Sinetron, Justin Bieber dan Kesempatan Berdialog Dengan Anak...
Setiap malam, Merryll (7 tahun) dan saya selalu berdoa bersama lalu saling minta maaf untuk kesalahan yang kami buat hari itu. Kemarin,Minggu malam tanggal 22/5/2011, sesudah minta maaf tiba-tiba dia nangis sesenggukan. Air matanya mengalir, suaranya tersendat-sendat dan dia mengaku bahwa dia selama ini sudah berbohong…Ternyata, dia nonton sinetron. Saya peluk dia sambil bilang bahwa saya bangga banget punya anak jujur. Saya juga katakan bahwa semua orang buat kesalahan. Dia minta dihukum lalu saya bilang, “Kamu nulis aja deh 20 kali,”Saya janji tidak akan nonton sinetron lagi” tapi dia malah nangis lagi lalu bilang,”Hukumannya kurang, Ma…Kasih aku hukuman yang parah”. Setelah bicara dari hati ke hati tentang jenis hukuman yang sebaiknya saya kasih,akhirnya dia sendiri memutuskan bahwa dia harus dihukum berdiri 15 menit.
Saya melarang Merryll nonton sinetron sejak dia berusia 3 tahun karena sebelum 3 tahun dia sempat nonton berkali-kali (Saya kurang hati-hati waktu itu jadi ngga terpikir untuk melarang anak nonton sinetron) dan dia bersikap sangat kasar ke orang-orang.Saya yakin sekali bahwa itu pengaruh sinetron. Akhirnya saya terpaksa berlangganan TV kabel karena banyak program anak-anak di TV nasional yang jam tayangnya kurang pas dan isinya sangat tidak imajinatif, miskin kualitas dan menjungkirbalikkan logika. Tingkat kekasaran Merryll berkurang dalam waktu cukup cepat.
Bagaimanapun, saya kerja dari pagi sampe sore. Ternyata mbaknya kadang-kadang nonton sinetron dan otomatis dia ikut-ikutan (TV di rumah hanya satu). Saya bersyukur anak saya sangat jujur jadi masalah bisa dicari solusinya. Tadi malam, setelah menangis, Merryll minta supaya saya bicara lagi, mengingatkan, ke mbaknya tentang pelarangan nonton sinetron saat saya belum sampai di rumah.
Tadi malam adalah momen yang amat mengesankan karena pada akhirnya kami bisa berdialog tentang hal-hal yang selama ini lupa kami ‘gali’ . Saya selalu memberitahu secara detil apa alasan di balik pelarangan ini itu yang saya terapkan di rumah tapi saya lupa ngasih tahu kenapa saya melarang dia nonton beberapa video klip Justin Bieber, penyanyi favoritnya. Saya juga lupa memberi tahu kenapa saya melarang dia nonton sinetron, selama ini saya hanya bilang bahwa ,”…Sinetron adalah film jelek, ngga bagus ditonton dan isinya banyak orang teriak-teriak sambil melotot-melotot…”. Untuk anak yang biasa diajak berdialog seperti dia, alasan macam ini rupanya tidak cukup.
Saya membuat tulisan ini untuk mengingatkan kita semua, termasuk diri sendiri, untuk tidak terjebak dengan berbagai situasi ironis dalam hidup. Saya meninggalkan anak dari pagi sampai sore untuk mengajar ratusan anak orang lain…Untuk apa itu semua saya lakukan kalo anak sendiri ngga terurus ?Saya mengajarkan pelajaran yang ada hubungannya dengan Critical Thinking, sebuah cara berpikir yang menuntut adanya keterbukaan dan keinginan untuk tahu serta mendengarkan. Bagaimana bisa saya menjadi guru yang terhormat, respectable dantrustable, kalo anak saya sendiri tidak memiliki hal-hal itu ?
Saya amat bersyukur bahwa saya tidak berdialog tentang keburukan sinetron dan tidak memberi tahu alasan di balik pelarangan nonton beberapa klip Bieber, semata-mata hanya karena ‘kelupaan’ atau, hmmm…Katakanlah ‘terlewat’ atau ‘kecolongan’ lah begitu. Saya bersyukur bahwa tidak berdialog dengan anak bukanlah sebuah kebiasaan (Rasanya banyak banget orang tua yang tidak berdialog dengan anaknya, orang tua cenderung hanya main larang dan marah kalo anaknya melanggar….Saya akan sangat senang kalo pendapat saya ini salah…). Peristiwa tadi malam menunjukkan bahwa dialog memang adalah hal yang mutlak harus dilakukan jika kita ingin transfer nilai berhasil dilakukan dan , ya…Tentu saja:Penanaman nilai spiritual sejak dini.
Semoga tulisan ini membawa manfaat.
Lippo-Cikarang, 23 Mei 2011
15.50 WIB
Saya melarang Merryll nonton sinetron sejak dia berusia 3 tahun karena sebelum 3 tahun dia sempat nonton berkali-kali (Saya kurang hati-hati waktu itu jadi ngga terpikir untuk melarang anak nonton sinetron) dan dia bersikap sangat kasar ke orang-orang.Saya yakin sekali bahwa itu pengaruh sinetron. Akhirnya saya terpaksa berlangganan TV kabel karena banyak program anak-anak di TV nasional yang jam tayangnya kurang pas dan isinya sangat tidak imajinatif, miskin kualitas dan menjungkirbalikkan logika. Tingkat kekasaran Merryll berkurang dalam waktu cukup cepat.
Bagaimanapun, saya kerja dari pagi sampe sore. Ternyata mbaknya kadang-kadang nonton sinetron dan otomatis dia ikut-ikutan (TV di rumah hanya satu). Saya bersyukur anak saya sangat jujur jadi masalah bisa dicari solusinya. Tadi malam, setelah menangis, Merryll minta supaya saya bicara lagi, mengingatkan, ke mbaknya tentang pelarangan nonton sinetron saat saya belum sampai di rumah.
Tadi malam adalah momen yang amat mengesankan karena pada akhirnya kami bisa berdialog tentang hal-hal yang selama ini lupa kami ‘gali’ . Saya selalu memberitahu secara detil apa alasan di balik pelarangan ini itu yang saya terapkan di rumah tapi saya lupa ngasih tahu kenapa saya melarang dia nonton beberapa video klip Justin Bieber, penyanyi favoritnya. Saya juga lupa memberi tahu kenapa saya melarang dia nonton sinetron, selama ini saya hanya bilang bahwa ,”…Sinetron adalah film jelek, ngga bagus ditonton dan isinya banyak orang teriak-teriak sambil melotot-melotot…”. Untuk anak yang biasa diajak berdialog seperti dia, alasan macam ini rupanya tidak cukup.
Saya membuat tulisan ini untuk mengingatkan kita semua, termasuk diri sendiri, untuk tidak terjebak dengan berbagai situasi ironis dalam hidup. Saya meninggalkan anak dari pagi sampai sore untuk mengajar ratusan anak orang lain…Untuk apa itu semua saya lakukan kalo anak sendiri ngga terurus ?Saya mengajarkan pelajaran yang ada hubungannya dengan Critical Thinking, sebuah cara berpikir yang menuntut adanya keterbukaan dan keinginan untuk tahu serta mendengarkan. Bagaimana bisa saya menjadi guru yang terhormat, respectable dantrustable, kalo anak saya sendiri tidak memiliki hal-hal itu ?
Saya amat bersyukur bahwa saya tidak berdialog tentang keburukan sinetron dan tidak memberi tahu alasan di balik pelarangan nonton beberapa klip Bieber, semata-mata hanya karena ‘kelupaan’ atau, hmmm…Katakanlah ‘terlewat’ atau ‘kecolongan’ lah begitu. Saya bersyukur bahwa tidak berdialog dengan anak bukanlah sebuah kebiasaan (Rasanya banyak banget orang tua yang tidak berdialog dengan anaknya, orang tua cenderung hanya main larang dan marah kalo anaknya melanggar….Saya akan sangat senang kalo pendapat saya ini salah…). Peristiwa tadi malam menunjukkan bahwa dialog memang adalah hal yang mutlak harus dilakukan jika kita ingin transfer nilai berhasil dilakukan dan , ya…Tentu saja:Penanaman nilai spiritual sejak dini.
Semoga tulisan ini membawa manfaat.
Lippo-Cikarang, 23 Mei 2011
15.50 WIB