Tiga Orang Jelek yang Menimbulkan Efek Bagus Dalam Hidup Saya
Aburizal Bakrie ngomong anti korupsi padahal dia ngemplang pajak, itu udah biasa.
Prabowo bicara soal moral bangsa padahal dia tukang culik, itu juga hal umum.
Dalam sehari, Pendeta Paul Yonggi Cho bicara soal Tuhan melebihi frekwensi batuk-batuknya penderita TBC lantas dia ketauan korupsi.
Kalau setiap nama Allah yang keluar dari mulut Habib Riziek berubah menjadi pasir, Indonesia pasti sudah jadi gurun.
Kita sering lihat orang-orang macam itu bersliweran di televisi atau koran. Dulu saya yakin, kemunculan sosok-sosok seperti mereka di masa depan tak akan punya daya kejut lagi karena saya udah sering liat. Ternyata, saya salah. Dalam setahun ini, saya nemu 3 dan saya tetap terkaget-kaget. Bukan...Bukan di televisi tapi di kehidupan pribadi.
Orang pertama dan kedua hobi banget bicara soal Tuhan. Nyebut nama Tuhan mirip seperti kita mengambil nafas atau mengedipkan mata. Mereka yakin bahwa hidup mereka bagus dan kualitas pekerjaan mereka adalah premium karena mereka melakukan semuanya untuk ‘kemuliaan Tuhan’, begitu mereka bilang.
Kenyataannya, kedua orang ini hampir dipecat. Performa mereka jauh di bawah rata-rata. Pekerjaan hanya selesai jika diingatkan atasan. Kadang saya curiga, apa pas sikat gigi mereka merem dan makan juga sambil molor ? Soalnya malesnya stadium empat, gitu.
Orang ketiga karakternya sama dengan kedua orang sebelumnya. Sama-sama rohaniah (saya asumsikan definisi rohaniah adalah “sering ngomong soal Tuhan dan sering baca buku bertema religius-spiritual” ) tapi dia lebih parah karena bawaannya error melulu. Ini orang kalo ngomong sering ngga nyambung (sebenarnya “selalu” ngga nyambung tapi saya kasian jadi saya perhalus menjadi “sering” ngga nyambung). Kayaknya dia mengalami gangguan logika (kerusakan software) tapi bisa jadi dia juga mengalami kerusakan hardware yaitu cidera otak. Saya ngga sempat browsing tentang gangguan otak jadi ini hanya dugaan abal-abal. Untuk mereka yang punya saudara mengalami brain damage, maaf sebesar-besarnya. Saya tak bermaksud mengatakan bahwa sodara Anda sama errornya dengan orang ketiga ini. Istilah ‘cidera otak’ saya gunakan karena keterbatasan pengetahuan saya tentang dunia medis dan psikologi.
Orang ketiga ini juga ngomongnya soal Tuhan melulu dan kerjanya juga jelek banget tapi lebih lumayan orang pertama dan kedua daripada dia. Orang pertama dan kedua masih bisa diajak ngomong tentang hal-hal umum. Yang ketiga ini mah ampun dah. Prinsip hidupnya yang penting ada alkitab. Ngga papa bokek, ngga punya sanak saudara, ngga ada temen, yang penting ada Alkitab dan Tuhan. Anda ga percaya ? Lah, ngapain juga saya capek-capek nulis buat ngibul. Kalo mau bohong mah lisan aja, simpel, tinggal mangap bentar.
Orang ketiga ini bekerja di sebuah perusahaan besar yang tak bisa main-main dengan kualitas. Sayang, dia beranggapan bahwa Tuhan akan mengerjakan tugas-tugasnya. Dia tak paham bahwa dia yang harus melakukan itu semua hingga abis-abisan dan Tuhan akan menolongnya abis-abisan. Dia pikir, hanya Tuhan yang akan abis-abisan.
Sayangnya (atau syukurlah?) Tuhan tak menganggap kita robot yang seratus persen dikendalikan remote control. Orang itu ngga gerak, Tuhan ya hanya bantu sedikit-sedikit. Akhir cerita, dia dikeluarkan karena kemampuannya statis dari tahun ke tahun. Dia pun frustasi. Semakin frustasi, semakin dia percaya bahwa dia hanya perlu bergantung pada Tuhan. Semakin dia optimis bahwa Tuhan akan menolong, semakin malas dia berusaha karena Dia percaya bahwa Tuhan yang akan bekerja buat dia. Dia pun lantas semakin gagal dan keluarganya menderita. Dia kayaknya ngga menderita. Hidupnya memang susah tapi dia merasa bahwa itu adalah salib yang harus dia panggul. Dia malah jadi merasa sangat religius karena ia percaya bahwa ia susah demi Kristus. Ia tak sadar bahwa perkembangan otaknya macet karena akses internet cepat, langganan koran atau beli buku memerlukan uang bukan iman. Anaknya pun terbatas hanya melakukan kegiatan dasar:Makan, main dengan tetangga, dan bersekolah. Mereka tak bisa ke Senayan untuk datang ke pameran buku atau ambil kursus karena orang tua tak punya cukup uang. Mereka tak pernah merasakan asiknya ulang tahun mengundang teman-teman karena orang tuanya hampir selalu bokek.
Apa Anda bilang ? Orang ketiga adalah korban kemiskinan struktural ? Yahh...Kalo dia korban kemiskinan struktural udah dari depan deh gue nulis soal Soeharto dan SBY. Ngga- lah,ini orang menjadi miskin bukan karena sistem tapi karena cara dia menginterpretasi kitab suci perlu direvisi. Salah satu teman saya yang ateis mengatakan bahwa kebanyakan orang beragama IQnya rendah. Di Twitter saya banyak mengikuti akun milik intelektual Muslim. Aktivis gereja di Twitter ngomongnya alkitab melulu sementara aktivis mesjid kalo ngetwit sering campur-campur:Ngetwit soal Al-Quran, kejadian politik, isu sosial, dll. Yang unik, coba cek deh akun-akun yang difollow para aktivis gereja, banyak di antara mereka yang hanya follow sesama aktivis gereja atau penginjil. Sementara akun yang difollow intelektual Islam banyak yang akun majalah, akun koran, dll.
Ngomentarin komentar temen saya yang ateis itu, sejarah menunjukkan bahwa tak terhitung jumlah orang beriman yang kontribusinya luar biasa dalam kemajuan umat manusia cuma di Indonesia, agama sepertinya adalah salah satu alat yang dipake Soeharto untuk jadi obat penenang biar rakyat males mikir jadi dia bisa lama-lama jadi diktator. Sama deh kayak Revolusi Industri di Inggris. Buruh diajak ikut persekutuan lalu dikasih ayat alkitab yang isinya harus tunduk pada pemimpin dan kalo ditampar pipi kiri berilah pipi kanan, gitu.
Balik lagi ke tiga orang ajaib di atas, melihat mereka bertiga benar-benar bikin saya merinding (ya elah...kayak ngeliat setan aje ye gue, pake merinding segala). Jadi, saya pun tanya-tanya ke temen saya yang psikolog.
Saya (Y):Saya punya teman-teman, orangnya begini-begini......beginiiii...bla..bla...bla...Pokoknya mereka munafik banget. Kenapa bisa begitu ? Kenapa mereka bisa sangat yakin bahwa mereka rohaniah, rajin, kerjanya bagus, padahal yang terjadi adalah banyak orang yang ngga suka, mereka hampir dipecat dan salah satu di antaranya malahan emang sudah dikeluarkan oleh perusahaannya ? Emangnya mereka ngga tau kalo mereka jelek ?
Psikolog(P): Standar orang beda-beda, pada akhirnya semua hal berbalik kepada ajaran dan nilai-nilai keluarga. Mungkin di keluarga mereka, kualitas kerja yang kayak mereka hasilkan memang bagus, jadi ya mereka menganggap itu bagus.
S: Jadi mereka ngga tau kalo mereka sesungguuhnya jelek ?
P:Ngga.Mereka ‘kan menilai diri mereka pake standar dan nilai dari keluarga. Seperti yang tadi saya bilang, ya kualitas kayak gitu itu di keluarga mereka udah bagus jadi ya mereka pikir mereka orang-orang berkualitas.
S: Nah, saya tahu dari mana bahwa saya ngga kayak mereka ? Siapa tahu saya juga jelek, nyebelin, error, males berat, parah, kayak mereka ? Mereka kayak gitu, saya diem aja, ngga pernah dateng ke mereka dan bilang,”Eh lu perbaiki diri dong, lu jelek deh...”. Siapa tau saya sama jeleknya kayak mereka, bahkan lebih parah, tapi orang-orang juga males ngasih tau saya ? “
Sayangnya, saya lupa apa jawaban psikolog tersebut. Mungkin karena lupa apa analisisnya, saya jadi paranoid. Saya takut banget saya jadi mahkluk ngga mutu-GRan-error-dan-ngga jelas kayak ketiga orang itu. Saya mikir terus-menerus:Gue tau dari mana bahwa gue waras ? Siapa tau gue sama gelo-nya kayak 3 orang itu ? Gue ngatain orang ‘pemalas, error, ngga nyambung’, siapa tau gue sebenernya lebih pemalas dan error dibandingkan dia ???
Jadi, untuk menjaga agar saya tetap waras (dengan asumsi saya waras) atau gilanya saya bisa berangsur-angsur berkurang (dengan asumsi saya ngga waras), untuk memastikan bahwa kemalasan saya berkurang jauh (Beberapa murid saya rajin banget da saya kalah jauh dibandingkan mereka) saya pun memutuskan buat list yang isinya mengenai apa yang saya lakukan setiap hari. Daftar ini saya buat agar nalar saya berjalan dengan baik (baca Kompaslah, nonton Ted-X lah) dan produktivitas saya meningkat. List ini juga jadi alat kontrol yang mengendalikan naluri saya untuk bermalas-malasan. (List bisa dilihat di http://www.gurudanpenulis.com/20-bikin-list-biar-produktif.html)
Jadi, untuk menjaga agar saya tetap waras (dengan asumsi saya waras) atau errornya saya bisa berangsur-angsur berkurang (dengan asumsi saya error), untuk memastikan bahwa kemalasan saya berkurang jauh (Beberapa murid saya rajin banget dan saya kalah jauh dibandingkan mereka),untuk memastikan kalau pun saya pemalas jangan sampe deh malesnya kayak ketiga orang ini, saya pun memutuskan buat list yang isinya mengenai apa yang saya lakukan setiap hari. Daftar ini saya buat agar nalar saya berjalan dengan baik (baca Kompaslah, nonton Ted-X lah) dan produktivitas saya meningkat. List ini juga jadi alat kontrol yang mengendalikan naluri saya untuk bermalas-malasan.Pendek kata, list ini pada akhirnya akan menjadi acuan, apakah saya separah 3 orang yang tadi saya ceritakan, lebih parah, kurang parah atau sukur-sukur, ternyata saya ngga parah sedikitpun.
1 April 2014,17.57 WIB
Hari ini Merryll ultah yang ke-10.
Prabowo bicara soal moral bangsa padahal dia tukang culik, itu juga hal umum.
Dalam sehari, Pendeta Paul Yonggi Cho bicara soal Tuhan melebihi frekwensi batuk-batuknya penderita TBC lantas dia ketauan korupsi.
Kalau setiap nama Allah yang keluar dari mulut Habib Riziek berubah menjadi pasir, Indonesia pasti sudah jadi gurun.
Kita sering lihat orang-orang macam itu bersliweran di televisi atau koran. Dulu saya yakin, kemunculan sosok-sosok seperti mereka di masa depan tak akan punya daya kejut lagi karena saya udah sering liat. Ternyata, saya salah. Dalam setahun ini, saya nemu 3 dan saya tetap terkaget-kaget. Bukan...Bukan di televisi tapi di kehidupan pribadi.
Orang pertama dan kedua hobi banget bicara soal Tuhan. Nyebut nama Tuhan mirip seperti kita mengambil nafas atau mengedipkan mata. Mereka yakin bahwa hidup mereka bagus dan kualitas pekerjaan mereka adalah premium karena mereka melakukan semuanya untuk ‘kemuliaan Tuhan’, begitu mereka bilang.
Kenyataannya, kedua orang ini hampir dipecat. Performa mereka jauh di bawah rata-rata. Pekerjaan hanya selesai jika diingatkan atasan. Kadang saya curiga, apa pas sikat gigi mereka merem dan makan juga sambil molor ? Soalnya malesnya stadium empat, gitu.
Orang ketiga karakternya sama dengan kedua orang sebelumnya. Sama-sama rohaniah (saya asumsikan definisi rohaniah adalah “sering ngomong soal Tuhan dan sering baca buku bertema religius-spiritual” ) tapi dia lebih parah karena bawaannya error melulu. Ini orang kalo ngomong sering ngga nyambung (sebenarnya “selalu” ngga nyambung tapi saya kasian jadi saya perhalus menjadi “sering” ngga nyambung). Kayaknya dia mengalami gangguan logika (kerusakan software) tapi bisa jadi dia juga mengalami kerusakan hardware yaitu cidera otak. Saya ngga sempat browsing tentang gangguan otak jadi ini hanya dugaan abal-abal. Untuk mereka yang punya saudara mengalami brain damage, maaf sebesar-besarnya. Saya tak bermaksud mengatakan bahwa sodara Anda sama errornya dengan orang ketiga ini. Istilah ‘cidera otak’ saya gunakan karena keterbatasan pengetahuan saya tentang dunia medis dan psikologi.
Orang ketiga ini juga ngomongnya soal Tuhan melulu dan kerjanya juga jelek banget tapi lebih lumayan orang pertama dan kedua daripada dia. Orang pertama dan kedua masih bisa diajak ngomong tentang hal-hal umum. Yang ketiga ini mah ampun dah. Prinsip hidupnya yang penting ada alkitab. Ngga papa bokek, ngga punya sanak saudara, ngga ada temen, yang penting ada Alkitab dan Tuhan. Anda ga percaya ? Lah, ngapain juga saya capek-capek nulis buat ngibul. Kalo mau bohong mah lisan aja, simpel, tinggal mangap bentar.
Orang ketiga ini bekerja di sebuah perusahaan besar yang tak bisa main-main dengan kualitas. Sayang, dia beranggapan bahwa Tuhan akan mengerjakan tugas-tugasnya. Dia tak paham bahwa dia yang harus melakukan itu semua hingga abis-abisan dan Tuhan akan menolongnya abis-abisan. Dia pikir, hanya Tuhan yang akan abis-abisan.
Sayangnya (atau syukurlah?) Tuhan tak menganggap kita robot yang seratus persen dikendalikan remote control. Orang itu ngga gerak, Tuhan ya hanya bantu sedikit-sedikit. Akhir cerita, dia dikeluarkan karena kemampuannya statis dari tahun ke tahun. Dia pun frustasi. Semakin frustasi, semakin dia percaya bahwa dia hanya perlu bergantung pada Tuhan. Semakin dia optimis bahwa Tuhan akan menolong, semakin malas dia berusaha karena Dia percaya bahwa Tuhan yang akan bekerja buat dia. Dia pun lantas semakin gagal dan keluarganya menderita. Dia kayaknya ngga menderita. Hidupnya memang susah tapi dia merasa bahwa itu adalah salib yang harus dia panggul. Dia malah jadi merasa sangat religius karena ia percaya bahwa ia susah demi Kristus. Ia tak sadar bahwa perkembangan otaknya macet karena akses internet cepat, langganan koran atau beli buku memerlukan uang bukan iman. Anaknya pun terbatas hanya melakukan kegiatan dasar:Makan, main dengan tetangga, dan bersekolah. Mereka tak bisa ke Senayan untuk datang ke pameran buku atau ambil kursus karena orang tua tak punya cukup uang. Mereka tak pernah merasakan asiknya ulang tahun mengundang teman-teman karena orang tuanya hampir selalu bokek.
Apa Anda bilang ? Orang ketiga adalah korban kemiskinan struktural ? Yahh...Kalo dia korban kemiskinan struktural udah dari depan deh gue nulis soal Soeharto dan SBY. Ngga- lah,ini orang menjadi miskin bukan karena sistem tapi karena cara dia menginterpretasi kitab suci perlu direvisi. Salah satu teman saya yang ateis mengatakan bahwa kebanyakan orang beragama IQnya rendah. Di Twitter saya banyak mengikuti akun milik intelektual Muslim. Aktivis gereja di Twitter ngomongnya alkitab melulu sementara aktivis mesjid kalo ngetwit sering campur-campur:Ngetwit soal Al-Quran, kejadian politik, isu sosial, dll. Yang unik, coba cek deh akun-akun yang difollow para aktivis gereja, banyak di antara mereka yang hanya follow sesama aktivis gereja atau penginjil. Sementara akun yang difollow intelektual Islam banyak yang akun majalah, akun koran, dll.
Ngomentarin komentar temen saya yang ateis itu, sejarah menunjukkan bahwa tak terhitung jumlah orang beriman yang kontribusinya luar biasa dalam kemajuan umat manusia cuma di Indonesia, agama sepertinya adalah salah satu alat yang dipake Soeharto untuk jadi obat penenang biar rakyat males mikir jadi dia bisa lama-lama jadi diktator. Sama deh kayak Revolusi Industri di Inggris. Buruh diajak ikut persekutuan lalu dikasih ayat alkitab yang isinya harus tunduk pada pemimpin dan kalo ditampar pipi kiri berilah pipi kanan, gitu.
Balik lagi ke tiga orang ajaib di atas, melihat mereka bertiga benar-benar bikin saya merinding (ya elah...kayak ngeliat setan aje ye gue, pake merinding segala). Jadi, saya pun tanya-tanya ke temen saya yang psikolog.
Saya (Y):Saya punya teman-teman, orangnya begini-begini......beginiiii...bla..bla...bla...Pokoknya mereka munafik banget. Kenapa bisa begitu ? Kenapa mereka bisa sangat yakin bahwa mereka rohaniah, rajin, kerjanya bagus, padahal yang terjadi adalah banyak orang yang ngga suka, mereka hampir dipecat dan salah satu di antaranya malahan emang sudah dikeluarkan oleh perusahaannya ? Emangnya mereka ngga tau kalo mereka jelek ?
Psikolog(P): Standar orang beda-beda, pada akhirnya semua hal berbalik kepada ajaran dan nilai-nilai keluarga. Mungkin di keluarga mereka, kualitas kerja yang kayak mereka hasilkan memang bagus, jadi ya mereka menganggap itu bagus.
S: Jadi mereka ngga tau kalo mereka sesungguuhnya jelek ?
P:Ngga.Mereka ‘kan menilai diri mereka pake standar dan nilai dari keluarga. Seperti yang tadi saya bilang, ya kualitas kayak gitu itu di keluarga mereka udah bagus jadi ya mereka pikir mereka orang-orang berkualitas.
S: Nah, saya tahu dari mana bahwa saya ngga kayak mereka ? Siapa tahu saya juga jelek, nyebelin, error, males berat, parah, kayak mereka ? Mereka kayak gitu, saya diem aja, ngga pernah dateng ke mereka dan bilang,”Eh lu perbaiki diri dong, lu jelek deh...”. Siapa tau saya sama jeleknya kayak mereka, bahkan lebih parah, tapi orang-orang juga males ngasih tau saya ? “
Sayangnya, saya lupa apa jawaban psikolog tersebut. Mungkin karena lupa apa analisisnya, saya jadi paranoid. Saya takut banget saya jadi mahkluk ngga mutu-GRan-error-dan-ngga jelas kayak ketiga orang itu. Saya mikir terus-menerus:Gue tau dari mana bahwa gue waras ? Siapa tau gue sama gelo-nya kayak 3 orang itu ? Gue ngatain orang ‘pemalas, error, ngga nyambung’, siapa tau gue sebenernya lebih pemalas dan error dibandingkan dia ???
Jadi, untuk menjaga agar saya tetap waras (dengan asumsi saya waras) atau gilanya saya bisa berangsur-angsur berkurang (dengan asumsi saya ngga waras), untuk memastikan bahwa kemalasan saya berkurang jauh (Beberapa murid saya rajin banget da saya kalah jauh dibandingkan mereka) saya pun memutuskan buat list yang isinya mengenai apa yang saya lakukan setiap hari. Daftar ini saya buat agar nalar saya berjalan dengan baik (baca Kompaslah, nonton Ted-X lah) dan produktivitas saya meningkat. List ini juga jadi alat kontrol yang mengendalikan naluri saya untuk bermalas-malasan. (List bisa dilihat di http://www.gurudanpenulis.com/20-bikin-list-biar-produktif.html)
Jadi, untuk menjaga agar saya tetap waras (dengan asumsi saya waras) atau errornya saya bisa berangsur-angsur berkurang (dengan asumsi saya error), untuk memastikan bahwa kemalasan saya berkurang jauh (Beberapa murid saya rajin banget dan saya kalah jauh dibandingkan mereka),untuk memastikan kalau pun saya pemalas jangan sampe deh malesnya kayak ketiga orang ini, saya pun memutuskan buat list yang isinya mengenai apa yang saya lakukan setiap hari. Daftar ini saya buat agar nalar saya berjalan dengan baik (baca Kompaslah, nonton Ted-X lah) dan produktivitas saya meningkat. List ini juga jadi alat kontrol yang mengendalikan naluri saya untuk bermalas-malasan.Pendek kata, list ini pada akhirnya akan menjadi acuan, apakah saya separah 3 orang yang tadi saya ceritakan, lebih parah, kurang parah atau sukur-sukur, ternyata saya ngga parah sedikitpun.
1 April 2014,17.57 WIB
Hari ini Merryll ultah yang ke-10.