UDAH MASUK KERJA? SINI GUE CERITAIN, BIAR ELU GAK BETE DI KANTOR…
Elu-elu udah mulai kerja ya? Sini deh gue ceritain daripada bete muluk lu di kantor.
Waktu pencullikan aktivis 1998, Nyokap gue nolongin anak-anak PRD dan musuh politik Soeharto lainnya. Kakak gue, Mbak Ezki, juga dikejar-kejar aparat, dia akhirnya ditolongin Munir. Gue? Aman damai sejahtera baek-baek aja di rumah. Kenapa?
Di tiap keluarga 'kan ada aja tuh produk reject. Gue di keluarga statusnya produk reject. Gue penakut. Laen sendiri. Kalo aktivis-aktivis itu nyari perlindungan ke gue, hampir pasti gue akan serahkan mereka semua ke aparat. Gue nggak pernah ikut demo, nggak berani. Waktu aktivis memenuhi gedung DPR menuntut Soeharto turun, gue dateng buat liat-liat. Lutut gue gemetar. Gue banyak denger cerita tentang keganasan aparat di Timor Leste (waktu itu namanya masih Timor-Timur) jadi gue pikir,"Udah sipit, putih, bakal diapain nih gue?" Tauk-tauknya mereka ketawa,"Haloo...Good morning. From Japan? Tourist?"Gue cuma nyengir sambil bilang "Yes…Yess" trus kabur.
Eh, apa lo bilang? "Elu penakutnya kwadrat kwadrat ya," gitu yak? Gue timpuk lu. Kayak lu pemberani aja. Tahun 1990an yang berani nggak nyampe 1% rakyat Indonesia. Hampir semua orang waktu itu kayak gue:Cuek. Indonesia mau dikuasain Soeharto sampe kiamat ya nggak apa-apa. Rejeki, hidup dan mati di tangan Tuhan.
Fatalis sejati.
Itu 30 tahun yang lalu. Sekarang? Gue berubah, nggak sepenakut dulu. Gue berubah bukan karena dapat wangsit, mimpi, penglihatan atau apalah tapi karena situasi berubah. Indonesia udah sangat demokratis dibanding dulu. Kita bisa becanda dengan anak presiden, bapaknya bisa diusap-usap pundaknya dan ibunya naik pesawat ekonomi. Ketemu pejabat di DKI gak perlu lagi kasih upeti dan mereka bisa dikritik secara terbuka lewat sosmed.
Kenapa situasi berubah? Karena ada sekelompok orang yang ngotot ambil keputusan yang benar walau resikonya nyawa.
Bagaimanapun, situasi yang berubah gak selalu berhasil menggerakkan orang untuk berubah. Sekarang masih ada (banyak?) orang yang kayak gue versi 1998 tapi dalam wujud yang berbeda. Mereka cuek. “Kalo yang menang nomor 2 ga papa. Indonesia bakal jadi kayak Suriah? Lebay. Ya nggak mungkin lah. Eh bukan berarti gue pro nomor 2 lho tapi gue juga males lah sama yang nomor 1. Wakilnya kayak gitu. Ya Jokowi bagus sih tapinya, hmm... Bodo ah, bingung. Males. Terserah.”
Alasan cueknya banyak. Kalimat untuk mengekspresikan ketidakpeduliannya juga macem-macem ya tapi intinya sama semua1)Nggak mau milih atau (2) Bodo ah. Bisa milih, bisa nggak.
Lo bisa bayangin nggak kalo 1 persenan orang Indonesia yang pemberani di tahun 1990an juga bilang ”Terserah”? Apa yang akan terjadi?
Kalo yang 1%an ini dulu cuek, Indonesia yang kita tempati sekarang adalah sebuah kerajaan yang dikelola oleh keluarga tersebut. Keinginan mereka mesti dituruti, mereka bebas jualan narkoba, mukul anak kita di restoran, merampas bisnis pasangan kita dan menjegal usaha cucu kita. Kita gak akan bisa melawan mereka dua kali karena baru nentang satu kali aja kita udah diculik atau disiksa, kayak Marsinah.
Mereka sekarang bermain di balik layar pasangan nomor dua. Kalo banyak yang nggak peduli tentang hak pilih, situasinya akan sama kayak yang di atas. Sebagian dari elo mungkin berpendapat bahwa penjabaran gue adalah sebuah imajinasi atau hipotesa belaka.
Duh, kuper kali lah kau, yak. Lu kagak tauk ya, banyak media kredibel dan buku berbahan dasar riset yang komprehensif, menjelaskan bahwa presiden 32 tahun itu masuk daftar diktator paling korup dan salah satu pembunuh massal terbesar abad 20 ?
Gambar:
http://metaruang.com/saya-pembunuh-marsinah/