Gerhana Bulan Total dan Peer Pressure
Kemarin malam ada gerhana bulan total. Semua WhatsApp Group ngomongin ini. Ributnya udah dari beberapa hari sebelumnya saat edaran tentang cara melihat bulan muncul di WA. Puncaknya ya kemarin. Jam 21an akhirnya gue keluar dan nengok ke langit. Gerhana sih dari jam 18-19 sampe entah jam berapa, hampir pasti jam 21 udah nggak ada.
Gue keluar rumah karena diserang rasa nggak pede. Gue pikir,”Gue tuh orang aneh ya, kayaknya ini kali ke sekian selera gue berbeda dengan selera banyak orang. Pernikahan raja Inggris, gue nggak tertarik sedikitpun. Indonesian Idol, kemarin temen gue ngeYoutube tuh, kayaknya udah mau masuk semi final atau perempat final atau apalah. Gue sama sekali nggak tahu siapapun.
Gue merasa baik-baik aja nggak tertarik dengan Royal Wedding, gerhana bulan, atau Indonesian Idol. Bagi gue, nggak ada orang yang tertarik dengan semua hal yang ada di dunia. Tapi ini ‘kan di atas kertas, pada kenyataannya, begitu melihat euphoria masyarakat, gue jadi kepikiran walau nggak kepikiran-kepikiran amat,”Kok mereka pada demen banget, sih? Kok gue nggak?”
Perasaan nggak pede ini mengingatkan gue pada peer pressure. Banyak orang mengira hanya ABG yang mengalami PP…Eh, nggak lho. Orang dewasa juga mengalami. Banyak yang mengonsumsi alkohol dan obat terlarang karena PP. Duit abis karena PP juga udah lazim terjadi. Gengsi kalo nggak ngikut temen ke Starbucks…Eh, masa’ gue nggak beli tiket Maroon 5 di Singapur, gank gue pada ke sana semua…Besok temen-temen gue pada mau antri di Clarks karena bulan depan tokonya tutup…
Di Indonesia bisa jadi kondisinya agak parah mengingat kita adalah masyarakat yang sifatnya komunal, demen rame-rame. Demen ikut-ikutan juga. Nah, klop deh.
***
Istilah ‘PP’ itu sendiri udah rada nggak enak didengarnya karena ada kata ‘pressure’ atau ‘tekanan’. Menyerah terhadap PP berarti melakukan sesuatu bukan dengan suka rela melainkan karena ditekan.
Dari beberapa sumber yang gue baca, bergaul dengan banyak orang dari berbagai kalangan membuat kita jadi terbuka wawasannya dan sulit untuk menyerah terhadap peer pressure.
ADA MASALAH BESAR DI SINI.
Berapa orang sih yang punya kesempatan untuk memiliki pergaulan yang luas? Sebagian orang terkondisi untuk main dengan orang-orang yang itu-itu aja atau terjebak sikon yang membuat mereka sulit bergerak dan hanya bergaul dengan orang yang mirip mereka:Strata ekonomi, cara berpikir atau tingkat pendidikannya sama, misalnya.
Ada saran-saran lain. Salah satunya adalah berani menolak dan tegas mengatakan apa yang kita mau. Disarankan juga untuk mencari teman yang memang mendukung nilai-nilai yang kita pegang.
Ini agak sulit untuk sebagian orang. Banyak orang dewasa khawatir kehilangan teman dekat karena kesempatan untuk membentuk pertemanan sudah lebih terbatas dibandingkan ketika muda. Sepertinya, logika bisa dibalik sih. Kalo orang tersebut beneran teman sejati, masa’ iya sih maksa-maksa kita ngikutin keinginannya? Jadi, bilang ‘tidak’ bisa dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk menyeleksi teman, bukan kesempatan untuk kehilangan teman.
Peer pressure pada orang dewsanya semestinya lebih mudah diatasi karena salah satu akar peer pressure adalah rasa ingin tahu. Rasa inilah yang membuat sebagian ABG mudah menyerah terhadap tekanan teman-teman sebayanya. Orang dewasa relatif sudah mengeksplorasi jauh lebih banyak dibandingkan ABG.
Satu lagi, untuk orang dewasa, mungkin udah waktunya kita mengingat-ingat, bahwa peer pressure ada lho yang positif. 5 dari 6 teman segank bentuk panitia untuk galang dana bagi penderita lupus (dan yang 1 merasa risih trus akhirnya ikutan)…Patungan beli parcel Lebaran buat cleaning service yang udah 20 tahun kerja di kantor (dan yang lain akhirnya merasa nggak enak kalo nggak ikutan nyumbang)...
Intinya, orang dewasa bisa mengalami peer pressure. Di internet bergelimpangan website yang mengulas hal tersebut dan memberi berbagai saran. Ada satu saran kayaknya deh yang mungkin nggak ada atau belum ada, yaitu:
Sadarlah, kita udah tua. Bayi aja bisa mati apalagi kita? Yakin nih, tahun-tahun (atau jangan –jangan ‘minggu-minggu’ dan bahkan ‘hari-hari’) terakhir kita mau diisi dengan kejadian ‘terpaksa ikut-ikutan walaupun itu bertentangan sekali dengan nilai yang gue pegang??!”
1 Februari 2018
14.34 WIB
Gue keluar rumah karena diserang rasa nggak pede. Gue pikir,”Gue tuh orang aneh ya, kayaknya ini kali ke sekian selera gue berbeda dengan selera banyak orang. Pernikahan raja Inggris, gue nggak tertarik sedikitpun. Indonesian Idol, kemarin temen gue ngeYoutube tuh, kayaknya udah mau masuk semi final atau perempat final atau apalah. Gue sama sekali nggak tahu siapapun.
Gue merasa baik-baik aja nggak tertarik dengan Royal Wedding, gerhana bulan, atau Indonesian Idol. Bagi gue, nggak ada orang yang tertarik dengan semua hal yang ada di dunia. Tapi ini ‘kan di atas kertas, pada kenyataannya, begitu melihat euphoria masyarakat, gue jadi kepikiran walau nggak kepikiran-kepikiran amat,”Kok mereka pada demen banget, sih? Kok gue nggak?”
Perasaan nggak pede ini mengingatkan gue pada peer pressure. Banyak orang mengira hanya ABG yang mengalami PP…Eh, nggak lho. Orang dewasa juga mengalami. Banyak yang mengonsumsi alkohol dan obat terlarang karena PP. Duit abis karena PP juga udah lazim terjadi. Gengsi kalo nggak ngikut temen ke Starbucks…Eh, masa’ gue nggak beli tiket Maroon 5 di Singapur, gank gue pada ke sana semua…Besok temen-temen gue pada mau antri di Clarks karena bulan depan tokonya tutup…
Di Indonesia bisa jadi kondisinya agak parah mengingat kita adalah masyarakat yang sifatnya komunal, demen rame-rame. Demen ikut-ikutan juga. Nah, klop deh.
***
Istilah ‘PP’ itu sendiri udah rada nggak enak didengarnya karena ada kata ‘pressure’ atau ‘tekanan’. Menyerah terhadap PP berarti melakukan sesuatu bukan dengan suka rela melainkan karena ditekan.
Dari beberapa sumber yang gue baca, bergaul dengan banyak orang dari berbagai kalangan membuat kita jadi terbuka wawasannya dan sulit untuk menyerah terhadap peer pressure.
ADA MASALAH BESAR DI SINI.
Berapa orang sih yang punya kesempatan untuk memiliki pergaulan yang luas? Sebagian orang terkondisi untuk main dengan orang-orang yang itu-itu aja atau terjebak sikon yang membuat mereka sulit bergerak dan hanya bergaul dengan orang yang mirip mereka:Strata ekonomi, cara berpikir atau tingkat pendidikannya sama, misalnya.
Ada saran-saran lain. Salah satunya adalah berani menolak dan tegas mengatakan apa yang kita mau. Disarankan juga untuk mencari teman yang memang mendukung nilai-nilai yang kita pegang.
Ini agak sulit untuk sebagian orang. Banyak orang dewasa khawatir kehilangan teman dekat karena kesempatan untuk membentuk pertemanan sudah lebih terbatas dibandingkan ketika muda. Sepertinya, logika bisa dibalik sih. Kalo orang tersebut beneran teman sejati, masa’ iya sih maksa-maksa kita ngikutin keinginannya? Jadi, bilang ‘tidak’ bisa dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk menyeleksi teman, bukan kesempatan untuk kehilangan teman.
Peer pressure pada orang dewsanya semestinya lebih mudah diatasi karena salah satu akar peer pressure adalah rasa ingin tahu. Rasa inilah yang membuat sebagian ABG mudah menyerah terhadap tekanan teman-teman sebayanya. Orang dewasa relatif sudah mengeksplorasi jauh lebih banyak dibandingkan ABG.
Satu lagi, untuk orang dewasa, mungkin udah waktunya kita mengingat-ingat, bahwa peer pressure ada lho yang positif. 5 dari 6 teman segank bentuk panitia untuk galang dana bagi penderita lupus (dan yang 1 merasa risih trus akhirnya ikutan)…Patungan beli parcel Lebaran buat cleaning service yang udah 20 tahun kerja di kantor (dan yang lain akhirnya merasa nggak enak kalo nggak ikutan nyumbang)...
Intinya, orang dewasa bisa mengalami peer pressure. Di internet bergelimpangan website yang mengulas hal tersebut dan memberi berbagai saran. Ada satu saran kayaknya deh yang mungkin nggak ada atau belum ada, yaitu:
Sadarlah, kita udah tua. Bayi aja bisa mati apalagi kita? Yakin nih, tahun-tahun (atau jangan –jangan ‘minggu-minggu’ dan bahkan ‘hari-hari’) terakhir kita mau diisi dengan kejadian ‘terpaksa ikut-ikutan walaupun itu bertentangan sekali dengan nilai yang gue pegang??!”
1 Februari 2018
14.34 WIB