Tentang Autisme (1):
Ngajak Ananda Sukarlan Bikin Buku Wangsit
Gue suka nulis, semua tulisan gue terbagi dalam dua kategori:Buku/Tulisan Professional Development dan Buku/Tulisan Wangsit. Jenis pertama adalah tulisan yang gue buat atas permintaan orang lain. Proses penulisannya memperluas wawasan berpikir jadi gue anggap aja sebagai Professional Development Program. Adapun Buku/Tulisan Wangsit dibuat berdasarkan ide yang entah bagaimana tau-taunya ada di kepala (makanya gue sebut wangsit): Ada topik nyangkut di benak, kata-kata bersliweran di otak, berteriak-teriak minta dipindahin ke laptop.
Dalam satu kalimat," Pas nulis Buku Professional Development, gue yang milih topiknya. Pas bikin Buku Wangsit, topiknya yang milih gue." Dan topik-topik ini selalu aja bawel, rajin banget mengganggu dengan pertanyaan,"Eh, kok gue belum lu tulis sih? " Reseh ya, nyusahin orang.
***
Dalam satu kalimat," Pas nulis Buku Professional Development, gue yang milih topiknya. Pas bikin Buku Wangsit, topiknya yang milih gue." Dan topik-topik ini selalu aja bawel, rajin banget mengganggu dengan pertanyaan,"Eh, kok gue belum lu tulis sih? " Reseh ya, nyusahin orang.
***
Gue mulai tau tentang Tourette, Autisme, dll, saat cari ide tentang topik untuk didiskusikan di WhatsAppGroup Guru. Gue nonton beberapa video tentang Disleksia, Autisme dan Tourette. Nggak ngebayang betapa sulitnya jadi (keluarga) anak-anak berkebutuhan khusus dan betapa ribetnya membentuk support system buat ngedukung mereka. Waktu nonton itu semua, gue yakin bahwa suatu saat-kalo dikasih umur panjang sama Tuhan-gue bakal menulis buku yang berkaitan dengan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Gue mulai mikirin isu anak-anak berkebutuhan khusus dan mulai merasa nggak enak. Akhirnya gue sampai di sebuah kesimpulan bahwa kegelisahan gue adalah sebuah suara yang memerintahkan gue untuk melakukan sesuatu.
Nggak semua perintah butuh kata-kata, bukan? There is a voice that doesn't use words.
Dengan beberapa teman, gue akhirnya bikin seminar tentang disleksia. Penulisan buku ditunda karena gue bingung mesti gimana. Topik yang menghantui gue termasuk ribet, gue harus punya banyak cerita karena cerita akan mempermudah gue untuk mengurai kompleksitas itu. Gue ingin buku gue bisa membangun kesadaran orang akan isu anak-anak berkebutuhan khusus dan sukur-sukur kelak ada pembaca yang tertarik untuk bantu mereka. Dan, orang hanya bisa bergerak dengan suka rela jika disuguhi cerita, perjalanan emosi, dan cermin bagi mereka untuk berkaca.
Everyone has a story and all of us are great story-listeners.
Kita ini nih ya, kita semua menabung kesalahan di dunia orang-orang berkebutuhan khusus. Istri temen kita yang kita gossipin karena terlihat aneh, mungkin pas kita ketemu dia sebenarnya dia lagi ketakutan setengah mati karena mengalami Anxiety Disorder. Murid-murid yang diam-diam pernah gue cap nggak pintar atau pemalas, pasti ada yang mengalami Autisme atau Disleksia. Coba deh lo inget-inget, saat anak atau ponakan lo yang kelas 4 SD nggak bisa membaca cerita yang gampang dituntaskan anak 3 SD, mungkin lo ngomel,”Makanya belajar, jangan males.” Kita nggak ngerti bahwa mereka mengalami disleksia dan SETIAP HARI mereka sudah bekerja jauh lebih keras daripada teman-temannya. Saat seorang penyandang Autisme enggan menatap mata lawan bicara, kita mungkin menggerutu,”Itu ‘kan tinggal nengok dikit! Gitu aja nggak bisa!”
Di WhatsAppGroup Guru, gue beberapa kali undang narasumber ahli buat ngebahas topik-topik yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Nah, Mbak Ezki bilang kalo Ananda Sukarlan tuh mengalami Asperger. Jadi, gue undang dia buat tanya jawab tentang Asperger di WAG pas pertengahan Mei. Asperger adalah jenis Autisme yang paling ringan. Dari luar, penampilan Aspies (sebutan untuk orang yang mengalami Asperger) sama dengan yang lainnya tapi sesungguhnya mereka mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Kalo Autis yang udah parah ‘kan anaknya nggak mau interaksi jadi orang pada ngerti kalo mereka tuh punya masalah. Kalo Aspies itu punya masalah tapi dari luar nggak kelihatan dan ini membuat Aspies kerap jadi korban bully. Waktu diminta jadi narasumber, dia langsung mau. Terus gue ngomong soal bikin buku Autisme. Kalo gue jadi dia, gue akan ngucapin makasih dan abis itu bilang gini,"...Kita ketemu aja dulu ya, ngobrol-ngobrol dulu,"gitu. Eh, ini mah nggak, dia langsung mau, lho. Baek bener ni orang, kenal juga nggak. Dia kenal kakak gue sih tapi 'kan bisa aja ya yang namanya keluarga, anak yang satu baik tapi anak lainnya bandit.
Nggak semua perintah butuh kata-kata, bukan? There is a voice that doesn't use words.
Dengan beberapa teman, gue akhirnya bikin seminar tentang disleksia. Penulisan buku ditunda karena gue bingung mesti gimana. Topik yang menghantui gue termasuk ribet, gue harus punya banyak cerita karena cerita akan mempermudah gue untuk mengurai kompleksitas itu. Gue ingin buku gue bisa membangun kesadaran orang akan isu anak-anak berkebutuhan khusus dan sukur-sukur kelak ada pembaca yang tertarik untuk bantu mereka. Dan, orang hanya bisa bergerak dengan suka rela jika disuguhi cerita, perjalanan emosi, dan cermin bagi mereka untuk berkaca.
Everyone has a story and all of us are great story-listeners.
Kita ini nih ya, kita semua menabung kesalahan di dunia orang-orang berkebutuhan khusus. Istri temen kita yang kita gossipin karena terlihat aneh, mungkin pas kita ketemu dia sebenarnya dia lagi ketakutan setengah mati karena mengalami Anxiety Disorder. Murid-murid yang diam-diam pernah gue cap nggak pintar atau pemalas, pasti ada yang mengalami Autisme atau Disleksia. Coba deh lo inget-inget, saat anak atau ponakan lo yang kelas 4 SD nggak bisa membaca cerita yang gampang dituntaskan anak 3 SD, mungkin lo ngomel,”Makanya belajar, jangan males.” Kita nggak ngerti bahwa mereka mengalami disleksia dan SETIAP HARI mereka sudah bekerja jauh lebih keras daripada teman-temannya. Saat seorang penyandang Autisme enggan menatap mata lawan bicara, kita mungkin menggerutu,”Itu ‘kan tinggal nengok dikit! Gitu aja nggak bisa!”
Di WhatsAppGroup Guru, gue beberapa kali undang narasumber ahli buat ngebahas topik-topik yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Nah, Mbak Ezki bilang kalo Ananda Sukarlan tuh mengalami Asperger. Jadi, gue undang dia buat tanya jawab tentang Asperger di WAG pas pertengahan Mei. Asperger adalah jenis Autisme yang paling ringan. Dari luar, penampilan Aspies (sebutan untuk orang yang mengalami Asperger) sama dengan yang lainnya tapi sesungguhnya mereka mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Kalo Autis yang udah parah ‘kan anaknya nggak mau interaksi jadi orang pada ngerti kalo mereka tuh punya masalah. Kalo Aspies itu punya masalah tapi dari luar nggak kelihatan dan ini membuat Aspies kerap jadi korban bully. Waktu diminta jadi narasumber, dia langsung mau. Terus gue ngomong soal bikin buku Autisme. Kalo gue jadi dia, gue akan ngucapin makasih dan abis itu bilang gini,"...Kita ketemu aja dulu ya, ngobrol-ngobrol dulu,"gitu. Eh, ini mah nggak, dia langsung mau, lho. Baek bener ni orang, kenal juga nggak. Dia kenal kakak gue sih tapi 'kan bisa aja ya yang namanya keluarga, anak yang satu baik tapi anak lainnya bandit.
Kiri: Sherlock Holmes, tokoh rekaan yang didiagnosis dokter beneran di dunia nyata sebagai penyandang Asperger.
Kanan:Ananda Sukarlan bicara tentang Autisme dan Bullying.
Kanan:Ananda Sukarlan bicara tentang Autisme dan Bullying.
Nah, jadi gitu ceritanya. Sebenernya gue ingin nulis tentang cara anak Autis melihat sesuatu, bersikap, dan sebagainya, biar orang bisa ngerti mereka. Tapi susah ya, 'kan mereka sulit berinteraksi, paling bisanya wawancara orang-orang sekitar mereka. Yang bisa digali pikirannya memang penyandang Asperger, coba aja liat waktu Jimmy Kimmel mewawancarai Anthony Hopkins, peraih Oscar yang baru ketauan mengalami Asperger waktu umurnya sudah 70 tahun. Sherlock Holmes juga, lho. Walau hanya tokoh rekaan, ia diyakini dokter beneran di dunia nyata sebagai penyandang Asperger.
Hans Asperger menemukan Asperger Syndrome tahun 1944 sementara Sherlock lahir dari tangan Conan Doyle tahun 1854. Lah, kalo gitu kok bisa Sherlock disebut Aspie ? Ya bisa aja. Aspie 'kan udah ada sejak dunia diciptakan, cuma ditemukannya baru oleh Hans. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Sherlock mengidap Attention Deficit Disorder atau Bipolar namun dua diagnosis itu dipatahkan Lisa Sanders. Lisa adalah penulis buku, dokter, dan kolumnis di The New York Times. Ia melakukan observasi, studi literatur dan menjalani Asperger Test. Waktu ngikutin test, ia berpura-pura jadi Sherlock setelah melakukan riset komprehensif tentang Sherlock.
Keahlian Sherlock dalam melakukan observasi jelas banget terinspirasi oleh Dr.Joseph Bell, dosen favorit Doyle: Pengamatannya amat sangat detil. Dr. Kenneth Robinson, psikolog yang mengkhususkan keahliannya untuk menangani Aspies, mengatakan bahwa ciri-ciri Aspies antara lain adalah cerdas, fokus dan detil. Ya Sherlock kayak gitu orangnya. Asperger itu termasuk Autisme juga, disebutnya High-Functioning Autism. Kalo Autisme yang ada di banyak pikiran kita...Yang itu tuh, yang anaknya diem, nunduk melulu, sulit interaksi, itu disebutnya Classic Autism.
Sekedar catatan tambahan, di tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya, gue akan pake istilah Asperger, ya. Ada orang-orang yang nggak mau pake istilah Asperger dan sebagai pengganti, mereka pake terminologi Autism Spectrum Disorder. Hal ini terjadi antara lain karena mereka nggak suka dengan Asperger. Hans Asperger adalah dokter yang punya kekuasaan besar untuk memilih anak mana yang mesti disuntik mati pas zaman Hitler. Dia sering menyelamatkan anak Autis karena menurutnya anak Autis adalah sosok-sosok cemerlang: Ada yang suka melakukan eksperimen sains di rumah, ada juga yang hafal rute kereta sampe detil banget. Di satu sisi ia menyelamatkan banyak anak Autis dari kematian tapi di sisi lain, anak yang nggak Autis banyak yang dia bunuh.
Ada beberapa alasan kenapa gue nulis buku ini. Salah satunya adalah karena bacaan soal ini, dengan Indonesia sebagai konteksnya, masih langka. Orang top bisa punya biografi sampe 13-14 judul tapi tak mungkin ada yang sama karena penulisnya berbeda. Buku jenis lain juga begitu. Buku-buku tentang Autisme yang udah gue lihat, konsepnya berbeda dengan apa yang ada di kepala gue padahal ada yang bilang,"Kalo lo mau baca sebuah buku dan buku itu nggak ada, berarti tugas elo lah untuk membuat buku itu,"gitu. Ya udah, gue buat aja.
Menurut World Health Organization (nggak tau tahun berapa), jumlah rata-rata penyandang Autis di dunia adalah 6 per 1000 penduduk sedangkan di Indonesia, jumlahnya 8 per 1000 alias melampaui rata-rata dunia. Sedikit ya, 'cuma' 8 per 1000. Daya tampung maksimal Stadion Senayan adalah 76-77 ribu penonton. Berarti kalo lagi penuh, kita bisa perkirakan bahwa ada 600an orang autis di situ. Sedikit ya? 'Cuma' 600an orang.
Iya. Kalo yang diliat hanya statistik, komentar yang paling relevan memang 'sedikit' dan 'cuma'. Tapi mereka itu bukan kumpulan angka, mereka punya wajah dan setiap wajah punya cerita. Lebih dari itu:Mereka punya potensi. Makanan yang kemarin lo bilang enak banget di mall deket kantor, mungkin kokinya autis, lho. Buku bagus yang baru selesai lo baca, bisa aja pengarangnya autis. Film The Blues Brothers sempat jadi box office, penulisnya autis tuh: Dan Akroyd.
Salah satu cara untuk nggak menganggap mereka hanya angka adalah dengan cara melihat dunia dari kacamata mereka. Mengerti mereka akan membuat mereka jadi bisa hidup dengan lebih baik dan perkembangannya jadi optimal. Aspies punya karakteristik yang membuat mereka bisa berkarya dengan kualitas jauh di atas rata-rata."It seems that for success in science or art, a dash of autism is essential," kata Asperger. Coba tengok nama-nama berikut, sebagian sudah resmi oleh dokter didiagnosis Asperger dan sisanya diduga kuat mengidap Asperger: Michelangelo, Abraham Lincoln, Andy Warhol, Bill Gates, Lionel Messi, dan Susan Boyle.
Eh, nama-nama yang ada di atas asalnya dari negara lain semua, ya. Negara sendiri gimana? Kalo ngomongin Indonesia, kita punya Aspie yang masuk dalam "2000 Outstanding Musicians of the 20th Century" dan "The International Who's Who in Music" yang dipublikasikan Penerbit Cambridge. Ia tercatat sebagai satu-satunya orang Indonesia yang ada di daftar tersebut.
Namanya Ananda Sukarlan.
Minggu, 29 April 2018, jam 22.41 WIB
Tulisan-tulisan lain:
Pertanyaan Ngeselin:
Eh, Kok Elo Sama Aja Kayak yang Lain? Tulisan ke-1
gurupenulis.weebly.com/pertanyaan-ngeselin-eh-kok-elo-sama-aja-kayak-yang-lain-tulisan-ke-1.html
Be Careful What You Pray For
gurupenulis.weebly.com/be-careful-what-you-pray-for.html
Proses Kreatif Ananda Sukarlan
gurupenulis.weebly.com/proses-kreatif-ananda-sukarlan.html
Disable?
gurupenulis.weebly.com/disable.html
Ngajak Ananda Sukarlan Bikin Buku Wangsit
https://bit.ly/2jgpsRV
12 Mei
Pertanyaan Ngeselin:
Eh, Kok Elo Sama Aja Kayak yang Lain? Tulisan ke-1gurupenulis.weebly.com/pertanyaan-ngeselin-eh-kok-elo-sama-aja-kayak-yang-lain-tulisan-ke-1.html
8 Mei
Be Careful What You Pray For
gurupenulis.weebly.com/be-careful-what-you-pray-for.html
5 Mei
Proses Kreatif Ananda Sukarlan
gurupenulis.weebly.com/proses-kreatif-ananda-sukarlan.html
3 Mei
Disable?
gurupenulis.weebly.com/disable.html
30 April
Ngajak Ananda Sukarlan Bikin Buku Wangsit
https://bit.ly/2jgpsRV
Hans Asperger menemukan Asperger Syndrome tahun 1944 sementara Sherlock lahir dari tangan Conan Doyle tahun 1854. Lah, kalo gitu kok bisa Sherlock disebut Aspie ? Ya bisa aja. Aspie 'kan udah ada sejak dunia diciptakan, cuma ditemukannya baru oleh Hans. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Sherlock mengidap Attention Deficit Disorder atau Bipolar namun dua diagnosis itu dipatahkan Lisa Sanders. Lisa adalah penulis buku, dokter, dan kolumnis di The New York Times. Ia melakukan observasi, studi literatur dan menjalani Asperger Test. Waktu ngikutin test, ia berpura-pura jadi Sherlock setelah melakukan riset komprehensif tentang Sherlock.
Keahlian Sherlock dalam melakukan observasi jelas banget terinspirasi oleh Dr.Joseph Bell, dosen favorit Doyle: Pengamatannya amat sangat detil. Dr. Kenneth Robinson, psikolog yang mengkhususkan keahliannya untuk menangani Aspies, mengatakan bahwa ciri-ciri Aspies antara lain adalah cerdas, fokus dan detil. Ya Sherlock kayak gitu orangnya. Asperger itu termasuk Autisme juga, disebutnya High-Functioning Autism. Kalo Autisme yang ada di banyak pikiran kita...Yang itu tuh, yang anaknya diem, nunduk melulu, sulit interaksi, itu disebutnya Classic Autism.
Sekedar catatan tambahan, di tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya, gue akan pake istilah Asperger, ya. Ada orang-orang yang nggak mau pake istilah Asperger dan sebagai pengganti, mereka pake terminologi Autism Spectrum Disorder. Hal ini terjadi antara lain karena mereka nggak suka dengan Asperger. Hans Asperger adalah dokter yang punya kekuasaan besar untuk memilih anak mana yang mesti disuntik mati pas zaman Hitler. Dia sering menyelamatkan anak Autis karena menurutnya anak Autis adalah sosok-sosok cemerlang: Ada yang suka melakukan eksperimen sains di rumah, ada juga yang hafal rute kereta sampe detil banget. Di satu sisi ia menyelamatkan banyak anak Autis dari kematian tapi di sisi lain, anak yang nggak Autis banyak yang dia bunuh.
Ada beberapa alasan kenapa gue nulis buku ini. Salah satunya adalah karena bacaan soal ini, dengan Indonesia sebagai konteksnya, masih langka. Orang top bisa punya biografi sampe 13-14 judul tapi tak mungkin ada yang sama karena penulisnya berbeda. Buku jenis lain juga begitu. Buku-buku tentang Autisme yang udah gue lihat, konsepnya berbeda dengan apa yang ada di kepala gue padahal ada yang bilang,"Kalo lo mau baca sebuah buku dan buku itu nggak ada, berarti tugas elo lah untuk membuat buku itu,"gitu. Ya udah, gue buat aja.
Menurut World Health Organization (nggak tau tahun berapa), jumlah rata-rata penyandang Autis di dunia adalah 6 per 1000 penduduk sedangkan di Indonesia, jumlahnya 8 per 1000 alias melampaui rata-rata dunia. Sedikit ya, 'cuma' 8 per 1000. Daya tampung maksimal Stadion Senayan adalah 76-77 ribu penonton. Berarti kalo lagi penuh, kita bisa perkirakan bahwa ada 600an orang autis di situ. Sedikit ya? 'Cuma' 600an orang.
Iya. Kalo yang diliat hanya statistik, komentar yang paling relevan memang 'sedikit' dan 'cuma'. Tapi mereka itu bukan kumpulan angka, mereka punya wajah dan setiap wajah punya cerita. Lebih dari itu:Mereka punya potensi. Makanan yang kemarin lo bilang enak banget di mall deket kantor, mungkin kokinya autis, lho. Buku bagus yang baru selesai lo baca, bisa aja pengarangnya autis. Film The Blues Brothers sempat jadi box office, penulisnya autis tuh: Dan Akroyd.
Salah satu cara untuk nggak menganggap mereka hanya angka adalah dengan cara melihat dunia dari kacamata mereka. Mengerti mereka akan membuat mereka jadi bisa hidup dengan lebih baik dan perkembangannya jadi optimal. Aspies punya karakteristik yang membuat mereka bisa berkarya dengan kualitas jauh di atas rata-rata."It seems that for success in science or art, a dash of autism is essential," kata Asperger. Coba tengok nama-nama berikut, sebagian sudah resmi oleh dokter didiagnosis Asperger dan sisanya diduga kuat mengidap Asperger: Michelangelo, Abraham Lincoln, Andy Warhol, Bill Gates, Lionel Messi, dan Susan Boyle.
Eh, nama-nama yang ada di atas asalnya dari negara lain semua, ya. Negara sendiri gimana? Kalo ngomongin Indonesia, kita punya Aspie yang masuk dalam "2000 Outstanding Musicians of the 20th Century" dan "The International Who's Who in Music" yang dipublikasikan Penerbit Cambridge. Ia tercatat sebagai satu-satunya orang Indonesia yang ada di daftar tersebut.
Namanya Ananda Sukarlan.
Minggu, 29 April 2018, jam 22.41 WIB
Tulisan-tulisan lain:
Pertanyaan Ngeselin:
Eh, Kok Elo Sama Aja Kayak yang Lain? Tulisan ke-1
gurupenulis.weebly.com/pertanyaan-ngeselin-eh-kok-elo-sama-aja-kayak-yang-lain-tulisan-ke-1.html
Be Careful What You Pray For
gurupenulis.weebly.com/be-careful-what-you-pray-for.html
Proses Kreatif Ananda Sukarlan
gurupenulis.weebly.com/proses-kreatif-ananda-sukarlan.html
Disable?
gurupenulis.weebly.com/disable.html
Ngajak Ananda Sukarlan Bikin Buku Wangsit
https://bit.ly/2jgpsRV
12 Mei
Pertanyaan Ngeselin:
Eh, Kok Elo Sama Aja Kayak yang Lain? Tulisan ke-1gurupenulis.weebly.com/pertanyaan-ngeselin-eh-kok-elo-sama-aja-kayak-yang-lain-tulisan-ke-1.html
8 Mei
Be Careful What You Pray For
gurupenulis.weebly.com/be-careful-what-you-pray-for.html
5 Mei
Proses Kreatif Ananda Sukarlan
gurupenulis.weebly.com/proses-kreatif-ananda-sukarlan.html
3 Mei
Disable?
gurupenulis.weebly.com/disable.html
30 April
Ngajak Ananda Sukarlan Bikin Buku Wangsit
https://bit.ly/2jgpsRV