Alkitab Memerintahkan Rakyat Untuk Taat Pada Pemimpin.
Hmmm...Bukankah Yesus SeORANG Pembangkang?
Doa berikut saya kutip dari buku karya Philip Yancey yaitu ‘Doa:Bisakah Membuat Perubahan?’( BPK Gunung Mulia, 2011)
Doa Seorang Fransiskan
Semoga Allah memberkatimu dengan ketidaknyamanan terhadapa jawaban yang mudah, kebenaran yang setengah-setengah, dan hubungan yang dangkal. Jadi,kau dapat hidup dengan hati nuranimu.
Semoga Allah memberkatimu dengan kemarahan terhadap ketidakadilan, penindasan,dan eksploitasi manusia. Jadi, kau dapat bekerja demi keadilan, kebebasan dan perdamaian.
Semoga Allah memberkatimu dengan air mata untuk ditumpahkan bagi mereka yang menderita sakit, penolakan, kelaparan atau perang, sehingga kau bisa menghibur mereka dan mengubah rasa sakit mereka menjadi suka cita.
Dan semoga Allah memberkatimu dengan cukup kebodohan untuk percaya bahwa kau dapat membuat perubahan di dunia, sehingga kau dapat membuat perubahan di dunia,sehingga kau dapat melakukan apa yang orang lain anggap tidak dapat dilakukan untuk membawa keadilan dan kebaikan kepada semua anak-anak kita dan kaum miskin.
Amin.
_______
Beberapa hari yang lalu saya dan beberapa teman terlibat dalam diskusi tentang ayat Alkitab yang meminta kaum Kristiani untuk tunduk pada pemimpin.Ada yang berpendapat bahwa kita harus menaati pemimpin kendati dia lalim karena Tuhan memerintahkan demikian.Ada juga yang yakin bahwa kita harus hormat pada pemimpin walaupun dia lalim tapi Tuhan tak melarang rakyat untuk menentang pemimpin tersebut.
Tahun 1990an, anak-anak Soeharto mulai kerap melakukan bisnis (yang, tentu saja, sangat kotor) dan saya sempat ngobrol dengan seorang aktivis gereja tentang ketidakpuasan saya terhadap gaya Soeharto memerintah.Kami juga bicara mengenai pantas atau tidaknya ia menjadi presiden. Saat itulah untuk pertama kalinya saya tahu bahwa ada ayat yang memerintahkan kita untuk tunduk pada pemerintah.
Ada banyak ayat yang memerintahkan kita agar tunduk pada pemimpin,dua di antaranya terdapat di Perjanjian Baru. 1 Petrus 3 menyatakan (13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.
Saya tertarik untuk mengikuti saran yang ada di beberapa sumber untuk membagi istilah tunduk atau taat ke dalam dua jenis yaitu ketaatan sekular dan ketaatan biblikal. Jenis pertama berkaitan dengan tunduk pada otoritas manusia. Pemimpin kerap menuntut kita untuk taat karena tindakan tersebut menguntungkan mereka (pemimpin) dan melanggengkan kekuasaan yang sedang mereka genggam. Pada akhirnya, ketaatan macam ini ‘menguntungkan’ kita karena buahnya adalah kenyamanan hidup. Contoh terkuat adalah ketaatan pada Hitler atau Soeharto. Perlu digarisbawahi bahwa tunduk pada pemimpin, peraturan atau undang-undang yang tak bertentangan dengan kemanusiaan serta ajaran Tuhan tidaklah termasuk ketaatan sekuler namun masuk kategori kedua yaitu ketaatan biblikal. Ketaatan tipe terakhir ini adalah ketaatan yang membawa kehidupan sesama menjadi lebih baik atau ketaatan terhadap sesuatu atau seseorang yang isi perintahnya tak berlawanan dengan kebenaran.
Jika kita kembali ke tahun 1990an, ketaatan terhadap Soeharto idealnya tidak masuk dalam daftar pilihan hidup. Apakah saya menentangnya secara terbuka ketika itu?Tak pernah, satu kali pun. Bukan karena saya yakin Tuhan Yesus meminta saya untuk tunduk pada pemimpin, selalim apapun dia. Saya patuh semata-mata karena takut.
Menentang Soeharto sesungguhnya adalah tindakan yang sangat alkitabiah. Dalam Kisah Para Rasul 5:29, dengan tegas Petrus mengatakan bahwa kita harus lebih taat kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Apa yang dilakukan Soeharto ketika itu tentu saja jauh dari ajaran Alkitab dan jauh dari ajaran agama apapun. Apa yang saya, dan ratusan juta orang Indonesia lainnya termasuk di antaranya hampir semua anggota gereja yang sama penakut dan apatisnya dengan saya, lakukan ketika itu segalanya mengacu pada peraturan-peraturan yang ia buat untuk melanggengkan kekuasaan. Ini contoh terbaik untuk ketaatan sekuler yang antara lain memiliki ciri legalistik yatitu taat berlebihan pada peraturan tanpa mempertimbangkan kehadiran moral atau nurani. Contoh lain yang juga sangat baik adalah kasus diajukannya Aal, seorang murid SMP, ke pengadilan karena ia mencuri sendal atau digiringnya Nenek Minah ke pengadilan karena mengambil tiga butir kakao tanpa permisi. Dalam dua peristiwa ini, mereka dibawa ke ranah hukum semata-mata karena ada pasal yang melarang orang mencuri.
Yesus sendiri terang-terangan menentang ketaatan legalistik. Keluaran 20:8-10 menyatakan bahwa,(8)”Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. (9) Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu. Maka jangan melakukan suatu pekerjaan... dan seterusnya”. Yesus melakukan mukjizat di hari Sabat dan membuat kaum Farisi menjadi sangat marah (Markus 3:2, Matius 12:10). Apakah Yesus melanggar hari Sabat ? Tidak. Ia melanggar peraturan yang ditetapkan kaum Farisi. Saat hari Sabat yang tidak boleh dilakukan adalah pekerjaanmu (Keluaran 2:9). Jelas sekali menyembuhkan orang sakit adalah pekerjaan Allah dan dengan demikian Yesus telah menjalani hari Sabat yang sesungguhnya dengan sempurna. PerbuatanNya ini membuat kaum Farisi amat geram karena kemunafikan mereka terungkap dengan jelas di depan publik. Betapa mereka yang gemar berdoa keras-keras di hadapan umum ternyata enggan melakukan pekerjaan Tuhan dan menciptakan peraturan yang menjustifikasi kemalasan mereka.
Banyak ayat yang meminta kita taat namun Yesus sendiri berulang kali melanggar peraturan. Saya percaya hal ini terjadi bukan karena Yesus seORANG hipokrit atau tidak konsisten namun semata-mata karena Tuhan ingin menunjukkan bahwa keputusan untuk taat haruslah didahului dengan analisa mendalam terhadap banyak hal: Kondisi kultural, situasi sosial-politik, undang-undang yang sedang berlaku, dan lain-lain. Ketaatan biblikal menekankan bahwa kebenaran mengatasi segalanya, termasuk mengatasi pemimpin jikalau pemimpin tersebut mengeluarkan perintah yang bertentangan dengan kebenaran.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus, sebagai lelaki Yahudi yang terhormat tak akan berbincang-bincang dengan orang Samaria. Kaum Yahudi dikenal sangat tak menyukai orang-orang Samaria karena mereka memiliki versi sendiri tentang hukum Musa, menyembah allah di Gunung Gerizim sementara kaum Yahudi yakin penyembahan hanya bisa dilakukan di Yerusalem. Saat Yesus berbincang-bincang dengan perempuan Samaria, IA sebenarnya sedang melanggar nilai budaya sekaligus ajaran agama yang berlaku ketika itu. Masyarakat Yahudi amat menentang percakapan antara laki-laki dan perempuan apalagi perempuan Samaria yang dicap sebagai mahkluk kotor...” Anak-anak perempuan kaum Samaria adalah kotor, mereka sudah mengalami menstruasi sejak bayi”, demikian ditulis di dalam Talmud, teks acuan utama golongan Yudaisme yang isinya percakapan para rabi tentang berbagai aspek kehidupan.Tak heran jika perempuan Samaria di dalam Alkitab memutuskan untuk mengambil air saat tengah hari karena pada siang hari sumur biasanya sepi. Ia menghindari keramaian karena ia sadar dirinya masuk dalam kasta terbawah: Manusia kotor, yaitu perempuan, dari kaum yang dipandang rendah, yaitu Samaria,dengan reputasi yang sangat negatif, yaitu gonta-ganti pasangan. Kaum Yahudi percaya bahwa perempuan adalah mahkluk kotor yang memiliki kecenderungan alamiah untuk menggoda pria dan membuat mereka jatuh dalam dosa seks. Perempuan ini sadar bahwa dirinya yang telah menikah enam kali adalah bukti nyata bahwa pendapat pedas itu tenyata benar adanya. Lihat: Yohanes 4:4-42.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tak akan melibatkan perempuan Samaria tersebut dalam aktivitas intelektual (sekaligus,tentu saja, rohaniah) berupa tugas menyebarkan kabar baik yang ketika itu didominasi laki-laki. Aktivitas berpikir bagi kaum hawa bukanlah pilihan populer. Zaman itu, mempelajari Kitab Torah adalah salah satu prioritas penting yang harus dilakukan laki-laki namun jika perempuan melakukannya, maka ia dianggap berbuat dosa. Terlebih lagi, kalau dipikir-pikir, aneh juga kenapa Yesus memilih orang yang baru saja Ia jumpai, mahkluk rendah dari kelompok tersingkir yang punya masa lalu gelap, sebagai mitraNya. Menggunakan kalkulasi matematis, lebih bagus kalau Ia pilih Nikodemus. Walau ia orang Farisi (yang artinya kalau dipilih, Yesus membuat golongan Farisi semakin tidak menyukaiNya), menurut ahli sejarah di zaman itu Nikodemus terkenal suci (oleh Katolik ia diangkat sebagai santo atau orang kudus), kaya, populer dan punya kekuatan sakti untuk menyembuhkan penyakit. Jadi jelas sekali, keberpihakan Yesus pada perempuan Samaria adalah pengingkaran besar terhadap norma yang berlaku ketika itu. Lihat Yohanes 4:29- 30 dan Yoh 3:1-20.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tak akan membiarkan pelacur berlalu begitu saja karena hukum Musa mewajibkan pelacur untuk dirajam sampai mati. Lihat Yohanes 8:3-11
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tidak akan menyembuhkan penderita lepra. Keluarga penderita lepra di jaman itu tinggal terpisah dengan keluarga-keluarga lain. Penderita lepra dikucilkan,tinggal jauh dari masyarakat. Sebuah sumber, mengatakan bahwa jika mereka merasa diri mereka sudah bersih, mereka tak boleh serta-merta kembali ke tengah masyarakat. Jika mereka sudah memperoleh pengakuan resmi dari otoritas setempat bahwa mereka telah sembuh barulah mereka boleh kembali. Lihat: Markus 1:40-45.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler, Ia tak akan datang ke dunia karena kehadirannya mengancam stabilitas pemerintahan Herodes. Yesus tahu bahwa Ia akan datang sebagai Bayi yang kelak punya kuasa untuk menghancurkan kepemimpinan duniawi. Lihat:Matius 2:16
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler, Ia tak akan mengatakan,” Berikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Ada gambar kaisar Romawi di mata uang yang Ia pegang,itu adalah milik kaisar dan harus dikembalikan kepada kaisar. Namun tanah Palestina adalah milik Tuhan, kaisar Romawi tak punya kedaulatan atas rakyat Israel. Makna dari pernyataan Yesus bisa diambil tanpa perlu berpikir panjang: Kaisar Romawi harus menghentikan penjajahan di tanah Palestina.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler,IA tak akan....Syukurlah ini hanya kalimat pengandaian. Faktanya, itu semua IA lakukan. Penyebabnya sederhana:IA tak keberatan mengatakan tidak pada para pemimpin, IA tak keberatan mengatakan tidak pada nilai budaya atau peraturan yang berlaku namun IA sangat keberatan untuk mengatakan tidak kepada kebenaran.
Apakah Yesus melakukan dosa karena Ia menentang pemimpin, menerobos norma yang berlaku dan menempatkan nilai budaya di bawah kehendak Tuhan ? Pontius Pilatus tahu jawabannya. Sesaat sebelum Yesus disalib, kepada seluruh imam kepala dan di depan orang banyak, Pilatus bertutur” Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada orang ini” (Lukas 23 :4).
***
Bunda Maria, sesaat setelah bertemu Elizabeth yang sedang hamil tua, menyanyikan lagu berikut,” Jiwaku memuliakan Tuhan...Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtaNya dan meninggikan orang-orang yang rendah” (Lukas 1:46-55).Kehadiran Yesus di dunia adalah proklamasi surgawi atas dimulainya gerakan melawan kekaisaran Romawi.Tak heran jika kehidupan Yesus berisikan rangkaian kegiatan tak kenal lelah untuk melakukan pembangkangan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah pembangkang sebagai berikut:
pem.bang.kang n ki 1 orang yg melawan (perintah dsb) ; ki 2 n orang yg merintangi kemajuan ; ki 3n penentang; penyanggah
Tuhan Yesus jelas adalah cermin yang dengan jernih memantulkan makna nomor satud an tiga. Merintangi kemajuan ?Ya, juga, Ia merintangi kemajuan kaisar untuk terus menjadi diktator. Jadi, Ia juga adalah wujud dari Pembangkang dengan makna nomor dua. Ia melawan pemimpin yang punya kekuatan destruktif. Ia merintangi para diktator untuk bergerak maju. Ia menentang atau menyanggah seluruh bentuk tindakan serta gaya kepemimpinan yang menjauhkan manusia dari sesama serta dari Tuhan. Seorang teman berkata bahwa Yesus adalah Juru Selamat dan bukan seORANG pembangkang. Saya pribadi sulit membayangkan Yesus bisa menjalani misiNya sebagai penyelamat manusia tanpa menentang pemerintahan yang saat itu memegang tampuk kekuasaan dan tanpa menerobos batas norma serta nilai budaya yang berlaku di zamanNya. KematianNya di kayu salib jelas sekali adalah hasil dari kegigihanNya melawan penguasa dunia, hasil dari ketekunanNya untuk kelak bisa menghadirkan kekuasaan ilahiah seperti yang dinyanyikan Bunda Maria.
Istilah pembangkang saya terjemahkan secara literal dari kata ‘rebel’, sinonimnya bisa jadi adalah ‘pemberontak’. ‘Jesus is a rebel’ bukanlah ide baru, istilah ini bisa dengan mudah dijumpai di berbagai literatur. Kendati kerap tak taat, ketidakpatuhanNya Ia tunjukkan secara damai. Kata-kataNya kerap sangat pedas tapi ketidaktaatanNya tak pernah menimbulkan bentrokan fisik. Kendati tak segan menjungkirbalikkan meja di rumah ibadah serta menerabas norma atau kultur, saya percaya Ia punya semangat untuk menunjukkan bahwa kekristenan bukanlah sebuah kepercayaan yang sarat kekerasan.Perlawanan dilakukan hanya jika perlu. Pelanggaran norma atau budaya dijalankan hanya bila dibutuhkan. Tak semua hal yang ada di dunia perlu diubah namun jika itu menghalangi kita untuk melayani sesama dan Tuhan, ya kalau tidak dihapus, diubah atau dibaharui, demikian prinsipNya.
Yesus bukan SOSOK kurang kerjaan yang terus-menerus menuntut perubahan, tak pernah berhenti marah dan membuat masyarakat gerah. Ia SOSOK yang menyenangkan dan mudah bergaul. Ia dicari Nikodemus,orag kaya raya yang masuk dalam kelompok lawan, bergaul dengan Zakeus yang dibenci rakyat (Kalau saja diberi kesempatan untuk berteman dengan Anas atau Nazaruddin, saya pasti ngga mau. Buang-buang waktu, buat apa ??...Kiranya Tuhan mengampuni saya), dikagumi murid-muridNya, dikasihi pelacur, dicari-cari mantan penderita kusta, dibuntuti oleh anggota militer yang butuh pertolonganNya, tak keberatan untuk bersenang-senang di pesta dan jenis ORANG berkarisma kemilau karena Alkitab mencatat ribuan orang gemar mengikutiNya.
Penelaahan terhadap tindakan-tindakan Yesus dan kecermelangan kepribadianNya serta norma dan budaya yang berlaku di zamanNya bisa memberi konotasi baru yang positif terhadap kata ‘pembangkang’ yang kerap identik dengan interpretasi negatif. Pada akhirnya, ‘pembangkang’ adalah sebuah kata yang, sama dengan semua kata lainnya, tak bisa berdiri sendiri dan harus dilihat dalam konteks apa ia digunakan. ‘Pembangkang’ statusnya sama dengan kosa kata yang lain:Hanya punya arti jika dikaitkan dengan kata-kata yang lain. Saya percaya sebagai Tuhan dengan cerdas Ia menggunakan hidupNya untuk menunjukkan bahwa secara unik, kata berkonotasi negatif ini justru sesungguhnya menunjukkan substansi kekristenan:Pembangkangan, perlawanan terus-menerus melawan apa yang dehumanitatif. Menentang hal-hal yang membuat manusia menjadi turun derajatnya karena manusia idealnya harus diperlakukan dengan baik mengingat kita semua adalah mahkluk mulia yang diciptakan segambar dengan Allah. Inti kekristenan toh tetap sama, baik dulu, sekarang dan selamanya:Ketaatan. Tentu saja kepada Tuhan. Bukan kepada manusia.
Contoh terbaik bisa ditemukan dalam diri jemaat GKI Yasmin Bogor yang diminta pindah. Mereka dilarang wali kota beribadah di dalam gedung yang oleh hukum dinyatakan sah milik mereka. Akun twitter seorang jemaat mengatakan bahwa lokasi gereja strategis dan oleh karena itu diincar untuk dijadikan mall. Setiap hari Minggu mereka beribadah di trotoar dan terus-menerus diintimidasi.Kendati tak henti diteror secara psikologis dan terkadang fisik, dengan elegan pendeta meminta jemaat untuk tenang, tetap bertahan untuk tidak menggunakan kekerasan dan...tetap melawan. Bukan karena jumlah mereka amat banyak sehingga perlawanan dipastikan akan membawa hasil seperti yang diharapkan. Bukan karena perlawanan adalah sesuatu yang mudah karena mereka tak pernah letih. Instruksi itu diberikan karena mereka sadar bahwa ketaatan adalah inti dari iman yang mereka pegang. Kepada Tuhan, tentu saja. Bukan kepada wali kota.
Lippo-Cikarang, 23/1/2012
Jam 08.43 WIB
Doa Seorang Fransiskan
Semoga Allah memberkatimu dengan ketidaknyamanan terhadapa jawaban yang mudah, kebenaran yang setengah-setengah, dan hubungan yang dangkal. Jadi,kau dapat hidup dengan hati nuranimu.
Semoga Allah memberkatimu dengan kemarahan terhadap ketidakadilan, penindasan,dan eksploitasi manusia. Jadi, kau dapat bekerja demi keadilan, kebebasan dan perdamaian.
Semoga Allah memberkatimu dengan air mata untuk ditumpahkan bagi mereka yang menderita sakit, penolakan, kelaparan atau perang, sehingga kau bisa menghibur mereka dan mengubah rasa sakit mereka menjadi suka cita.
Dan semoga Allah memberkatimu dengan cukup kebodohan untuk percaya bahwa kau dapat membuat perubahan di dunia, sehingga kau dapat membuat perubahan di dunia,sehingga kau dapat melakukan apa yang orang lain anggap tidak dapat dilakukan untuk membawa keadilan dan kebaikan kepada semua anak-anak kita dan kaum miskin.
Amin.
_______
Beberapa hari yang lalu saya dan beberapa teman terlibat dalam diskusi tentang ayat Alkitab yang meminta kaum Kristiani untuk tunduk pada pemimpin.Ada yang berpendapat bahwa kita harus menaati pemimpin kendati dia lalim karena Tuhan memerintahkan demikian.Ada juga yang yakin bahwa kita harus hormat pada pemimpin walaupun dia lalim tapi Tuhan tak melarang rakyat untuk menentang pemimpin tersebut.
Tahun 1990an, anak-anak Soeharto mulai kerap melakukan bisnis (yang, tentu saja, sangat kotor) dan saya sempat ngobrol dengan seorang aktivis gereja tentang ketidakpuasan saya terhadap gaya Soeharto memerintah.Kami juga bicara mengenai pantas atau tidaknya ia menjadi presiden. Saat itulah untuk pertama kalinya saya tahu bahwa ada ayat yang memerintahkan kita untuk tunduk pada pemerintah.
Ada banyak ayat yang memerintahkan kita agar tunduk pada pemimpin,dua di antaranya terdapat di Perjanjian Baru. 1 Petrus 3 menyatakan (13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.
Saya tertarik untuk mengikuti saran yang ada di beberapa sumber untuk membagi istilah tunduk atau taat ke dalam dua jenis yaitu ketaatan sekular dan ketaatan biblikal. Jenis pertama berkaitan dengan tunduk pada otoritas manusia. Pemimpin kerap menuntut kita untuk taat karena tindakan tersebut menguntungkan mereka (pemimpin) dan melanggengkan kekuasaan yang sedang mereka genggam. Pada akhirnya, ketaatan macam ini ‘menguntungkan’ kita karena buahnya adalah kenyamanan hidup. Contoh terkuat adalah ketaatan pada Hitler atau Soeharto. Perlu digarisbawahi bahwa tunduk pada pemimpin, peraturan atau undang-undang yang tak bertentangan dengan kemanusiaan serta ajaran Tuhan tidaklah termasuk ketaatan sekuler namun masuk kategori kedua yaitu ketaatan biblikal. Ketaatan tipe terakhir ini adalah ketaatan yang membawa kehidupan sesama menjadi lebih baik atau ketaatan terhadap sesuatu atau seseorang yang isi perintahnya tak berlawanan dengan kebenaran.
Jika kita kembali ke tahun 1990an, ketaatan terhadap Soeharto idealnya tidak masuk dalam daftar pilihan hidup. Apakah saya menentangnya secara terbuka ketika itu?Tak pernah, satu kali pun. Bukan karena saya yakin Tuhan Yesus meminta saya untuk tunduk pada pemimpin, selalim apapun dia. Saya patuh semata-mata karena takut.
Menentang Soeharto sesungguhnya adalah tindakan yang sangat alkitabiah. Dalam Kisah Para Rasul 5:29, dengan tegas Petrus mengatakan bahwa kita harus lebih taat kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Apa yang dilakukan Soeharto ketika itu tentu saja jauh dari ajaran Alkitab dan jauh dari ajaran agama apapun. Apa yang saya, dan ratusan juta orang Indonesia lainnya termasuk di antaranya hampir semua anggota gereja yang sama penakut dan apatisnya dengan saya, lakukan ketika itu segalanya mengacu pada peraturan-peraturan yang ia buat untuk melanggengkan kekuasaan. Ini contoh terbaik untuk ketaatan sekuler yang antara lain memiliki ciri legalistik yatitu taat berlebihan pada peraturan tanpa mempertimbangkan kehadiran moral atau nurani. Contoh lain yang juga sangat baik adalah kasus diajukannya Aal, seorang murid SMP, ke pengadilan karena ia mencuri sendal atau digiringnya Nenek Minah ke pengadilan karena mengambil tiga butir kakao tanpa permisi. Dalam dua peristiwa ini, mereka dibawa ke ranah hukum semata-mata karena ada pasal yang melarang orang mencuri.
Yesus sendiri terang-terangan menentang ketaatan legalistik. Keluaran 20:8-10 menyatakan bahwa,(8)”Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. (9) Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu. Maka jangan melakukan suatu pekerjaan... dan seterusnya”. Yesus melakukan mukjizat di hari Sabat dan membuat kaum Farisi menjadi sangat marah (Markus 3:2, Matius 12:10). Apakah Yesus melanggar hari Sabat ? Tidak. Ia melanggar peraturan yang ditetapkan kaum Farisi. Saat hari Sabat yang tidak boleh dilakukan adalah pekerjaanmu (Keluaran 2:9). Jelas sekali menyembuhkan orang sakit adalah pekerjaan Allah dan dengan demikian Yesus telah menjalani hari Sabat yang sesungguhnya dengan sempurna. PerbuatanNya ini membuat kaum Farisi amat geram karena kemunafikan mereka terungkap dengan jelas di depan publik. Betapa mereka yang gemar berdoa keras-keras di hadapan umum ternyata enggan melakukan pekerjaan Tuhan dan menciptakan peraturan yang menjustifikasi kemalasan mereka.
Banyak ayat yang meminta kita taat namun Yesus sendiri berulang kali melanggar peraturan. Saya percaya hal ini terjadi bukan karena Yesus seORANG hipokrit atau tidak konsisten namun semata-mata karena Tuhan ingin menunjukkan bahwa keputusan untuk taat haruslah didahului dengan analisa mendalam terhadap banyak hal: Kondisi kultural, situasi sosial-politik, undang-undang yang sedang berlaku, dan lain-lain. Ketaatan biblikal menekankan bahwa kebenaran mengatasi segalanya, termasuk mengatasi pemimpin jikalau pemimpin tersebut mengeluarkan perintah yang bertentangan dengan kebenaran.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus, sebagai lelaki Yahudi yang terhormat tak akan berbincang-bincang dengan orang Samaria. Kaum Yahudi dikenal sangat tak menyukai orang-orang Samaria karena mereka memiliki versi sendiri tentang hukum Musa, menyembah allah di Gunung Gerizim sementara kaum Yahudi yakin penyembahan hanya bisa dilakukan di Yerusalem. Saat Yesus berbincang-bincang dengan perempuan Samaria, IA sebenarnya sedang melanggar nilai budaya sekaligus ajaran agama yang berlaku ketika itu. Masyarakat Yahudi amat menentang percakapan antara laki-laki dan perempuan apalagi perempuan Samaria yang dicap sebagai mahkluk kotor...” Anak-anak perempuan kaum Samaria adalah kotor, mereka sudah mengalami menstruasi sejak bayi”, demikian ditulis di dalam Talmud, teks acuan utama golongan Yudaisme yang isinya percakapan para rabi tentang berbagai aspek kehidupan.Tak heran jika perempuan Samaria di dalam Alkitab memutuskan untuk mengambil air saat tengah hari karena pada siang hari sumur biasanya sepi. Ia menghindari keramaian karena ia sadar dirinya masuk dalam kasta terbawah: Manusia kotor, yaitu perempuan, dari kaum yang dipandang rendah, yaitu Samaria,dengan reputasi yang sangat negatif, yaitu gonta-ganti pasangan. Kaum Yahudi percaya bahwa perempuan adalah mahkluk kotor yang memiliki kecenderungan alamiah untuk menggoda pria dan membuat mereka jatuh dalam dosa seks. Perempuan ini sadar bahwa dirinya yang telah menikah enam kali adalah bukti nyata bahwa pendapat pedas itu tenyata benar adanya. Lihat: Yohanes 4:4-42.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tak akan melibatkan perempuan Samaria tersebut dalam aktivitas intelektual (sekaligus,tentu saja, rohaniah) berupa tugas menyebarkan kabar baik yang ketika itu didominasi laki-laki. Aktivitas berpikir bagi kaum hawa bukanlah pilihan populer. Zaman itu, mempelajari Kitab Torah adalah salah satu prioritas penting yang harus dilakukan laki-laki namun jika perempuan melakukannya, maka ia dianggap berbuat dosa. Terlebih lagi, kalau dipikir-pikir, aneh juga kenapa Yesus memilih orang yang baru saja Ia jumpai, mahkluk rendah dari kelompok tersingkir yang punya masa lalu gelap, sebagai mitraNya. Menggunakan kalkulasi matematis, lebih bagus kalau Ia pilih Nikodemus. Walau ia orang Farisi (yang artinya kalau dipilih, Yesus membuat golongan Farisi semakin tidak menyukaiNya), menurut ahli sejarah di zaman itu Nikodemus terkenal suci (oleh Katolik ia diangkat sebagai santo atau orang kudus), kaya, populer dan punya kekuatan sakti untuk menyembuhkan penyakit. Jadi jelas sekali, keberpihakan Yesus pada perempuan Samaria adalah pengingkaran besar terhadap norma yang berlaku ketika itu. Lihat Yohanes 4:29- 30 dan Yoh 3:1-20.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tak akan membiarkan pelacur berlalu begitu saja karena hukum Musa mewajibkan pelacur untuk dirajam sampai mati. Lihat Yohanes 8:3-11
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler maka Yesus tidak akan menyembuhkan penderita lepra. Keluarga penderita lepra di jaman itu tinggal terpisah dengan keluarga-keluarga lain. Penderita lepra dikucilkan,tinggal jauh dari masyarakat. Sebuah sumber, mengatakan bahwa jika mereka merasa diri mereka sudah bersih, mereka tak boleh serta-merta kembali ke tengah masyarakat. Jika mereka sudah memperoleh pengakuan resmi dari otoritas setempat bahwa mereka telah sembuh barulah mereka boleh kembali. Lihat: Markus 1:40-45.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler, Ia tak akan datang ke dunia karena kehadirannya mengancam stabilitas pemerintahan Herodes. Yesus tahu bahwa Ia akan datang sebagai Bayi yang kelak punya kuasa untuk menghancurkan kepemimpinan duniawi. Lihat:Matius 2:16
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler, Ia tak akan mengatakan,” Berikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Ada gambar kaisar Romawi di mata uang yang Ia pegang,itu adalah milik kaisar dan harus dikembalikan kepada kaisar. Namun tanah Palestina adalah milik Tuhan, kaisar Romawi tak punya kedaulatan atas rakyat Israel. Makna dari pernyataan Yesus bisa diambil tanpa perlu berpikir panjang: Kaisar Romawi harus menghentikan penjajahan di tanah Palestina.
Jika saja Yesus menganut ketaatan sekuler,IA tak akan....Syukurlah ini hanya kalimat pengandaian. Faktanya, itu semua IA lakukan. Penyebabnya sederhana:IA tak keberatan mengatakan tidak pada para pemimpin, IA tak keberatan mengatakan tidak pada nilai budaya atau peraturan yang berlaku namun IA sangat keberatan untuk mengatakan tidak kepada kebenaran.
Apakah Yesus melakukan dosa karena Ia menentang pemimpin, menerobos norma yang berlaku dan menempatkan nilai budaya di bawah kehendak Tuhan ? Pontius Pilatus tahu jawabannya. Sesaat sebelum Yesus disalib, kepada seluruh imam kepala dan di depan orang banyak, Pilatus bertutur” Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada orang ini” (Lukas 23 :4).
***
Bunda Maria, sesaat setelah bertemu Elizabeth yang sedang hamil tua, menyanyikan lagu berikut,” Jiwaku memuliakan Tuhan...Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtaNya dan meninggikan orang-orang yang rendah” (Lukas 1:46-55).Kehadiran Yesus di dunia adalah proklamasi surgawi atas dimulainya gerakan melawan kekaisaran Romawi.Tak heran jika kehidupan Yesus berisikan rangkaian kegiatan tak kenal lelah untuk melakukan pembangkangan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah pembangkang sebagai berikut:
pem.bang.kang n ki 1 orang yg melawan (perintah dsb) ; ki 2 n orang yg merintangi kemajuan ; ki 3n penentang; penyanggah
Tuhan Yesus jelas adalah cermin yang dengan jernih memantulkan makna nomor satud an tiga. Merintangi kemajuan ?Ya, juga, Ia merintangi kemajuan kaisar untuk terus menjadi diktator. Jadi, Ia juga adalah wujud dari Pembangkang dengan makna nomor dua. Ia melawan pemimpin yang punya kekuatan destruktif. Ia merintangi para diktator untuk bergerak maju. Ia menentang atau menyanggah seluruh bentuk tindakan serta gaya kepemimpinan yang menjauhkan manusia dari sesama serta dari Tuhan. Seorang teman berkata bahwa Yesus adalah Juru Selamat dan bukan seORANG pembangkang. Saya pribadi sulit membayangkan Yesus bisa menjalani misiNya sebagai penyelamat manusia tanpa menentang pemerintahan yang saat itu memegang tampuk kekuasaan dan tanpa menerobos batas norma serta nilai budaya yang berlaku di zamanNya. KematianNya di kayu salib jelas sekali adalah hasil dari kegigihanNya melawan penguasa dunia, hasil dari ketekunanNya untuk kelak bisa menghadirkan kekuasaan ilahiah seperti yang dinyanyikan Bunda Maria.
Istilah pembangkang saya terjemahkan secara literal dari kata ‘rebel’, sinonimnya bisa jadi adalah ‘pemberontak’. ‘Jesus is a rebel’ bukanlah ide baru, istilah ini bisa dengan mudah dijumpai di berbagai literatur. Kendati kerap tak taat, ketidakpatuhanNya Ia tunjukkan secara damai. Kata-kataNya kerap sangat pedas tapi ketidaktaatanNya tak pernah menimbulkan bentrokan fisik. Kendati tak segan menjungkirbalikkan meja di rumah ibadah serta menerabas norma atau kultur, saya percaya Ia punya semangat untuk menunjukkan bahwa kekristenan bukanlah sebuah kepercayaan yang sarat kekerasan.Perlawanan dilakukan hanya jika perlu. Pelanggaran norma atau budaya dijalankan hanya bila dibutuhkan. Tak semua hal yang ada di dunia perlu diubah namun jika itu menghalangi kita untuk melayani sesama dan Tuhan, ya kalau tidak dihapus, diubah atau dibaharui, demikian prinsipNya.
Yesus bukan SOSOK kurang kerjaan yang terus-menerus menuntut perubahan, tak pernah berhenti marah dan membuat masyarakat gerah. Ia SOSOK yang menyenangkan dan mudah bergaul. Ia dicari Nikodemus,orag kaya raya yang masuk dalam kelompok lawan, bergaul dengan Zakeus yang dibenci rakyat (Kalau saja diberi kesempatan untuk berteman dengan Anas atau Nazaruddin, saya pasti ngga mau. Buang-buang waktu, buat apa ??...Kiranya Tuhan mengampuni saya), dikagumi murid-muridNya, dikasihi pelacur, dicari-cari mantan penderita kusta, dibuntuti oleh anggota militer yang butuh pertolonganNya, tak keberatan untuk bersenang-senang di pesta dan jenis ORANG berkarisma kemilau karena Alkitab mencatat ribuan orang gemar mengikutiNya.
Penelaahan terhadap tindakan-tindakan Yesus dan kecermelangan kepribadianNya serta norma dan budaya yang berlaku di zamanNya bisa memberi konotasi baru yang positif terhadap kata ‘pembangkang’ yang kerap identik dengan interpretasi negatif. Pada akhirnya, ‘pembangkang’ adalah sebuah kata yang, sama dengan semua kata lainnya, tak bisa berdiri sendiri dan harus dilihat dalam konteks apa ia digunakan. ‘Pembangkang’ statusnya sama dengan kosa kata yang lain:Hanya punya arti jika dikaitkan dengan kata-kata yang lain. Saya percaya sebagai Tuhan dengan cerdas Ia menggunakan hidupNya untuk menunjukkan bahwa secara unik, kata berkonotasi negatif ini justru sesungguhnya menunjukkan substansi kekristenan:Pembangkangan, perlawanan terus-menerus melawan apa yang dehumanitatif. Menentang hal-hal yang membuat manusia menjadi turun derajatnya karena manusia idealnya harus diperlakukan dengan baik mengingat kita semua adalah mahkluk mulia yang diciptakan segambar dengan Allah. Inti kekristenan toh tetap sama, baik dulu, sekarang dan selamanya:Ketaatan. Tentu saja kepada Tuhan. Bukan kepada manusia.
Contoh terbaik bisa ditemukan dalam diri jemaat GKI Yasmin Bogor yang diminta pindah. Mereka dilarang wali kota beribadah di dalam gedung yang oleh hukum dinyatakan sah milik mereka. Akun twitter seorang jemaat mengatakan bahwa lokasi gereja strategis dan oleh karena itu diincar untuk dijadikan mall. Setiap hari Minggu mereka beribadah di trotoar dan terus-menerus diintimidasi.Kendati tak henti diteror secara psikologis dan terkadang fisik, dengan elegan pendeta meminta jemaat untuk tenang, tetap bertahan untuk tidak menggunakan kekerasan dan...tetap melawan. Bukan karena jumlah mereka amat banyak sehingga perlawanan dipastikan akan membawa hasil seperti yang diharapkan. Bukan karena perlawanan adalah sesuatu yang mudah karena mereka tak pernah letih. Instruksi itu diberikan karena mereka sadar bahwa ketaatan adalah inti dari iman yang mereka pegang. Kepada Tuhan, tentu saja. Bukan kepada wali kota.
Lippo-Cikarang, 23/1/2012
Jam 08.43 WIB