Tentang Cowok Gondrong
Minggu lalu, gue ketemu mantan cowok keren. Bukan mantannya cowok keren, ya, tapi mantan cowok keren. Kenapa dia dulu keren dan sekarang nggak? Karena dulu gondrong dan sekarang nggak, hehehe. Terus tadi gue dapat email tentang album baru David Garret, pemain biola berambut gondrong yang (hampir) semua videonya tersimpan di external harddrive gue. Tahun 2015, dia dinobatkan sebagai cowok nomor 4 atau 6 tercakep sedunia. Cakepnya memang melebihi cakepnya 10 cowok dijadiin satu, percayalah.
Nah, karena dua hal di atas, gue nulis soal cowok gondrong,deh.
Cowok gondrong udah jadi bagian hidup gue dari kecil. Bokap, Abang gue dan beberapa sepupu gue berambut gondrong. Waktu SMA, gue dikelilingi beberapa cewek yang gampang dibuat klepek-klepek oleh cowok gondrong. Nama Sebastian Bach, Slash, Jon Bon Jovi dan Axl Rose di jaman itu mampir ke kuping gue minimal sehari sepuluh kali. Waktu gue SD, Abang sepupu gue yang gondrong jemput gue di sekolah dan kata temen gue,”Eh, elo dijemput sama cowok yang mirip orang gila.” Cowok gondrong memang punya label negatif. Hal ini nggak bisa lepas dari kisah tentang betapa bencinya Soekarno terhadap The Beatles.
Bung Karno ‘kan nggak suka dengan hal yang kebarat-baratan. Nah, demam Beatles nyampe ke Indonesia dan saat itu mereka gondrong semua. Menurut Soekarno, gaya kebarat-baratan kayak gitu adalah bagian dari hegemoni budaya yang dilakukan oleh kaum imperialis kapitalis. Cowok-cowok gondrong itu pun disebut kontra revolusioner. Mungkin Soekarno (pura-pura) nggak tahu bahwa Ali Sastroamidjojo pernah mengatakan bahwa cowok-cowok gondrong bergaya urakan adalah kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.
Puncak sebelnya Soekarno terhadap rambut gondrong menemukan momennya ketika beliau berpidato pada 1964. Dalam pidato resminya (Yup…Pidato resmi, lu gak salah baca), beliau nyuruh aparat untuk menggiring anak muda berambut a la Beatles ke tukang cukur.
Norak? Praktiknya lebih norak:Aparat sendiri yang menggunting rambut anak-anak muda itu. Di jalanan, di depan umum!
Jaman Orde Baru lebih norak lagi, cowok gondrong dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Soeharto. Enam tahun setelah Soeharto jadi presiden, yaitu 1973, Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban) Jendral Soemitro mengatakan bahwa rambut gondrong bikin anak-anak muda jadi acuh tak acuh.
Lebay ?? Namanya juga Soeharto. Saat dia jadi pemegang saham terbesar PT. Republik Indonesia, jangankan mendiskriminasi orang gondrong…Misalnya nih, lu artis dan foto lu di koran posisinya lebih strategis daripada foto anaknya, nah kayak gitu aja bisa berabe. Lebay is his middle name. Nah, lebaynya Orde Baru di urusan rambut ini membuat stigma negatif yang melekat di kaum gondrong bertambah parah. Mereka nggak bisa bikin KTP, SIM, dan Surat Keterangan Bebas G 30 S. Artis-artis gondrong nggak boleh muncul di TV. Puncak lebaynya adalah saat Badan Pemberantasan Rambut Gondrong didirikan dan beroperasi di PTN-PTN. Mahasiswa-mahasiswa di Bandung sempet sebel dan bikin razia tandingan yaitu razia orang gendut (Untung razianya dulu, kalo sekarang, ketangkep deh gue, hehehe).
Walau aparat agresif mencukur rambut gondrong, nggak afdol bagi Soeharto untuk mempertahankan status quo cuma pake gunting rambut. Soeharto lantas memanfaatkan media massa. Sebagai usaha untuk membentuk opini publik (bahwa gondrong itu jelek). 5 Oktober 1973, harian Pos Kota mengeluarkan berita dengan judul Tujuh Pemuda Gondrong Merampok Bus Kota. Sebelumnya, harian Angkatan Bersenjata pada 29 September 1973 menulis Lima Pemuda Gondrong Memeras Pakai Surat Ancaman.
Pokoknya, yang jelek-jelek itu porsinya cowok gondronglah, gitu. Padahal dulu bangetttt…Pas jaman Yunani kuno, cowok gondrong dianggap keren. Rambut panjang dianggap sebagai lambang kekuasaan dan kekayaan. Dewa-dewa banyak yang gondrong, Zeus dan Poseidon, contohnya. Kalo lu cowok tapi berambut pendek, berarti lu tuh budak, gitu. Saking demennya dengan rambut gondrong, cowok-cowok itu kalo lagi perang ya tetap aja gondrong (tapi dikuncir) walau jelas hidup mereka di medan perang akan lebih praktis kalo mereka berambut pendek.
Bagaimanapun, akhirnya datang juga masa perang yang memaksa para tentara untuk gunting rambut. Pada Perang Dunia I, pasukan yang kalah kepalanya dibotakin. Saat itu tentara juga sering mengendap-endap di parit dan ini membuat mereka gampang kutuan. Akhirnya mereka wajib potong rambut dan hal ini ditiru kalangan sipil (orang yang bukan tentara).
Nah, bisa jadi sejak itulah orang gondrong lantas mulai identik dengan perlawanan. Di banyak budaya, cowok rambut pendek adalah sosok-sosok yang tunduk pada pemerintah dan rela dikontrol. Mereka berambut pendek karena wajib atau kepepet, misalnya lagi masuk penjara atau mau gabung di ketentaraan. Perlawanan pun dilancarkan dengan memanjangkan rambut karena rambut pendek identik dengan kepatuhan.
Bicara tentang kepatuhan, pikiran kita mungkin melayang kepada agama, kembaga yang mendewakan ketaatan. Kabarnya (yaela, kayak lagi ngegosip pake kata ‘kabarnya’), salah satu hal yang membuat cowok jadi risih kalo berambut panjang adalah ajaran agama.
Nah kalo udah begini, gue angkat tangan, deh. Bukan wilayah gue. Daripada gue ngurusin apakah ajaran ‘agama’ ngebolehin cowok buat gondrong atau ngga, mendingan gue nanya ke diri sendiri apakah ‘agama’ ngebolehin gue Facebookan waktu kerja ? Apakah ajaran ‘agama’ ngebolehin gue berharap orang yang bikin Indonesia kacau, cepet-cepet mati aja?
Hidup mah yang prinsip-prinsip ajalah. Ngapain mikir njlimet soal ‘agama’ ngelarang cowok berambut gondrong apa nggak. Mendingan kita mikir, pembantu boleh libur gak tuh kalo tanggalan merah? Satpam suka kita kasih makanan nggak?
Masalah rambut mah, kecilll…..Yang penting rapi dan bersih.
Kayak David Garrett. Titik:-) :-) :-)
19/8/2017,00.26 WIB
“One child, one teacher, one book, one pen can change the world.”
-Malala Yousafzai-
Nah, karena dua hal di atas, gue nulis soal cowok gondrong,deh.
Cowok gondrong udah jadi bagian hidup gue dari kecil. Bokap, Abang gue dan beberapa sepupu gue berambut gondrong. Waktu SMA, gue dikelilingi beberapa cewek yang gampang dibuat klepek-klepek oleh cowok gondrong. Nama Sebastian Bach, Slash, Jon Bon Jovi dan Axl Rose di jaman itu mampir ke kuping gue minimal sehari sepuluh kali. Waktu gue SD, Abang sepupu gue yang gondrong jemput gue di sekolah dan kata temen gue,”Eh, elo dijemput sama cowok yang mirip orang gila.” Cowok gondrong memang punya label negatif. Hal ini nggak bisa lepas dari kisah tentang betapa bencinya Soekarno terhadap The Beatles.
Bung Karno ‘kan nggak suka dengan hal yang kebarat-baratan. Nah, demam Beatles nyampe ke Indonesia dan saat itu mereka gondrong semua. Menurut Soekarno, gaya kebarat-baratan kayak gitu adalah bagian dari hegemoni budaya yang dilakukan oleh kaum imperialis kapitalis. Cowok-cowok gondrong itu pun disebut kontra revolusioner. Mungkin Soekarno (pura-pura) nggak tahu bahwa Ali Sastroamidjojo pernah mengatakan bahwa cowok-cowok gondrong bergaya urakan adalah kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.
Puncak sebelnya Soekarno terhadap rambut gondrong menemukan momennya ketika beliau berpidato pada 1964. Dalam pidato resminya (Yup…Pidato resmi, lu gak salah baca), beliau nyuruh aparat untuk menggiring anak muda berambut a la Beatles ke tukang cukur.
Norak? Praktiknya lebih norak:Aparat sendiri yang menggunting rambut anak-anak muda itu. Di jalanan, di depan umum!
Jaman Orde Baru lebih norak lagi, cowok gondrong dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Soeharto. Enam tahun setelah Soeharto jadi presiden, yaitu 1973, Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban) Jendral Soemitro mengatakan bahwa rambut gondrong bikin anak-anak muda jadi acuh tak acuh.
Lebay ?? Namanya juga Soeharto. Saat dia jadi pemegang saham terbesar PT. Republik Indonesia, jangankan mendiskriminasi orang gondrong…Misalnya nih, lu artis dan foto lu di koran posisinya lebih strategis daripada foto anaknya, nah kayak gitu aja bisa berabe. Lebay is his middle name. Nah, lebaynya Orde Baru di urusan rambut ini membuat stigma negatif yang melekat di kaum gondrong bertambah parah. Mereka nggak bisa bikin KTP, SIM, dan Surat Keterangan Bebas G 30 S. Artis-artis gondrong nggak boleh muncul di TV. Puncak lebaynya adalah saat Badan Pemberantasan Rambut Gondrong didirikan dan beroperasi di PTN-PTN. Mahasiswa-mahasiswa di Bandung sempet sebel dan bikin razia tandingan yaitu razia orang gendut (Untung razianya dulu, kalo sekarang, ketangkep deh gue, hehehe).
Walau aparat agresif mencukur rambut gondrong, nggak afdol bagi Soeharto untuk mempertahankan status quo cuma pake gunting rambut. Soeharto lantas memanfaatkan media massa. Sebagai usaha untuk membentuk opini publik (bahwa gondrong itu jelek). 5 Oktober 1973, harian Pos Kota mengeluarkan berita dengan judul Tujuh Pemuda Gondrong Merampok Bus Kota. Sebelumnya, harian Angkatan Bersenjata pada 29 September 1973 menulis Lima Pemuda Gondrong Memeras Pakai Surat Ancaman.
Pokoknya, yang jelek-jelek itu porsinya cowok gondronglah, gitu. Padahal dulu bangetttt…Pas jaman Yunani kuno, cowok gondrong dianggap keren. Rambut panjang dianggap sebagai lambang kekuasaan dan kekayaan. Dewa-dewa banyak yang gondrong, Zeus dan Poseidon, contohnya. Kalo lu cowok tapi berambut pendek, berarti lu tuh budak, gitu. Saking demennya dengan rambut gondrong, cowok-cowok itu kalo lagi perang ya tetap aja gondrong (tapi dikuncir) walau jelas hidup mereka di medan perang akan lebih praktis kalo mereka berambut pendek.
Bagaimanapun, akhirnya datang juga masa perang yang memaksa para tentara untuk gunting rambut. Pada Perang Dunia I, pasukan yang kalah kepalanya dibotakin. Saat itu tentara juga sering mengendap-endap di parit dan ini membuat mereka gampang kutuan. Akhirnya mereka wajib potong rambut dan hal ini ditiru kalangan sipil (orang yang bukan tentara).
Nah, bisa jadi sejak itulah orang gondrong lantas mulai identik dengan perlawanan. Di banyak budaya, cowok rambut pendek adalah sosok-sosok yang tunduk pada pemerintah dan rela dikontrol. Mereka berambut pendek karena wajib atau kepepet, misalnya lagi masuk penjara atau mau gabung di ketentaraan. Perlawanan pun dilancarkan dengan memanjangkan rambut karena rambut pendek identik dengan kepatuhan.
Bicara tentang kepatuhan, pikiran kita mungkin melayang kepada agama, kembaga yang mendewakan ketaatan. Kabarnya (yaela, kayak lagi ngegosip pake kata ‘kabarnya’), salah satu hal yang membuat cowok jadi risih kalo berambut panjang adalah ajaran agama.
Nah kalo udah begini, gue angkat tangan, deh. Bukan wilayah gue. Daripada gue ngurusin apakah ajaran ‘agama’ ngebolehin cowok buat gondrong atau ngga, mendingan gue nanya ke diri sendiri apakah ‘agama’ ngebolehin gue Facebookan waktu kerja ? Apakah ajaran ‘agama’ ngebolehin gue berharap orang yang bikin Indonesia kacau, cepet-cepet mati aja?
Hidup mah yang prinsip-prinsip ajalah. Ngapain mikir njlimet soal ‘agama’ ngelarang cowok berambut gondrong apa nggak. Mendingan kita mikir, pembantu boleh libur gak tuh kalo tanggalan merah? Satpam suka kita kasih makanan nggak?
Masalah rambut mah, kecilll…..Yang penting rapi dan bersih.
Kayak David Garrett. Titik:-) :-) :-)
19/8/2017,00.26 WIB
“One child, one teacher, one book, one pen can change the world.”
-Malala Yousafzai-