Apa Yang Biasanya Hilang dari Khotbah Paskah
Saat Paskah, pendeta atau pastor bercerita di mimbar tentang Yesus yang mati untuk menebus dosa manusia. Saya dengar cerita kayak gini dari kecil dan merasa aneh tanpa tahu anehnya di mana. Seiring dengan berjalannya waktu, saya pun lantas paham mengapa kisah itu berasa aneh.
Ini lho yang aneh:Ada hal yang hilang dalam cerita para pastor dan pendeta tentang penyaliban Yesus. Para rohaniwan biasanya hanya menceritakan alasan teologis mengapa Yesus disalib:Manusia penuh dosa dan butuh Juru Selamat. Mereka nggak menyinggung tentang alasan non-teologis Padahal, Yesus itu ‘kan waktu di dunia berstatus manusia. Ngga mungkin manusia ada di bumi hanya bergulat dengan masalah spiritual.
Pantesan saya berasa aneh tiap dengar khotbah Paskah.
Secara teologis atau spiritual, betul memang Ia disalib untuk menebus dosa manusia namun dari segi sejarah, secara politis, Ia disalib karena pemerintah menganggapNya sebagai ancaman. Para rohaniwan biasanya tak bicara sama sekali tentang sisi manusianya:Bahwa Yesus ada di dunia dalam kondisi politik tertentu dan sistem di mana Ia hidup ikut menentukan “nasib”Nya. Pembahasan soal penyaliban jadi nggak komplet.
Banyak orang yang menggantungkan pengharapan pada diriNya, kita bisa lihat antara lain di Kisah Para Rasul 1:6, “Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" Ketika itu orang-orang yakin bahwa Yesus adalah Mesias dan ini artinya penyelamat yang akan membebaskan mereka secara fisik dari penindasan Romawi. Pemerintahan Romawi juga saat itu takut sih memang.
Pemerintah Romawi percaya bahwa keberadaan Yesus sangat mengancam mereka. Ia demikian dipuja, terutama saat Ia menunggang keledai masuk Yerusalem. Cara orang mengelu-elukanNya di Markus 11:10 memberi kesan kuat bahwa Dialah raja Israel, padahal Dia ‘kan statusnya rakyat jelata.
Terus waktu Yesus ngamuk di Bait Allah (Yohanes 2:13-20), Ia mengatakan bahwa Ia bisa merobohkan Bait Allah dan membangunnya dalam tiga hari. Ini menyulut kemarahan pemerintah Romawi karena Yeremia pernah mengatakan bahwa Tuhan akan datang dan menghancurkan rumahNya (Yeremia 26:6).
Jadi, secara tidak langsung, Ia mengatakan bahwa Ia adalah Tuhan. Keberadaan Yesus sangat mengancam stabilitas politik ketika itu.
Kesimpulannnya, apa yang ada dalam khotbah adalah ‘Yesus disalib untuk menebus dosa manusia’. Yang tidak ada dalam khotbah adalah kisah bahwa peristiwa penyalibanNya didorong oleh serentetan peristiwa sejarah: Bahwa kerajaan Romawi sangat opresif. Bahwa kaisarnya mirip Soharto, hanya puas kalo liat darah bergelimang di tangan.
Yesus adalah Pembangkang. Ia mengancam status-quo. Dia disalib karena melawan pemerintah. Dia subversif. Lha pas ngumumin Dia bakal lahir aja, malaikat udah pake bahasa subversif:Nyebut Dia Juru Selamat dan Raja.
Implikasi dari khotbah yang nggak komplet ini, besar lho. Orang kristen jadi penakut. Mereka, eh kami, mengidentikkan ketaatan kepada Tuhan dengan ketaatan kepada pemerintah. Padahal ketidaktaatan atau pembangkangan sipil sering banget sifatnya justru biblikal. Misalnya, kalo jaman Soeharto nyulik-nyulik, kita protes, wah ini mah Alkitabiah banget. Coba cek Mazmur 12.
Cuma orang kristen diem aja:Gabungan antara nggak berani sama nggak ngeh plus nurani agak macet dan otak rada lemot. Soalnya emang nggak pernah dikasihtau bahwa Yesus dulu kerap melawan pemerintah. Rohaniwan demen banget meninabobokkan jemaat pake Roma 13:Taatlah pada pemerintah. (Nyaris) nggak ada yang ngutip Lukas 1:52:
Ia menurunkan para penguasa dari takhta mereka, dan meninggikan orang-orang yang rendah hati.
Kalo waktu khotbah mencukupi, perlu juga jemaat dikasih penjelasan kayak begini untuk nambah-nambah pengetahuan. Lebih enak mendengarkan cerita Yesus yang ada fakta sejarahnya sehingga Yesus terlihat jelas sebagai Sosok yang benar-benar nyata.
Yesus adalah bagian dari sejarah umat manusia. Ada bagusnya secara sadar mata jemaat dibukakan bahwa Yesus bukan hanya bisa ditemukan di Alkitab tapi juga bisa dijumpai di dalam dokumen sejarah.
Oh ya, satu lagi alasan kenapa Dia disalib: Ajaran-ajaranNya kerap menyimpang dari ajaran konvensional. Mari kita lihat yang paling terkenal sekaligus paling susah untuk diaplikasikan:Kasihilah musuhmu.
Di jaman itu ada kelompok bernama Essenes yang mengklaim diri mereka sebagai ‘anak terang’. Pengikut Essenes jumlahnya ribuan, mereka mengambil sumpah dua kali dalam sehari, berjanji untuk “membenci mereka yang tidak adil dan memerangi ketidakdilan bersama mereka yang adil”.
Mereka yakin bahwa Mesias akan datang untuk menghancurkan musuh secara fisik. Jadi, ajaran Yesus jelas bikin telinga mereka gatal-gatal. Kelompok Essenes ini memiliki jumlah pengikut nomor tiga terbesar setelah Farisi dan Saduki.
Adapun kecerdasan Yesus dalam menjawab pertanyaan dan kedalaman Ia saat berpikir membuat diriNya tak disukai kaum Farisi dan Saduki.
Lengkaplah sudah. Ia tak disukai oleh 3 kelompok terbesar plus pemerintah. Tak heran jika Ia lantas disalib.
Dan yang menarik, Ia dibunuh oleh mereka yang mengaku sebagai umat beragama. Jadi nggak udah heran kalo hari ini pun kaum agamis masih setia membunuh.
Udah bawaan bayi kayaknya, udah dari sononya begitu. Makanya, Paskah bukanlah tentang agama melainkan perbaikan hubungan pribadi.
Paskah pada intinya adalah tentang kesempatan kedua, begitu bukan?
13/4/2014
20.47 WIB
Ini lho yang aneh:Ada hal yang hilang dalam cerita para pastor dan pendeta tentang penyaliban Yesus. Para rohaniwan biasanya hanya menceritakan alasan teologis mengapa Yesus disalib:Manusia penuh dosa dan butuh Juru Selamat. Mereka nggak menyinggung tentang alasan non-teologis Padahal, Yesus itu ‘kan waktu di dunia berstatus manusia. Ngga mungkin manusia ada di bumi hanya bergulat dengan masalah spiritual.
Pantesan saya berasa aneh tiap dengar khotbah Paskah.
Secara teologis atau spiritual, betul memang Ia disalib untuk menebus dosa manusia namun dari segi sejarah, secara politis, Ia disalib karena pemerintah menganggapNya sebagai ancaman. Para rohaniwan biasanya tak bicara sama sekali tentang sisi manusianya:Bahwa Yesus ada di dunia dalam kondisi politik tertentu dan sistem di mana Ia hidup ikut menentukan “nasib”Nya. Pembahasan soal penyaliban jadi nggak komplet.
Banyak orang yang menggantungkan pengharapan pada diriNya, kita bisa lihat antara lain di Kisah Para Rasul 1:6, “Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" Ketika itu orang-orang yakin bahwa Yesus adalah Mesias dan ini artinya penyelamat yang akan membebaskan mereka secara fisik dari penindasan Romawi. Pemerintahan Romawi juga saat itu takut sih memang.
Pemerintah Romawi percaya bahwa keberadaan Yesus sangat mengancam mereka. Ia demikian dipuja, terutama saat Ia menunggang keledai masuk Yerusalem. Cara orang mengelu-elukanNya di Markus 11:10 memberi kesan kuat bahwa Dialah raja Israel, padahal Dia ‘kan statusnya rakyat jelata.
Terus waktu Yesus ngamuk di Bait Allah (Yohanes 2:13-20), Ia mengatakan bahwa Ia bisa merobohkan Bait Allah dan membangunnya dalam tiga hari. Ini menyulut kemarahan pemerintah Romawi karena Yeremia pernah mengatakan bahwa Tuhan akan datang dan menghancurkan rumahNya (Yeremia 26:6).
Jadi, secara tidak langsung, Ia mengatakan bahwa Ia adalah Tuhan. Keberadaan Yesus sangat mengancam stabilitas politik ketika itu.
Kesimpulannnya, apa yang ada dalam khotbah adalah ‘Yesus disalib untuk menebus dosa manusia’. Yang tidak ada dalam khotbah adalah kisah bahwa peristiwa penyalibanNya didorong oleh serentetan peristiwa sejarah: Bahwa kerajaan Romawi sangat opresif. Bahwa kaisarnya mirip Soharto, hanya puas kalo liat darah bergelimang di tangan.
Yesus adalah Pembangkang. Ia mengancam status-quo. Dia disalib karena melawan pemerintah. Dia subversif. Lha pas ngumumin Dia bakal lahir aja, malaikat udah pake bahasa subversif:Nyebut Dia Juru Selamat dan Raja.
Implikasi dari khotbah yang nggak komplet ini, besar lho. Orang kristen jadi penakut. Mereka, eh kami, mengidentikkan ketaatan kepada Tuhan dengan ketaatan kepada pemerintah. Padahal ketidaktaatan atau pembangkangan sipil sering banget sifatnya justru biblikal. Misalnya, kalo jaman Soeharto nyulik-nyulik, kita protes, wah ini mah Alkitabiah banget. Coba cek Mazmur 12.
Cuma orang kristen diem aja:Gabungan antara nggak berani sama nggak ngeh plus nurani agak macet dan otak rada lemot. Soalnya emang nggak pernah dikasihtau bahwa Yesus dulu kerap melawan pemerintah. Rohaniwan demen banget meninabobokkan jemaat pake Roma 13:Taatlah pada pemerintah. (Nyaris) nggak ada yang ngutip Lukas 1:52:
Ia menurunkan para penguasa dari takhta mereka, dan meninggikan orang-orang yang rendah hati.
Kalo waktu khotbah mencukupi, perlu juga jemaat dikasih penjelasan kayak begini untuk nambah-nambah pengetahuan. Lebih enak mendengarkan cerita Yesus yang ada fakta sejarahnya sehingga Yesus terlihat jelas sebagai Sosok yang benar-benar nyata.
Yesus adalah bagian dari sejarah umat manusia. Ada bagusnya secara sadar mata jemaat dibukakan bahwa Yesus bukan hanya bisa ditemukan di Alkitab tapi juga bisa dijumpai di dalam dokumen sejarah.
Oh ya, satu lagi alasan kenapa Dia disalib: Ajaran-ajaranNya kerap menyimpang dari ajaran konvensional. Mari kita lihat yang paling terkenal sekaligus paling susah untuk diaplikasikan:Kasihilah musuhmu.
Di jaman itu ada kelompok bernama Essenes yang mengklaim diri mereka sebagai ‘anak terang’. Pengikut Essenes jumlahnya ribuan, mereka mengambil sumpah dua kali dalam sehari, berjanji untuk “membenci mereka yang tidak adil dan memerangi ketidakdilan bersama mereka yang adil”.
Mereka yakin bahwa Mesias akan datang untuk menghancurkan musuh secara fisik. Jadi, ajaran Yesus jelas bikin telinga mereka gatal-gatal. Kelompok Essenes ini memiliki jumlah pengikut nomor tiga terbesar setelah Farisi dan Saduki.
Adapun kecerdasan Yesus dalam menjawab pertanyaan dan kedalaman Ia saat berpikir membuat diriNya tak disukai kaum Farisi dan Saduki.
Lengkaplah sudah. Ia tak disukai oleh 3 kelompok terbesar plus pemerintah. Tak heran jika Ia lantas disalib.
Dan yang menarik, Ia dibunuh oleh mereka yang mengaku sebagai umat beragama. Jadi nggak udah heran kalo hari ini pun kaum agamis masih setia membunuh.
Udah bawaan bayi kayaknya, udah dari sononya begitu. Makanya, Paskah bukanlah tentang agama melainkan perbaikan hubungan pribadi.
Paskah pada intinya adalah tentang kesempatan kedua, begitu bukan?
13/4/2014
20.47 WIB