Sebelum baca tulisan ini, baca dulu Pengantar di bawah, 3 baris pertama cukup.
https://gurupenulis.weebly.com/daftar-tulisan-tentang-psikopat.html
SURAT UNTUK SEORANG PSIKOPAT
https://gurupenulis.weebly.com/daftar-tulisan-tentang-psikopat.html
SURAT UNTUK SEORANG PSIKOPAT
SayStraight to the point aja ya, nggak usah basa-basi.
Gue posting ini di blog karena gue yakin lo tetap buka-buka blog gue. Sekarang akhir April, gue rasa lo masih tetap butuh materi soal diri gue untuk lo kembangkan menjadi cerita yang siap elo keluarkan di saat lo pandang perlu. Nggak tau juga sih, gue cuma nebak. Mungkin juga udah nggak butuh lagi. Yang elo mau dari gue, udah 90-95% berhasil lo dapat. Masih mau lo genapin jadi 100? Yaela. Perfeksionis amat.
Waktu gue bikin tulisan-tulisan yang isinya tajam dan spesifik, elo ngamuk. Ada yang tau konflik gue dengan elo dan dia ngomong gini,”Nih, dia ngamuk, isi tulisannya soal elo banget. Dia ngomong soal X, yang itu tuh…Dia juga bicara tentang Y, yang pernah lo critain ke gue itu lho…bla…bla…bla.”
Gue dikirimin screenshootsnya tapi gue nggak baca sih, nggak tertarik isinya. Gue tertarik dengan fakta bahwa gue bikin tulisan yang isinya spesifik, detil, identitas orangnya gue tutup rapat-rapat, namun elo ngamuk karena merasa bahwa itu soal elo.
Gue bisa aja punya masalah dengan 200 orang, semua baca tulisan itu dan nggak ada satu pun yang tersinggung karena mereka nggak merasa bahwa itu tentang mereka. Isinya terlalu spesifik. Kalo isinya umum, bisa aja banyak yang ngamuk. Elo ngamuk menunjukkan bahwa apa yang gue tulis betul-betul benar. Di Quora, ada yang tanya begini, “Reaksi psikopat kalo kita bilang mereka psikopat, gimana sih?” Ada psikopat nyaut begini,”Gue akan marah atau gue bilang dengan santai sambil liat matanya,’I told you, huh?’ ”
Elo nggak tertarik ambil pilihan yang terakhir? Lebih elegan dibandingkan ngamuk di sosmed. Lagian kalo ngamuk, entar orang-orang jadi tau loh kalo elo psikopat. Lo tau gak sosmed lo diamati beberapa orang karena isinya ajaib trus mereka ngomong ke gue karena dulu gue sama elo deket banget? Lo tauk nggak bahwa diam-diam ada beberapa orang yang melakukan penilaian terhadap postingan-postingan elo dan mereka yakin bahwa ada ‘something wrong with you’? Nggak tau? Nah, sekarang udah tau ya.
Lo tauk gak, perlakuan elo ke gue mendorong gue buat riset abis-abisan tentang keanehan-keanehan elo. Terdamparlah gue di topik psikopat. Gue udah bikin 5-6 tulisan soal itu. Mengacu pada bukti empiris dan studi literatur, gue menyimpulkan tingkat psikopatik elo di atas rata-rata.
Hare-Babiak adalah dua psikolog yang bukunya dikutip 90an % artikel psikologi di media terpercaya. Dalam istilah mereka, elo disebut ‘Snakes in Suites’: Orang kayak elo beda dari Hannibal Lecter, yang kayak elo ada di mana-mana. Kecenderungan Snakes in Suites ngerjain orang di atas rata-rata tapi belum cukup buas untuk melakukan tindakan kriminal yang bisa menjebloskan mereka ke penjara.
Untuk tau apakah gue salah atau benar, elo harus asesemen ke psikolog.
***
Gue pernah ajak temen deket gue berenang tapi dia nggak dibolehin oleh Nyokapnya. Trus gue nanya gini,”Alasannya apa? Sini gue tanya ke Ibu lo.” Akhirnya gue ngomong ke Ibunya lewat telpon. Ini jaman SD.
Pas SMP, gue ada pertemuan rutin sama gank gue. Isinya saling ngasih tau kelemahan masing-masing tuh apa. Tiap ‘rapat’, kuping mendadak jadi beton: Tebel banget. Kalo tipis, bisa pada mati muda karena, haelah…Namanya juga anak SMP. Ngomongnya sok tajem, sok pinter, padahal nggak jelas juntrungannya. Kayaknya waktu itu ngumpul kayak gitu cuma buat gaya-gayaan, keren gitu, berasa jadi gank yang demokratis abis.
Waktu bokap gue masih hidup, gue berantem sama kakak gue. Bokap jadi penengah. Gue debat sama kakak gue, itu gue rekam. Selesai debat, satu rekaman gue kasih ke dia, satunya lagi gue simpan. Waktu suami gue dengar rekamannya, dia ngomong gini,"Elo berdua berantem kayak lagi kuliah, intelek amat."
Cerita sejenis ada banyak. Dari kecil gue terbiasa konfrontasi saat berkonflik. Nggak pernah ada kata kotor yang keluar, nggak pernah ada bentrok fisik. Yang ada adalah rentetan fakta yang disampaikan dengan tajam dan lugas disambung dengan diskusi, atau debat, yang rasional. Sejauh ini, cara gue efektif menyelesaikan masalah. Mungkin karena yang gue hadapi adalah orang-orang yang tingkat psikopatiknya rendah. Elo gue perlakukan berbeda karena elo memang jauh berbeda dari yang lain. Cara gue memperlakukan elo sekarang tidak mencerminkan kepribadian gue yang sesungguhnya.
BTW, jangan sekali-sekali elo mengira bahwa gue nggak mengkonfrontasi elo karena takut.
gue. sama. sekali.nggak. takut.sama.elo.
PAHAM?
Gue NGGAK mengkonfrontasi elo karena gue yakin akan percuma. Bagaimanapun, kalo elo macem-macem lagi, lo ganti aja kata NGGAK dengan BELUM.
***
Gue dulu sirik sama elo. Pasti asik ya rasanya, abis ngajahatin trus bisa senyum manis bahkan ngajak makan bareng. Hidup berasa ringan sekali. Terus gue protes ke Tuhan.”Enak ya jadi psikopat. Ngerjain orang trus abis itu bisa cuek, kenapa nggak saya aja yang dijadiin psikopat?” Gue nggak bisa membalas kejahatan dengan kejahatan dan elo santai banget membalas kebaikan dengan kejahatan.
Duh. I wish I were you.
Gue coba cari jawabannya lalu gue ngobrol dengan teolog. Dia sampaikan cerita yang bersumber dari Victor Frankl: Filsuf dan psikolog. Bukunya udah kejual lebih dari 17 juta eksemplar.
Frankl bilang, ada psikopat yang pindah ke sebuah desa. Ngga ada yang tau kalo dia psikopat, dia hanya dianggap aneh. Waktu dia meninggal, di loteng rumahnya ditemukan banyak boneka yang dia rusak. Dia mengelola nafsunya untuk merusak hidup orang dengan cara merusak boneka.
Ada juga seorang pedofil yang levelnya udah parah. Tiap kali dekat dengan anak kecil, dia ingin berhubungan seks. Nggak ada keluarga yang tau kalo dia pedofil dan suatu hari dia diminta tinggal sama ponakan-ponakannya. Dia sayang banget dengan mereka dan nggak mau merusak hidup mereka. Akhirnya dia minta dikebiri.
Dua orang di atas sama kayak elo:Memiliki kelainan dari lahir tapi mereka coba mengelolanya karena paham bahwa untuk menghilangkannya pasti nggak bisa. Yang hidupnya njlimet bukan cuma elo doang. Nggak usah berkelit elo nggak punya perasaan jadi elo nggak mesti melakukan apa-apa. Di level kognitif lo tau kok tentang rasa, afektif elo aja yang kacau.
Gue paham bahwa masalah lo menyangkut susunan syaraf, ini di luar kontrol elo. Makanya, gue nggak minta elo untuk berhenti merusak. Gue hanya menyarankan elo untuk mengalihkan sasaran pengrusakan elo.
Gue baca di Quora tentang orang-orang yang didiagnosa psikopat. Mereka diskusi tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan. Lo nggak mau ikutan? Sebenarnya dilematis nih kasih saran kayak gini. Elo akan belajar bagaimana caranya menggolkan hidden agenda lo dengan cara yang lebih taktis dan elo bisa membuat lebih banyak korban masuk perangkap.
Cuma, kayak gue bilang di atas, gue nggak sepenuhnya pesimis. Siapa tau abis baca surat ini elo tergerak untuk menyalurkan potensi destruktif elo ke hal lain. Biar gimana juga, elo bukan psikopat kayak Hannibal Lecter atau Sumanto yang bisa denggan enteng nonton film kartun sambil ngegadoin kelingking bayi dan minum rebusan tulang sumsum tetangga. Makanya gue masih berani (atau nekad?) berharap. Kalo ternyata saran gue justru mendorong elo buat jadi psikopat yang lebih lihai…
Kiranya Tuhan mengampuni gue.
***
Gue punya akses untuk masuk ke masa lalu elo. Gue tau elo dulu pernah ngapain. Dulu tuh gue dilarang main sama elo tapi karena gue bodoh, gue cuekin saran itu. Ya udah. Kejadian deh. Some people learned the hard way.
BTW, gue tau elo punya hidden agenda yang belum selesai. Elo ‘cuma’ ngincer atasannya atau ngincer anak buahnya juga, sih? Lo coba salurkan daya rusak elo ke benda mati, deh.
25 April 2019*, 02.47 WIB
------
*Catatan untuk pembaca: Sampai Agustus 2020, beberapa teman terkadang mengirim screensyut sosmed dari orang ini yang menunjukkan bahwa dia dan selingkuhannya masih tetap mengikuti gerak-gerik saya.
Gue posting ini di blog karena gue yakin lo tetap buka-buka blog gue. Sekarang akhir April, gue rasa lo masih tetap butuh materi soal diri gue untuk lo kembangkan menjadi cerita yang siap elo keluarkan di saat lo pandang perlu. Nggak tau juga sih, gue cuma nebak. Mungkin juga udah nggak butuh lagi. Yang elo mau dari gue, udah 90-95% berhasil lo dapat. Masih mau lo genapin jadi 100? Yaela. Perfeksionis amat.
Waktu gue bikin tulisan-tulisan yang isinya tajam dan spesifik, elo ngamuk. Ada yang tau konflik gue dengan elo dan dia ngomong gini,”Nih, dia ngamuk, isi tulisannya soal elo banget. Dia ngomong soal X, yang itu tuh…Dia juga bicara tentang Y, yang pernah lo critain ke gue itu lho…bla…bla…bla.”
Gue dikirimin screenshootsnya tapi gue nggak baca sih, nggak tertarik isinya. Gue tertarik dengan fakta bahwa gue bikin tulisan yang isinya spesifik, detil, identitas orangnya gue tutup rapat-rapat, namun elo ngamuk karena merasa bahwa itu soal elo.
Gue bisa aja punya masalah dengan 200 orang, semua baca tulisan itu dan nggak ada satu pun yang tersinggung karena mereka nggak merasa bahwa itu tentang mereka. Isinya terlalu spesifik. Kalo isinya umum, bisa aja banyak yang ngamuk. Elo ngamuk menunjukkan bahwa apa yang gue tulis betul-betul benar. Di Quora, ada yang tanya begini, “Reaksi psikopat kalo kita bilang mereka psikopat, gimana sih?” Ada psikopat nyaut begini,”Gue akan marah atau gue bilang dengan santai sambil liat matanya,’I told you, huh?’ ”
Elo nggak tertarik ambil pilihan yang terakhir? Lebih elegan dibandingkan ngamuk di sosmed. Lagian kalo ngamuk, entar orang-orang jadi tau loh kalo elo psikopat. Lo tau gak sosmed lo diamati beberapa orang karena isinya ajaib trus mereka ngomong ke gue karena dulu gue sama elo deket banget? Lo tauk nggak bahwa diam-diam ada beberapa orang yang melakukan penilaian terhadap postingan-postingan elo dan mereka yakin bahwa ada ‘something wrong with you’? Nggak tau? Nah, sekarang udah tau ya.
Lo tauk gak, perlakuan elo ke gue mendorong gue buat riset abis-abisan tentang keanehan-keanehan elo. Terdamparlah gue di topik psikopat. Gue udah bikin 5-6 tulisan soal itu. Mengacu pada bukti empiris dan studi literatur, gue menyimpulkan tingkat psikopatik elo di atas rata-rata.
Hare-Babiak adalah dua psikolog yang bukunya dikutip 90an % artikel psikologi di media terpercaya. Dalam istilah mereka, elo disebut ‘Snakes in Suites’: Orang kayak elo beda dari Hannibal Lecter, yang kayak elo ada di mana-mana. Kecenderungan Snakes in Suites ngerjain orang di atas rata-rata tapi belum cukup buas untuk melakukan tindakan kriminal yang bisa menjebloskan mereka ke penjara.
Untuk tau apakah gue salah atau benar, elo harus asesemen ke psikolog.
***
Gue pernah ajak temen deket gue berenang tapi dia nggak dibolehin oleh Nyokapnya. Trus gue nanya gini,”Alasannya apa? Sini gue tanya ke Ibu lo.” Akhirnya gue ngomong ke Ibunya lewat telpon. Ini jaman SD.
Pas SMP, gue ada pertemuan rutin sama gank gue. Isinya saling ngasih tau kelemahan masing-masing tuh apa. Tiap ‘rapat’, kuping mendadak jadi beton: Tebel banget. Kalo tipis, bisa pada mati muda karena, haelah…Namanya juga anak SMP. Ngomongnya sok tajem, sok pinter, padahal nggak jelas juntrungannya. Kayaknya waktu itu ngumpul kayak gitu cuma buat gaya-gayaan, keren gitu, berasa jadi gank yang demokratis abis.
Waktu bokap gue masih hidup, gue berantem sama kakak gue. Bokap jadi penengah. Gue debat sama kakak gue, itu gue rekam. Selesai debat, satu rekaman gue kasih ke dia, satunya lagi gue simpan. Waktu suami gue dengar rekamannya, dia ngomong gini,"Elo berdua berantem kayak lagi kuliah, intelek amat."
Cerita sejenis ada banyak. Dari kecil gue terbiasa konfrontasi saat berkonflik. Nggak pernah ada kata kotor yang keluar, nggak pernah ada bentrok fisik. Yang ada adalah rentetan fakta yang disampaikan dengan tajam dan lugas disambung dengan diskusi, atau debat, yang rasional. Sejauh ini, cara gue efektif menyelesaikan masalah. Mungkin karena yang gue hadapi adalah orang-orang yang tingkat psikopatiknya rendah. Elo gue perlakukan berbeda karena elo memang jauh berbeda dari yang lain. Cara gue memperlakukan elo sekarang tidak mencerminkan kepribadian gue yang sesungguhnya.
BTW, jangan sekali-sekali elo mengira bahwa gue nggak mengkonfrontasi elo karena takut.
gue. sama. sekali.nggak. takut.sama.elo.
PAHAM?
Gue NGGAK mengkonfrontasi elo karena gue yakin akan percuma. Bagaimanapun, kalo elo macem-macem lagi, lo ganti aja kata NGGAK dengan BELUM.
***
Gue dulu sirik sama elo. Pasti asik ya rasanya, abis ngajahatin trus bisa senyum manis bahkan ngajak makan bareng. Hidup berasa ringan sekali. Terus gue protes ke Tuhan.”Enak ya jadi psikopat. Ngerjain orang trus abis itu bisa cuek, kenapa nggak saya aja yang dijadiin psikopat?” Gue nggak bisa membalas kejahatan dengan kejahatan dan elo santai banget membalas kebaikan dengan kejahatan.
Duh. I wish I were you.
Gue coba cari jawabannya lalu gue ngobrol dengan teolog. Dia sampaikan cerita yang bersumber dari Victor Frankl: Filsuf dan psikolog. Bukunya udah kejual lebih dari 17 juta eksemplar.
Frankl bilang, ada psikopat yang pindah ke sebuah desa. Ngga ada yang tau kalo dia psikopat, dia hanya dianggap aneh. Waktu dia meninggal, di loteng rumahnya ditemukan banyak boneka yang dia rusak. Dia mengelola nafsunya untuk merusak hidup orang dengan cara merusak boneka.
Ada juga seorang pedofil yang levelnya udah parah. Tiap kali dekat dengan anak kecil, dia ingin berhubungan seks. Nggak ada keluarga yang tau kalo dia pedofil dan suatu hari dia diminta tinggal sama ponakan-ponakannya. Dia sayang banget dengan mereka dan nggak mau merusak hidup mereka. Akhirnya dia minta dikebiri.
Dua orang di atas sama kayak elo:Memiliki kelainan dari lahir tapi mereka coba mengelolanya karena paham bahwa untuk menghilangkannya pasti nggak bisa. Yang hidupnya njlimet bukan cuma elo doang. Nggak usah berkelit elo nggak punya perasaan jadi elo nggak mesti melakukan apa-apa. Di level kognitif lo tau kok tentang rasa, afektif elo aja yang kacau.
Gue paham bahwa masalah lo menyangkut susunan syaraf, ini di luar kontrol elo. Makanya, gue nggak minta elo untuk berhenti merusak. Gue hanya menyarankan elo untuk mengalihkan sasaran pengrusakan elo.
Gue baca di Quora tentang orang-orang yang didiagnosa psikopat. Mereka diskusi tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan. Lo nggak mau ikutan? Sebenarnya dilematis nih kasih saran kayak gini. Elo akan belajar bagaimana caranya menggolkan hidden agenda lo dengan cara yang lebih taktis dan elo bisa membuat lebih banyak korban masuk perangkap.
Cuma, kayak gue bilang di atas, gue nggak sepenuhnya pesimis. Siapa tau abis baca surat ini elo tergerak untuk menyalurkan potensi destruktif elo ke hal lain. Biar gimana juga, elo bukan psikopat kayak Hannibal Lecter atau Sumanto yang bisa denggan enteng nonton film kartun sambil ngegadoin kelingking bayi dan minum rebusan tulang sumsum tetangga. Makanya gue masih berani (atau nekad?) berharap. Kalo ternyata saran gue justru mendorong elo buat jadi psikopat yang lebih lihai…
Kiranya Tuhan mengampuni gue.
***
Gue punya akses untuk masuk ke masa lalu elo. Gue tau elo dulu pernah ngapain. Dulu tuh gue dilarang main sama elo tapi karena gue bodoh, gue cuekin saran itu. Ya udah. Kejadian deh. Some people learned the hard way.
BTW, gue tau elo punya hidden agenda yang belum selesai. Elo ‘cuma’ ngincer atasannya atau ngincer anak buahnya juga, sih? Lo coba salurkan daya rusak elo ke benda mati, deh.
25 April 2019*, 02.47 WIB
------
*Catatan untuk pembaca: Sampai Agustus 2020, beberapa teman terkadang mengirim screensyut sosmed dari orang ini yang menunjukkan bahwa dia dan selingkuhannya masih tetap mengikuti gerak-gerik saya.