (kalo memang udah punya anak)? Selingkuh tuh masih 'lumayanan' kalo belum ada anak. Perselingkuhan tak pernah punya efek positif ke anak si pelaku. Mungkin kamu bilang,”Tau apa sih lo?!” Haelah. Ya tauk lah. Tulisan ini mengandung hasil riset, bikinnya lama nih. Lagian bapak saya nikah dengan selingkuhannya sebelum saya lahir. Saya nih nulis soal topik yang saya alami sendiri dan juga saya pelajari, tauk nggak sih lo. Nggak usah ngajak gue debat masalah beginian, I'm the expert.
Mungkin ada yang nanya,"Kok kamu bisa enteng banget cerita tentang masalah keluargamu? Bukannya itu aib, ya?"
Kalo kita mengalami kejadian buruk dan masalahnya udah selesai, kayaknya kita punya tanggung jawab moral buat membagikannya. Jika hanya disimpan, bisa dikatakan luka kita akan nyaris sia-sia. Membagikan pengalaman hidup yang menyakitkan atau menyedihkan akan membuat orang lain merasa nggak sendirian dan hidupnya terasa lebih ringan. Misalnya nih, kamu kena penyakit hati. Ada mantan penderita hepatitis yang nggak lulus SMP dan ada ahli hepatologi bergelar profesor. Penderita hepatitis pasti lebih seneng kalo dikasih nasehat oleh anak dropout SMP itu 'kan daripada oleh sang profesor?
Nah, jadi ceritanya, kamu sekarang lagi kena penyakit hati dan sekarang lagi dikasih nasihat oleh saya, anak dropout SMP yang statusnya mantan pasien hepatitis itu...
Adapun Tuhan adalah Sosok yang akan menyembuhkan hatimu. Ia dekat dengan orang-orang yang patah hati dan Ia sendirilah yang akan menampung tetesan air matamu. Baca baik-baik, Sayang: Dialah yang akan membebat semua lukamu. Dia yang akan menguatkanmu, bukan...Bukan supaya kamu terlihat tegar tapi karena Ia melihat engkau punya keluarga yang harus dilindungi.
Dan ketika proses kesakitan serta penyembuhan sedang kamu jalani, tak ada satu orang pun yang punya hak untuk menghakimimu. Tidak juga saya.
Begitu bukan?
8 Maret 2018, 23.08 WIB