Tentang Kualitas Guru (1):
Ketika Banjir Dianggap Berkat
15 Maret 2018
Paulo Freire, aktivis dan ahli pendidikan dari Brazil, mengatakan bahwa cara manusia menanggapi penyebab kemiskinan ada tiga. Pertama, percaya bahwa orang miskin karena Tuhan, karena memang Tuhan mengatur demikian. Kedua, percaya bahwa kemiskinan terjadi karena manusianya malas. Ketiga, percaya bahwa penyebab kemiskinan adalah struktur (pemerintah), Kalo di sebuah area terdapat banyak sekali oorang miskin, jelas yang berlaku adalah yang ketiga.
Minggu lalu ada seorang guru posting tentang rumahnya yang kebanjiran. Daerah rumahnya memang daerah banjir, pemda setempat memang sangat korup. Guru ini berkali-kali mengatakan bahwa banjir tersebut adalah berkat dan itu terjadi karena Tuhan mau menguji dia. Gilanya, pernyataan ini diamini oleh beberapa guru lainnya. Gue miris banget pas baca itu.
Sedih ya, guru gitu, lho. Sekitar dua minggu sebelumnya gue berpikir, kalo di Indonesia ada ajang pemilihan 'Indonesian Teacher of the Year' lalu yang terpilih disandingkan dengan 'American Teacher of the Year', kayak apa ya beda kualitasnya? Baru aja gue mikir begitu, beberapa hari kemudian, gue nonton film 'The Insider', kisah nyata tentang CEO sebuah perusahaan multinasional bidang kesehatan yang bermarkas di Amerika. CEOnya ini ngebocorin ke publik bahwa rokok sangat berbahaya dan dia sampe diancam akan dibunuh. Pada akhirnya, dia pindah kerja, jadi guru, dan terpilih sebagai American Teacher of the Year tahun sekian (lupa tahun berapa). Track record dia sebelum jadi guru nggak main-main, kerja dengan posisi tinggi di beberapa perusahaan besar.
Tentu cerita dia adalah sebuah anomali. Tapi semoga yag baca menangkap pesan dari apa yang gue tulis: Bahwa guru di negara maju memang orang pinter-pinter. Gue lagi bicara tentang Amerika, negara yang guru-gurunya mengeluh terus karena diperlakukan kurang manusiawi (browsing deh, banyak banget artikel tentang ini). Lah, diperlakukan nggak manusiawi aja, murid-muridnya tetap bisa bikin Amerika berstatus negara adidaya, apalagi kalo (menurut guru-guru itu) mereka diperlakukan dengan baik, ya?
Mutu guru ini memang bikin gue gelisah banget tapi ya 'untung'nya gue bisa ikutan kerja untuk memperbaiki, jadi kerjaan gue nggak hanya mengeluh,Karena gue ikutan jadinya gue tau Indonesia punya harapan. Gue liat dengan mata kepala sendiri paradigma berpikir guru bisa diobrak-abrik dalam 1-2 minggu.'Sayang'nya, sejauh ini pemerintah belum ikutan, jadi cakupannya belum massif.
Gue juga pernah datang ke training guru negeri yang diadakan pemerintah dan trainernya, wuihhh...Kelas berat, Jek.Orang keren semua. Sayangnya, tak ada followup berkesinambungan karena kurang SDM. Training banyak yang bagus tapi setelah training mau ngapain? Nah, itu butuh pendampingan. Pendampingannya ini yang susah.
Tapi, bukan berarti Indonesia sampe kiamat bakalan begini terus (kecuali kiamatnya ntar malem). Kayak yang udah gue bilang di atas, gue liat sendiri, guru-guru bisa diubah cara berpikirnya dalam waktu seminggu, bahkan ada guru super keras kepala yang berubah hanya dalam 3 hari.
Gue ngibul?
Iya, ngibul. Yang nyuruh gu ngibul mau ngelunasin KPR gue kalo gue ngibul:-) Hadeuhhh...Curiga aje lu,
Minggu depan, gue akan kunjungan ke beberapa sekolah di Yogyakarta. Pasti ada banyak cerita yang bikin gue, dan banyak orang, optimis.
Bersambung...
Paulo Freire, aktivis dan ahli pendidikan dari Brazil, mengatakan bahwa cara manusia menanggapi penyebab kemiskinan ada tiga. Pertama, percaya bahwa orang miskin karena Tuhan, karena memang Tuhan mengatur demikian. Kedua, percaya bahwa kemiskinan terjadi karena manusianya malas. Ketiga, percaya bahwa penyebab kemiskinan adalah struktur (pemerintah), Kalo di sebuah area terdapat banyak sekali oorang miskin, jelas yang berlaku adalah yang ketiga.
Minggu lalu ada seorang guru posting tentang rumahnya yang kebanjiran. Daerah rumahnya memang daerah banjir, pemda setempat memang sangat korup. Guru ini berkali-kali mengatakan bahwa banjir tersebut adalah berkat dan itu terjadi karena Tuhan mau menguji dia. Gilanya, pernyataan ini diamini oleh beberapa guru lainnya. Gue miris banget pas baca itu.
Sedih ya, guru gitu, lho. Sekitar dua minggu sebelumnya gue berpikir, kalo di Indonesia ada ajang pemilihan 'Indonesian Teacher of the Year' lalu yang terpilih disandingkan dengan 'American Teacher of the Year', kayak apa ya beda kualitasnya? Baru aja gue mikir begitu, beberapa hari kemudian, gue nonton film 'The Insider', kisah nyata tentang CEO sebuah perusahaan multinasional bidang kesehatan yang bermarkas di Amerika. CEOnya ini ngebocorin ke publik bahwa rokok sangat berbahaya dan dia sampe diancam akan dibunuh. Pada akhirnya, dia pindah kerja, jadi guru, dan terpilih sebagai American Teacher of the Year tahun sekian (lupa tahun berapa). Track record dia sebelum jadi guru nggak main-main, kerja dengan posisi tinggi di beberapa perusahaan besar.
Tentu cerita dia adalah sebuah anomali. Tapi semoga yag baca menangkap pesan dari apa yang gue tulis: Bahwa guru di negara maju memang orang pinter-pinter. Gue lagi bicara tentang Amerika, negara yang guru-gurunya mengeluh terus karena diperlakukan kurang manusiawi (browsing deh, banyak banget artikel tentang ini). Lah, diperlakukan nggak manusiawi aja, murid-muridnya tetap bisa bikin Amerika berstatus negara adidaya, apalagi kalo (menurut guru-guru itu) mereka diperlakukan dengan baik, ya?
Mutu guru ini memang bikin gue gelisah banget tapi ya 'untung'nya gue bisa ikutan kerja untuk memperbaiki, jadi kerjaan gue nggak hanya mengeluh,Karena gue ikutan jadinya gue tau Indonesia punya harapan. Gue liat dengan mata kepala sendiri paradigma berpikir guru bisa diobrak-abrik dalam 1-2 minggu.'Sayang'nya, sejauh ini pemerintah belum ikutan, jadi cakupannya belum massif.
Gue juga pernah datang ke training guru negeri yang diadakan pemerintah dan trainernya, wuihhh...Kelas berat, Jek.Orang keren semua. Sayangnya, tak ada followup berkesinambungan karena kurang SDM. Training banyak yang bagus tapi setelah training mau ngapain? Nah, itu butuh pendampingan. Pendampingannya ini yang susah.
Tapi, bukan berarti Indonesia sampe kiamat bakalan begini terus (kecuali kiamatnya ntar malem). Kayak yang udah gue bilang di atas, gue liat sendiri, guru-guru bisa diubah cara berpikirnya dalam waktu seminggu, bahkan ada guru super keras kepala yang berubah hanya dalam 3 hari.
Gue ngibul?
Iya, ngibul. Yang nyuruh gu ngibul mau ngelunasin KPR gue kalo gue ngibul:-) Hadeuhhh...Curiga aje lu,
Minggu depan, gue akan kunjungan ke beberapa sekolah di Yogyakarta. Pasti ada banyak cerita yang bikin gue, dan banyak orang, optimis.
Bersambung...