Sampai Sejauh Mana Kita Harus Membiarkan Orang Memposting
Hal-Hal ‘Negatif’ (?) di MedSos ?
Banyak orang senang dengan segala sesuatu yang menggembirakan. Kita lebih akrab dengan istilah ‘telur setengah matang’ daripada ‘telur setengah mentah’. Kita lebih milih berkata,”Gelas yang isinya setengah” daripada “Gelas yang setengahnya kosong”. Tak heran jika lantas sebagian pengguna medsos berkomitmen untuk fokus menuliskan doa atau ayat kitab suci agama mereka di update status, memposting kejadian positif semacam sedang liburan atau berderma dan mengunggah serentetan kalimat pembangkit semangat.
Kenapa sih, berbagi cerita yang asik-asik, berdoa dan memberi kata-kata motivasi di sosmed, memangnya salah ?
Jelas ngga. Lha orang mau mau berbagi kebahagiaan, ngasih doa dan memotivasi, masa’ iya salah. Yang bener aje.
Pertanyaan berikutnya, Bagaimana kalo akun sosmed tetangga yang isinya suka mondar-mandir di sosmed kita, kerap memposting berita negatif ? Misalnya tentang anggota DPR yang makan gaji buta, ekstremis yang mencela korban Air Asia atau pemutaran film politik yang dilarang pemda ? “Ngapain posting hal-hal kayak gitu. Ngotorin timeline atau newsfeed. Lha kita juga ga bisa berbuat apa-apa”, begitu pikir sebagian orang.
Semua agama mengajarkan pengikutnya untuk memikirkan hal yang manis-manis, bersih-bersih dan suci. Tentang agama, Napoleon punya kutipan yang sangat sinis,”Hanya agama yang bisa mencegah orang miskin membunuh orang kaya yang telah merampoknya”. Jangan ditelan mentah-mentah. Anda cukup cerdas untuk tahu bahwa saya memposting kalimat itu bukan untuk menyuruh Anda membunuh lebih dari setengah isi gedung DPR. Anda pasti nangkap inti pernyataan Napoleon itu ‘kan ?
Agama memang cenderung membuat kita duduk manis. Tak heran jika orang-orang relijius risih baca update status yang isinya jauh dari ayat Alkitab dan jargon agama. Isi akun mereka steril dari aspek berbangsa dan bernegara. Tentu mereka punya hak untuk itu. Tapi orang-orang yang kurang atau tidak relijius juga punya hak untuk memposting sesuai dengan selera mereka. Yang penting ngga SARA.
Belajarlah untuk realistis. Isi dunia bukan hanya Tuhan dan malaikat surgawi. Ada bencana, isu SARA, ketidakadilan. Pendidikan masih carut-marut. DPR masih korup. Orang-orang yang update statusnya kerapkali “negatif”…Mereka lagi menunjukkan kepeduliannya pada negara. Mungkin Anda bertanya, emangnya kalo udah posting kayak gitu, terus bisa apa ? Jawabannya sangat spesifik. Tergantung kondisi ekonomi, dia kuper atau punya jaringan pertemanan yang luas,tinggal di pinggir kota atau di tengah-tengah, dll…. Pertanyaan berikut,”Udah posting kayak gitu, emangnya solusinya apa?” Yaela, ga semua orang kali dikasih peran buat jadi problem-solver. Mungkin mereka posting hanya untuk membangun kesadaran pembaca. Sebagian yang punya banyak fans, bisa jadi influencer, dll.
Tiap orang punya perjuangan dan minatnya masing-masing. Ada banyak cara untuk membangun negeri. Ada yang dikaruniai anak 6 dan hanya bisa berjuang lewat sosmed, mencoba menanamkan kepedulian tentang hal tertentu sambil sibuk ngawasin balitanya belajar makan sendiri. Ada yang kaya dan single, jadi bisa bebas jadi sukarelawan dan aktif ke luar kota bahkan luar negeri. Ada juga yang gajinya kecil melulu dan bodoh jadi harus kerja rodi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pas pulang sudah capek jadi hanya sempat ngobrol dan nonton TV.
Intinya, kalau Anda bahagia dengan sosmed Anda yang isinya ‘positif-positif’ melulu, silahkan. Kalau Anda hanya bisa mendekati Tuhan dengan cara menjauhkan diri dari masalah dunia, silahkan. Namun kalo ada orang yang memang rajin memposting kondisi negara yang masih carut-marut, jangan dilarang. Lebih baik dibilangi aja baik-baik,”Kamu yang imbang dong kalo posting, hal-hal yang positif juga diupload. Dan kasih kalimat pembuka yang bagus ya, yang sopan, jangan kasar”, gitu. Percuma ngomong 'jangan' ke orang kayak gitu. Mereka gelisah lihat negaranya hancur dan sesamanya miskin atau kesakitan. Biarkan saja mereka mengekspresikannya.
Yang penting, Anda tahu bahwa ada fasilitas report, block, unfollow dan unfriend.
31/12/2014,18.23 WIB
Kenapa sih, berbagi cerita yang asik-asik, berdoa dan memberi kata-kata motivasi di sosmed, memangnya salah ?
Jelas ngga. Lha orang mau mau berbagi kebahagiaan, ngasih doa dan memotivasi, masa’ iya salah. Yang bener aje.
Pertanyaan berikutnya, Bagaimana kalo akun sosmed tetangga yang isinya suka mondar-mandir di sosmed kita, kerap memposting berita negatif ? Misalnya tentang anggota DPR yang makan gaji buta, ekstremis yang mencela korban Air Asia atau pemutaran film politik yang dilarang pemda ? “Ngapain posting hal-hal kayak gitu. Ngotorin timeline atau newsfeed. Lha kita juga ga bisa berbuat apa-apa”, begitu pikir sebagian orang.
Semua agama mengajarkan pengikutnya untuk memikirkan hal yang manis-manis, bersih-bersih dan suci. Tentang agama, Napoleon punya kutipan yang sangat sinis,”Hanya agama yang bisa mencegah orang miskin membunuh orang kaya yang telah merampoknya”. Jangan ditelan mentah-mentah. Anda cukup cerdas untuk tahu bahwa saya memposting kalimat itu bukan untuk menyuruh Anda membunuh lebih dari setengah isi gedung DPR. Anda pasti nangkap inti pernyataan Napoleon itu ‘kan ?
Agama memang cenderung membuat kita duduk manis. Tak heran jika orang-orang relijius risih baca update status yang isinya jauh dari ayat Alkitab dan jargon agama. Isi akun mereka steril dari aspek berbangsa dan bernegara. Tentu mereka punya hak untuk itu. Tapi orang-orang yang kurang atau tidak relijius juga punya hak untuk memposting sesuai dengan selera mereka. Yang penting ngga SARA.
Belajarlah untuk realistis. Isi dunia bukan hanya Tuhan dan malaikat surgawi. Ada bencana, isu SARA, ketidakadilan. Pendidikan masih carut-marut. DPR masih korup. Orang-orang yang update statusnya kerapkali “negatif”…Mereka lagi menunjukkan kepeduliannya pada negara. Mungkin Anda bertanya, emangnya kalo udah posting kayak gitu, terus bisa apa ? Jawabannya sangat spesifik. Tergantung kondisi ekonomi, dia kuper atau punya jaringan pertemanan yang luas,tinggal di pinggir kota atau di tengah-tengah, dll…. Pertanyaan berikut,”Udah posting kayak gitu, emangnya solusinya apa?” Yaela, ga semua orang kali dikasih peran buat jadi problem-solver. Mungkin mereka posting hanya untuk membangun kesadaran pembaca. Sebagian yang punya banyak fans, bisa jadi influencer, dll.
Tiap orang punya perjuangan dan minatnya masing-masing. Ada banyak cara untuk membangun negeri. Ada yang dikaruniai anak 6 dan hanya bisa berjuang lewat sosmed, mencoba menanamkan kepedulian tentang hal tertentu sambil sibuk ngawasin balitanya belajar makan sendiri. Ada yang kaya dan single, jadi bisa bebas jadi sukarelawan dan aktif ke luar kota bahkan luar negeri. Ada juga yang gajinya kecil melulu dan bodoh jadi harus kerja rodi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pas pulang sudah capek jadi hanya sempat ngobrol dan nonton TV.
Intinya, kalau Anda bahagia dengan sosmed Anda yang isinya ‘positif-positif’ melulu, silahkan. Kalau Anda hanya bisa mendekati Tuhan dengan cara menjauhkan diri dari masalah dunia, silahkan. Namun kalo ada orang yang memang rajin memposting kondisi negara yang masih carut-marut, jangan dilarang. Lebih baik dibilangi aja baik-baik,”Kamu yang imbang dong kalo posting, hal-hal yang positif juga diupload. Dan kasih kalimat pembuka yang bagus ya, yang sopan, jangan kasar”, gitu. Percuma ngomong 'jangan' ke orang kayak gitu. Mereka gelisah lihat negaranya hancur dan sesamanya miskin atau kesakitan. Biarkan saja mereka mengekspresikannya.
Yang penting, Anda tahu bahwa ada fasilitas report, block, unfollow dan unfriend.
31/12/2014,18.23 WIB