Ahok, Waktu Yang Amat Relatif, dan Impian Seorang Ibu:
Masa Depan Diciptakan Hari Ini
Seorang pria berdiri di panggung sambil memegang sebuah jeruk yang telah remuk. “Hayoo….10 ribu dollar buat mereka yang bisa mengeluarkan air satuuu tetes saja dari jeruk ini”. Penonton berteriak-teriak. Jeruk yang digenggam itu sudah diperas oleh tangan pria tersebut berulang kali. Tak ada lagi yang tersisa. Sudah lebih dari 10 penonton mencoba, semuanya gagal.
Tiba-tiba, muncul seorang perempuan. Ia tak renta namun jelas sudah tak lagi muda. Penonton mulai tertawa. Perempuan itu tak bicara apapun. Ia meraih jeruk dari tangan si pria dan mulai memeras jeruk itu….Tak ada yang keluar. Para penonton tertawa makin keras. Ibu itu tak peduli. Ia kembali meremukkan jeruk yang sebenarnya sudah sangat remuk itu. Satu tetes keluar. Penonton mendadak bisu. Ruangan sehening makam saat malam. Pria kekar tersebut memandang perempuan itu seolah-olah ibu tersebut adalah seekor ayam bergigi banyak. “Hah ??? Kok bisa ?“ Tanya si pria,”Saya aja yang badannya begini gede, ngga bisa”.
Perempuan itu tersenyum. “Aku sudah lama miskin, Nak. Aku punya tiga anak yang perlu makan. Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
***
Impian ibu di atas adalah membebaskan anaknya dari rasa lapar. Setiap orang tua punya mimpi. Saya sebagai ibu sama saja dengan perempuan itu:Punya mimpi juga.
Impian saya sebenarnya sederhana. 15-20 tahun dari sekarang, saya ingin melihat anak saya hidup di tanah Indonesia yang lebih subur. Di rumah bernama Indonesia yang kian ramah dan sehat. Di negara bernama Indonesia yang adil dan beradab. Di negeri yang membuatnya sejahtera.
Impian saya sebenarnya sederhana. Namun Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia. Indonesia adalah negara yang membiarkan pelanggar HAM bebas berkeliaran dan pencuri sandal mendekam di penjara berbau busuk. Di tanah ini, menjadi miskin adalah sebuah kesalahan besar, kritik diidentikkan dengan umpatan dan berhasil menipu dianggap sebagai sebuah kemenangan. Inilah negara religius yang rakyatnya bisa bebas merampok atas nama Tuhan.
Dalam negara seabsurd ini, impian sederhana saya lantas jadi terlihat mewah.
Namun mendadak, muncullah seorang Ahok.
***
Beberapa orang mengatakan bahwa mustahil Ahok jadi pemimpin negara. Saya tak paham politik. Berdasarkan logika, di negara yang sebagian rakyatnya sangat mudah disetir oleh segelintir orang irasional, bisa jadi Ahok tak mungkin menjadi pemimpin mengingat ia ‘kafir’ dan ‘putih’. Namun, saya mengikuti betul perjalanan hidupnya dan dari situ menarik sebuah kesimpulan:Hidupnya penuh dengan kemustahilan. Perjalanan politiknya ramai dengan berbagai kebetulan. “Kebetulan” adalah saat ketika Tuhan bekerja namun tak ingin dikenali. Jadi…Kalau Tuhan turut bekerja, apa sih yang mustahil ??
Terkesan naif ? Pasti. Anda memang ngga bisa berharap akan lahir sebuah kajian politik bernuansa akademis dari saya. Yang bisa Anda peroleh hanyalah optimisme yang lumayan membabi buta karena optimisme itulah yang membuat impian tentang masa depan anak tunggal saya tak pernah padam.
Perempuan itu tersenyum, “…Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
Anak saya berusia 10 tahun.“Mama tinggal kamu untuk wawancara-wawancara, itu Mama lagi mempersiapkan masa depan kamu”, begitu saya berkata kepadanya berkali-kali. Dia sudah bisa diberi pengertian macam itu. Saya ingin dia tahu bahwa masa depan diciptakan hari ini.
Saya sebenarnya kecewa, sih. Ingin banget anak saya punya pemimpin bagus tapi yang bisa saya lakukan cuma nulis. Saya bukan orang top, ngga punya massa, ngga ada dana besar, ngga punya jaringan. Saya orang biasa dalam arti yang paling biasa. Tapi…Hmmm…Bukankah kata punya nyawa ? Saya menulis buku Ahok dengan sikap mental seolah-olah beliau jadi presiden atau tidak, ditentukan sepenuhnya oleh buku itu. Kalau ada 1000 orang di bidangnya masing-masing melakukan hal serupa dengan semangat yang sama, benarkah impian melihat Ahok menjadi pemimpin negara akan tetap tinggal sebagai sebuah kemustahilan ?
***
Suka atau tak suka, harus diakui, pemimpin yang kelak layak menggantikan Jokowi hanyalah Ahok. Kalau beberapa tahun ke depan ada pemimpin anti korupsi muncul lagi, bagaimana ? Saya pribadi tetap pilih Ahok. Jelas sekali Ahok punya berbagai kelemahan, bagi saya beliau hanyalah manusia biasa (yang manusia 1/2 dewa tuh Nyokap gue...) namun bagaimanapun karakternya sudah teruji. Jangan pernah lupa, baru Ahok yang berani menantang semua pejabat untuk membongkar asal-usul harta pribadi pkus berani hartanya sendiri diusut. Siapa pejabat pasca reformasi yang terang-terangan menunjukkan kerelaanya untuk mati demi rakyat ? Ya cuma Ahok. Yang bisa diSMS rakyat untuk berkeluh kesah dan lantas curhat rakyat ditindaklanjuti ? Cuma Ahok. Yang punya website dengan laporan kerja lengkap plus slip gaji dipajang-pajang, yang berani ngadepin preman Tanah Abang dan mengecam FPI terang-terangan ? Hanya Ahok. Yang semua omongannya direkam, rapat-rapat didokumentasikan dan diupload tanpa edit ? Yang pernah mengalami berjuang dari bawah, daftar jadi anggota DPRD, masuk DPR, jadi bupati, jadi wakil gubernur, capek-capek ngumpulin KTP lalu gagal, sukses dipilih rakyat tapi ga mau nyogok MK, lalu buntut-buntutnya jadi gubernur ? Siapa ?
Cuma Ahok yang portofolionya selengkap itu.
Mungkin ada yang bilang,”Ya ampun…Jokowi belum dilantik, lo udah ribut soal presiden berikutnya. Ini baru 2014, masih lamaaa!!!”. Kalau Anda menelpon orang yang Anda taksir, satu jam terasa singkat. Kalau Anda bekerja dan secara lekat diawasi atasan, satu jam terasa sangat lama. Waktu sangatlah relatif. Berhentilah berpikir tentang waktu.
Mulailah berpikir tentang genarasi berikutnya. Mungkin tentang anak Anda, keponakan, anak tetangga, murid atau mahasiwa binaan Anda. Masa depan mereka diciptakan hari ini.
Perempuan itu tersenyum, “…Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
Ahok sudah sering mengatakan di berbagai acara televisi,”Gua pengen jadi presiden”.
UU No.12 tahun 2006 memang memungkinkan Ahok untuk kelak mencalonkan diri. Oleh partai apa beliau akan diusung, waduhhh..Mana saya tahu. Politik begitu dinamis. Siapa sangka sih Koalisi Merah Putih sebegini kalapnya sampai mau mengembalikan bangsa ke zaman kegelapan?
Ahok kabarnya keluar dari Gerindra. Biarkan saja. Ahok toh tak identik dengan Gerindra. Bicara soal Ahok bukanlah bicara tentang partai politik. Bicara mengenai Ahok berarti memperbincangkan Indonesia. Negara tempat Ahok lahir dan dibesarkan.
Negara tempat saya lahir dan bertumbuh. Mungkin tempat Anda juga ?
Negara tempat kita dibuai dibesarkan Bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata
10/9/2014
15.58 WIB
Untuk Merryll, kiriman Tuhan.
Nak, semoga engkau kelak mendapat pemimpin yang layak.
Tiba-tiba, muncul seorang perempuan. Ia tak renta namun jelas sudah tak lagi muda. Penonton mulai tertawa. Perempuan itu tak bicara apapun. Ia meraih jeruk dari tangan si pria dan mulai memeras jeruk itu….Tak ada yang keluar. Para penonton tertawa makin keras. Ibu itu tak peduli. Ia kembali meremukkan jeruk yang sebenarnya sudah sangat remuk itu. Satu tetes keluar. Penonton mendadak bisu. Ruangan sehening makam saat malam. Pria kekar tersebut memandang perempuan itu seolah-olah ibu tersebut adalah seekor ayam bergigi banyak. “Hah ??? Kok bisa ?“ Tanya si pria,”Saya aja yang badannya begini gede, ngga bisa”.
Perempuan itu tersenyum. “Aku sudah lama miskin, Nak. Aku punya tiga anak yang perlu makan. Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
***
Impian ibu di atas adalah membebaskan anaknya dari rasa lapar. Setiap orang tua punya mimpi. Saya sebagai ibu sama saja dengan perempuan itu:Punya mimpi juga.
Impian saya sebenarnya sederhana. 15-20 tahun dari sekarang, saya ingin melihat anak saya hidup di tanah Indonesia yang lebih subur. Di rumah bernama Indonesia yang kian ramah dan sehat. Di negara bernama Indonesia yang adil dan beradab. Di negeri yang membuatnya sejahtera.
Impian saya sebenarnya sederhana. Namun Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia. Indonesia adalah negara yang membiarkan pelanggar HAM bebas berkeliaran dan pencuri sandal mendekam di penjara berbau busuk. Di tanah ini, menjadi miskin adalah sebuah kesalahan besar, kritik diidentikkan dengan umpatan dan berhasil menipu dianggap sebagai sebuah kemenangan. Inilah negara religius yang rakyatnya bisa bebas merampok atas nama Tuhan.
Dalam negara seabsurd ini, impian sederhana saya lantas jadi terlihat mewah.
Namun mendadak, muncullah seorang Ahok.
***
Beberapa orang mengatakan bahwa mustahil Ahok jadi pemimpin negara. Saya tak paham politik. Berdasarkan logika, di negara yang sebagian rakyatnya sangat mudah disetir oleh segelintir orang irasional, bisa jadi Ahok tak mungkin menjadi pemimpin mengingat ia ‘kafir’ dan ‘putih’. Namun, saya mengikuti betul perjalanan hidupnya dan dari situ menarik sebuah kesimpulan:Hidupnya penuh dengan kemustahilan. Perjalanan politiknya ramai dengan berbagai kebetulan. “Kebetulan” adalah saat ketika Tuhan bekerja namun tak ingin dikenali. Jadi…Kalau Tuhan turut bekerja, apa sih yang mustahil ??
Terkesan naif ? Pasti. Anda memang ngga bisa berharap akan lahir sebuah kajian politik bernuansa akademis dari saya. Yang bisa Anda peroleh hanyalah optimisme yang lumayan membabi buta karena optimisme itulah yang membuat impian tentang masa depan anak tunggal saya tak pernah padam.
Perempuan itu tersenyum, “…Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
Anak saya berusia 10 tahun.“Mama tinggal kamu untuk wawancara-wawancara, itu Mama lagi mempersiapkan masa depan kamu”, begitu saya berkata kepadanya berkali-kali. Dia sudah bisa diberi pengertian macam itu. Saya ingin dia tahu bahwa masa depan diciptakan hari ini.
Saya sebenarnya kecewa, sih. Ingin banget anak saya punya pemimpin bagus tapi yang bisa saya lakukan cuma nulis. Saya bukan orang top, ngga punya massa, ngga ada dana besar, ngga punya jaringan. Saya orang biasa dalam arti yang paling biasa. Tapi…Hmmm…Bukankah kata punya nyawa ? Saya menulis buku Ahok dengan sikap mental seolah-olah beliau jadi presiden atau tidak, ditentukan sepenuhnya oleh buku itu. Kalau ada 1000 orang di bidangnya masing-masing melakukan hal serupa dengan semangat yang sama, benarkah impian melihat Ahok menjadi pemimpin negara akan tetap tinggal sebagai sebuah kemustahilan ?
***
Suka atau tak suka, harus diakui, pemimpin yang kelak layak menggantikan Jokowi hanyalah Ahok. Kalau beberapa tahun ke depan ada pemimpin anti korupsi muncul lagi, bagaimana ? Saya pribadi tetap pilih Ahok. Jelas sekali Ahok punya berbagai kelemahan, bagi saya beliau hanyalah manusia biasa (yang manusia 1/2 dewa tuh Nyokap gue...) namun bagaimanapun karakternya sudah teruji. Jangan pernah lupa, baru Ahok yang berani menantang semua pejabat untuk membongkar asal-usul harta pribadi pkus berani hartanya sendiri diusut. Siapa pejabat pasca reformasi yang terang-terangan menunjukkan kerelaanya untuk mati demi rakyat ? Ya cuma Ahok. Yang bisa diSMS rakyat untuk berkeluh kesah dan lantas curhat rakyat ditindaklanjuti ? Cuma Ahok. Yang punya website dengan laporan kerja lengkap plus slip gaji dipajang-pajang, yang berani ngadepin preman Tanah Abang dan mengecam FPI terang-terangan ? Hanya Ahok. Yang semua omongannya direkam, rapat-rapat didokumentasikan dan diupload tanpa edit ? Yang pernah mengalami berjuang dari bawah, daftar jadi anggota DPRD, masuk DPR, jadi bupati, jadi wakil gubernur, capek-capek ngumpulin KTP lalu gagal, sukses dipilih rakyat tapi ga mau nyogok MK, lalu buntut-buntutnya jadi gubernur ? Siapa ?
Cuma Ahok yang portofolionya selengkap itu.
Mungkin ada yang bilang,”Ya ampun…Jokowi belum dilantik, lo udah ribut soal presiden berikutnya. Ini baru 2014, masih lamaaa!!!”. Kalau Anda menelpon orang yang Anda taksir, satu jam terasa singkat. Kalau Anda bekerja dan secara lekat diawasi atasan, satu jam terasa sangat lama. Waktu sangatlah relatif. Berhentilah berpikir tentang waktu.
Mulailah berpikir tentang genarasi berikutnya. Mungkin tentang anak Anda, keponakan, anak tetangga, murid atau mahasiwa binaan Anda. Masa depan mereka diciptakan hari ini.
Perempuan itu tersenyum, “…Jika engkau melakukan sesuatu untuk anakmu, engkau akan punya kekuatan yang kedahsyatannya melampaui pengetahuan dan imajinasimu”.
Ahok sudah sering mengatakan di berbagai acara televisi,”Gua pengen jadi presiden”.
UU No.12 tahun 2006 memang memungkinkan Ahok untuk kelak mencalonkan diri. Oleh partai apa beliau akan diusung, waduhhh..Mana saya tahu. Politik begitu dinamis. Siapa sangka sih Koalisi Merah Putih sebegini kalapnya sampai mau mengembalikan bangsa ke zaman kegelapan?
Ahok kabarnya keluar dari Gerindra. Biarkan saja. Ahok toh tak identik dengan Gerindra. Bicara soal Ahok bukanlah bicara tentang partai politik. Bicara mengenai Ahok berarti memperbincangkan Indonesia. Negara tempat Ahok lahir dan dibesarkan.
Negara tempat saya lahir dan bertumbuh. Mungkin tempat Anda juga ?
Negara tempat kita dibuai dibesarkan Bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata
10/9/2014
15.58 WIB
Untuk Merryll, kiriman Tuhan.
Nak, semoga engkau kelak mendapat pemimpin yang layak.