Untung Yesus ke Dunia Pas Jaman Batu, Kalo Datangnya Sekarang, Beuuudddd...
Sebuah Renungan Jumat Agung
Bicara tentang gereja, lu akan ketemu agak banyak blog yang isinya A ngutuk teologi gereja B, si C memaki penginjil D atau E bilang gereja F kurang Roh Kudus. Protes berkisar tentang cara ibadah, pilihan lagu, gaya khotbah, cara baptis, dll. Kayaknya sedikit yang diskusi tentang problem hidup yang’ riil’ (?) kayak “Gereja lo bikin klinik di pulau terpencil, kok gereja gue kaya tapi nggak buat itu, ya ?” atau “Cara merangkul korban narkoba gimana sih, kok di gereja itu banyak pecandu yang sembuh ?”
Gue lagi nggak ngajak kita buat ngebanding-bandingin kemampuan gereja A dengan gereja B karena kemampuan tiap institusi ‘kan berlainan. Bagaimanapun, mungkin kita bisa coba ngebandingin dalam presentase. Misal:Dia umurnya 20 tahun dan kayaknya udah pake 80% kemampuannya, kok gue udah 40 tahun kayaknya baru pake 30%. Apa yang salah ya ?”, gitu. Tau presentasenya dari mana ? Nebak-nebak aja kali, hehehe…J
Sekarang coba pikir, kenapa “Musiknya terlalu heboh, kebaktian atau konser sih?” atau”Eh, nggak ada bahasa rohnya, kurang iman ya ” kurang seru untuk dibahas dibandingkan “Tu gereja kecil kok bisa mengubah hidup 35 ABG yang dulu bandel? Gereja gue gede tapi cuma bisa 10 ?” Kenapa nggak ada yang otokritik kayak gitu ? Haaa? Apaaa ?? “Karena sirik itu dosa ?” Aihh...Jeblug banget.
Nih, jawabannya mungkin ini: Banyak yang lupa kalo Yesus dateng kagak bawa teologi tapi bawa gaya hidup dan Kabar Baik yang sedemikian sederhananya sehingga nelayan yang tak pernah sekolah dianggap mampu untuk menyebarkan kabar itu. Teologi sangat penting dan senang melihat perbedaan teologi dijadikan sarana untuk berkontribusi terhadap masyarakat dan mempertebal iman. Sayangnya, banyak orang yang menjadikan perbedaan itu sebagai alat untuk menyombongkan diri.
Sebagian Nasrani demen ngurusin apapun yang membuat mereka terlihat benar dan religius, bukan ngurusin apa yang betul-betul diperlukan. Lantas jadi menarik rasanya untuk berimajinasi mengenai apa yang terjadi kalo Yesus datang sebagai manusia bukan 2000 tahun yang lalu melainkan jaman ini…Dan datengnya ke Indonesia.
Hmm...Kira-kira endingnya gimana ya ?
***
Yesus menyembuhkan secara instant dan bilang bahwa Dia bisa ngampuni dosa. Beberapa pendeta juga menyembuhkan lalu bilang bahwa yang nyembuhin adalah Tuhan dan nggak bilang bahwa mereka bisa ngampuni dosa. Walau kesembuhannya didukung bukti medis dan bahkan ada yang masuk jurnal, mereka dibilang sesat.
Yesus subversif, mendoakan musuh dan menabrak kebiasaan. Mahasiswa ngelawan Soeharto dicap nekad. Jokowi masuk gorong-gorong disebut pencitraan. Fadli Zon kita bully padahal dia nggak bunuh orang. Kita mungkin akan menginterupsi Yesus saat Ia menyampaikan Khotbah di Bukit jika dulu kita ada di sana.
Zakheus dulunya tukang tilep dan Paulus adalah mantan pembunuh. Pendeta yang dulunya bintang film, pengusaha atau preman banyak dicela,loh.
Petrus dan Yohanes nggak sekolah. Seorang satpam pas persekutuan ngutip ayat trus dia diprotes seseorang yang mengaku sebagai “orang Kristen yang gila baca”. Dalam hati gue, “Jesus loves you but I don’t. Lu belagu amat sih, lha elu cuma baca buku, gua dong nulis buku??!!” Nah, malah jadi ketularan belagu tuh gua. Ampun dah.
Yesus membalikkan meja jualan para pedagang. Ahok melakukan hal serupa lalu dituduh melakukan pelanggaran HAM. Masih ingat ?
Yesus lahir dari rahim seorang perawan. Lia Eden bilang anaknya titisan nabi Isa. Gue ketawain dia tapi trus berhenti saat sadar bahwa kalo aja gue hidup jaman dulu, gue pasti ikutan mencela waktu Bunda Maria ngaku hamil setelah didatengin malaikat.
Yesus adalah tukang kayu dan mengaku punya kerajaan. Ahok gubernur dan saat beliau bilang mau jadi presiden, banyak yang yakin bahwa itu mustahil. Ketika Jokowi, mantan tukang kayu yang pernah jadi korban gusuran, menantang Prabowo yang statusnya lulusan luar negeri dan mantu mantan presiden, banyak yang meremehkan.
Yesus berkawan dengan si miskin serta kaum yang disisihkan masyarakat. RS menolak pasien AIDS. Kita merendahkan anak adopsi, menghina korban perkosaan dan menyebut anaknya ‘anak haram’. Kita melarang pembantu kita jalan-jalan untuk refreshing dan tak sepotong pun snack yang kita beli pernah kita bagi kepada mereka.
Kesimpulannya ? Sepertinya banyak dari kita yang berpikir dangkal, hipokrit dan gemar menghakimi. Bisa jadi isi otak kita lebih banyak daripada isi hati kita dan kita kaya akan ilmu namun miskin perbuatan. Kita tahu murid Yesus ada yang tak sekolah namun kita menghina orang bodoh dan miskin. Kita angkuh dan tak sadar, atau mungkin pura-pura lupa, bahwa mereka bisa dipakai Tuhan dengan hebat mengingat mereka mudah mengosongkan diri karena mereka memang tak punya apa-apa untuk dipertahankan.
Marilah kita coba menebak-nebak efek apa yang mungkin timbul dari cara berpikir macam di atas: Kita mungkin jadi yakin bahwa konsep rumit yang kita perdebatkan bisa mengubah dunia namun kita lupa bahwa ada hal sederhana yang bisa mengubah dunia seseorang. Mungkin kita jadi tega membayar 500 ribu untuk sebuah Alkitab impor tapi memaksa si kakek pedagang buah menurunkan harga dua ribu rupiah dan kita enggan membelikan keponakan jepit rambut seharga 15 ribu. Kita mungkin suka bertanya tentang konsep baptisan namun enggan bertanya pada pembantu apakah ia perlu ditolong untuk membiayai sekolah anaknya. Kita juga malas bertanya kepada ibu tentang apakah beliau lapar dan mau dibelikan makanan.
Eh, BTW, kenapa gue tulis ‘kita’, yak ? Maksudnya ‘gue’, salah ketik nih. Maap, Cynnn...
Nah, jadi… Karena GUE sedemikian dangkal dan hipokritnya, GUE bersyukur bahwa Yesus datengnya pas jaman batu, makanya tuh Dia baru disalib setelah pelayanan 3 tahun. Kalo datengnya jaman sekarang, beeuud....Dia mungkin udah ditembak mati sebelum pelayananNya masuk bulan ke-4. Mungkin kita eksekutornya, minimal kita ikut menandatangani petisi Change untuk minta Jokowi menghukumNya.
Ealaahhhh,tuh ‘kan…Salah lagi. GUE maksudnya, BUKAN kita. Maaapppp……
Selamat memperingati Jumat Agung.
25 Maret 2016,8.13 WIB
Gue lagi nggak ngajak kita buat ngebanding-bandingin kemampuan gereja A dengan gereja B karena kemampuan tiap institusi ‘kan berlainan. Bagaimanapun, mungkin kita bisa coba ngebandingin dalam presentase. Misal:Dia umurnya 20 tahun dan kayaknya udah pake 80% kemampuannya, kok gue udah 40 tahun kayaknya baru pake 30%. Apa yang salah ya ?”, gitu. Tau presentasenya dari mana ? Nebak-nebak aja kali, hehehe…J
Sekarang coba pikir, kenapa “Musiknya terlalu heboh, kebaktian atau konser sih?” atau”Eh, nggak ada bahasa rohnya, kurang iman ya ” kurang seru untuk dibahas dibandingkan “Tu gereja kecil kok bisa mengubah hidup 35 ABG yang dulu bandel? Gereja gue gede tapi cuma bisa 10 ?” Kenapa nggak ada yang otokritik kayak gitu ? Haaa? Apaaa ?? “Karena sirik itu dosa ?” Aihh...Jeblug banget.
Nih, jawabannya mungkin ini: Banyak yang lupa kalo Yesus dateng kagak bawa teologi tapi bawa gaya hidup dan Kabar Baik yang sedemikian sederhananya sehingga nelayan yang tak pernah sekolah dianggap mampu untuk menyebarkan kabar itu. Teologi sangat penting dan senang melihat perbedaan teologi dijadikan sarana untuk berkontribusi terhadap masyarakat dan mempertebal iman. Sayangnya, banyak orang yang menjadikan perbedaan itu sebagai alat untuk menyombongkan diri.
Sebagian Nasrani demen ngurusin apapun yang membuat mereka terlihat benar dan religius, bukan ngurusin apa yang betul-betul diperlukan. Lantas jadi menarik rasanya untuk berimajinasi mengenai apa yang terjadi kalo Yesus datang sebagai manusia bukan 2000 tahun yang lalu melainkan jaman ini…Dan datengnya ke Indonesia.
Hmm...Kira-kira endingnya gimana ya ?
***
Yesus menyembuhkan secara instant dan bilang bahwa Dia bisa ngampuni dosa. Beberapa pendeta juga menyembuhkan lalu bilang bahwa yang nyembuhin adalah Tuhan dan nggak bilang bahwa mereka bisa ngampuni dosa. Walau kesembuhannya didukung bukti medis dan bahkan ada yang masuk jurnal, mereka dibilang sesat.
Yesus subversif, mendoakan musuh dan menabrak kebiasaan. Mahasiswa ngelawan Soeharto dicap nekad. Jokowi masuk gorong-gorong disebut pencitraan. Fadli Zon kita bully padahal dia nggak bunuh orang. Kita mungkin akan menginterupsi Yesus saat Ia menyampaikan Khotbah di Bukit jika dulu kita ada di sana.
Zakheus dulunya tukang tilep dan Paulus adalah mantan pembunuh. Pendeta yang dulunya bintang film, pengusaha atau preman banyak dicela,loh.
Petrus dan Yohanes nggak sekolah. Seorang satpam pas persekutuan ngutip ayat trus dia diprotes seseorang yang mengaku sebagai “orang Kristen yang gila baca”. Dalam hati gue, “Jesus loves you but I don’t. Lu belagu amat sih, lha elu cuma baca buku, gua dong nulis buku??!!” Nah, malah jadi ketularan belagu tuh gua. Ampun dah.
Yesus membalikkan meja jualan para pedagang. Ahok melakukan hal serupa lalu dituduh melakukan pelanggaran HAM. Masih ingat ?
Yesus lahir dari rahim seorang perawan. Lia Eden bilang anaknya titisan nabi Isa. Gue ketawain dia tapi trus berhenti saat sadar bahwa kalo aja gue hidup jaman dulu, gue pasti ikutan mencela waktu Bunda Maria ngaku hamil setelah didatengin malaikat.
Yesus adalah tukang kayu dan mengaku punya kerajaan. Ahok gubernur dan saat beliau bilang mau jadi presiden, banyak yang yakin bahwa itu mustahil. Ketika Jokowi, mantan tukang kayu yang pernah jadi korban gusuran, menantang Prabowo yang statusnya lulusan luar negeri dan mantu mantan presiden, banyak yang meremehkan.
Yesus berkawan dengan si miskin serta kaum yang disisihkan masyarakat. RS menolak pasien AIDS. Kita merendahkan anak adopsi, menghina korban perkosaan dan menyebut anaknya ‘anak haram’. Kita melarang pembantu kita jalan-jalan untuk refreshing dan tak sepotong pun snack yang kita beli pernah kita bagi kepada mereka.
Kesimpulannya ? Sepertinya banyak dari kita yang berpikir dangkal, hipokrit dan gemar menghakimi. Bisa jadi isi otak kita lebih banyak daripada isi hati kita dan kita kaya akan ilmu namun miskin perbuatan. Kita tahu murid Yesus ada yang tak sekolah namun kita menghina orang bodoh dan miskin. Kita angkuh dan tak sadar, atau mungkin pura-pura lupa, bahwa mereka bisa dipakai Tuhan dengan hebat mengingat mereka mudah mengosongkan diri karena mereka memang tak punya apa-apa untuk dipertahankan.
Marilah kita coba menebak-nebak efek apa yang mungkin timbul dari cara berpikir macam di atas: Kita mungkin jadi yakin bahwa konsep rumit yang kita perdebatkan bisa mengubah dunia namun kita lupa bahwa ada hal sederhana yang bisa mengubah dunia seseorang. Mungkin kita jadi tega membayar 500 ribu untuk sebuah Alkitab impor tapi memaksa si kakek pedagang buah menurunkan harga dua ribu rupiah dan kita enggan membelikan keponakan jepit rambut seharga 15 ribu. Kita mungkin suka bertanya tentang konsep baptisan namun enggan bertanya pada pembantu apakah ia perlu ditolong untuk membiayai sekolah anaknya. Kita juga malas bertanya kepada ibu tentang apakah beliau lapar dan mau dibelikan makanan.
Eh, BTW, kenapa gue tulis ‘kita’, yak ? Maksudnya ‘gue’, salah ketik nih. Maap, Cynnn...
Nah, jadi… Karena GUE sedemikian dangkal dan hipokritnya, GUE bersyukur bahwa Yesus datengnya pas jaman batu, makanya tuh Dia baru disalib setelah pelayanan 3 tahun. Kalo datengnya jaman sekarang, beeuud....Dia mungkin udah ditembak mati sebelum pelayananNya masuk bulan ke-4. Mungkin kita eksekutornya, minimal kita ikut menandatangani petisi Change untuk minta Jokowi menghukumNya.
Ealaahhhh,tuh ‘kan…Salah lagi. GUE maksudnya, BUKAN kita. Maaapppp……
Selamat memperingati Jumat Agung.
25 Maret 2016,8.13 WIB