Tentang Daging Anjing:
Di Level Mana Sesungguhnya Pemprov DKI Berdiri ?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, anjing termasuk hewan peliharaan jadi semestinya nggak dimakan. Faktanya, untuk Menado dan Batak, daging anjing adalah makanan. Lapo di Jakarta adalah bisnis besar. Mau dilarang ? Waduh, ini sama kayak ngusir Batak dan Menado dari Jakarta. Intinya, ini masalah budaya. Kalo mau diperdebatkan, silahkan, tapi tulisan ini tidak membahas apakah sebaiknya Batak dan Menado berhenti makan daging anjing.
Tulisan ini mau membahas sebenarnya apa maunya Pemprov DKI tentang daging si gukguk ini, level mereka sesungguhnya ada di mana saat menghadapi kasus si gukguk ini ? Sebelum baca lebih lanjut, mari kita amini dulu bahwa yang dilegalkan Pemprov DKI bukanlah orang makan daging anjing melainkan peredaran daging anjing. Kenapa dilegalkan ? Jawabannya hanya satu: Biar bisa diatur.
Kenapa harus diatur ? Nah ini baru deh jawabannya banyak. 1. Perlu diatur karena kalo dilarang ‘kan ngga bisa, jadi ya diatur aja. Realistis ajalah. Nggak mungkin melarang penjualan daging anjing di Indonesia selama masih ada Batak dan Menado dan beberapa suku lainnya.Organisasi tingkat dunia udah bilang anjing nggak termasuk hewan yang dikonsumsi tapi budaya makan daging anjing di Batak dan Menado (dan beberapa daerah lain) udah ada ratusan tahun sebelum organisasi itu berdiri. 2. Perlu diatur karena kesehatan warga yang mengonsumsi harus diperhatikan. Selama ini dalam peredaran dan pemotongan anjing nggak ada standar kesehatan yang diterapkan. Padahal kota yang paling banyak mengonsumsi daging anjing di Indonesia, ya Jakarta, ada sekitar 40 ribu anjing masuk Jakarta tiap hari. Nggak ada surat keterangan apakah mereka sudah divaksin atau belum. Peredaran daging ikan dan ayam sudah lama lho diawasi dan diatur. Peredaran daging anjing yang terjadi tanpa diatur berpotensi membuat anjing yang disembelih adalah anjing yang tidak divaksin. Kiriman yang dari Sukabumi misalnya, di wilayah tersebut ada endemi rabies padahal Jakarta adalah wilayah bebas rabies. Jadi, ada kemungkinan konsumen akan kena rabies, kolera atau radang tenggorokan. 3. Perlu diatur karena cara menangkap dan mematikan anjing melanggar undang-undang, antara lain UU anti pencurian dan UU anti kekejaman pada hewan.
Kesimpulannya, Pemprov DKI nggak melegalkan orang makan daging anjing. Pemprov DKI melegalkan peredaran daging anjing sehingga bisa diatur. Kalo peredaran daging anjing dibuat illegal, efeknya akan merambat ke masalah ekonomi dan budaya. Buat saya nggak masalah karena saya pecinta anjing, nggak punya lapo dan hidup bukan dari usaha yang berkaitan,baik langsung maupun tidak langsung, dengan peredaran dan penjualan daging anjing.
Sebagai orang Batak pecinta anjing yang paham bahwa anjing adalah hewan untuk dipelihara dan bukan untuk dimakan, saya cenderung berpendapat ya ngga usah makan daging anjing. Emang saya belum pernah dan nggak akan makan daging anjing, sih. Kalo untuk melarang ya gimana ya…Di Indonesia ‘kan ada orang Hindu buktinya toh daging sapi bebas-bebas aja tuh dijual.
Saya berdiri pada pada tataran yang amat personal karena itulah pertimbangan saya untuk tidak makan daging anjing dapat diambil dengan mudah hanya dengan berdasarkan pada pertimbangan praktis. Ada tataran atau level yang jauh lebih tinggi, level yang mencakup hajat hidup orang banyak, level yang menuntut kita berpikir panjang lebar tentang banyak aspek sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan. Dan, saya sangat yakin, Pemprov DKI ada di level tersebut.
29/9/2019 7.25 WIB
Tulisan ini mau membahas sebenarnya apa maunya Pemprov DKI tentang daging si gukguk ini, level mereka sesungguhnya ada di mana saat menghadapi kasus si gukguk ini ? Sebelum baca lebih lanjut, mari kita amini dulu bahwa yang dilegalkan Pemprov DKI bukanlah orang makan daging anjing melainkan peredaran daging anjing. Kenapa dilegalkan ? Jawabannya hanya satu: Biar bisa diatur.
Kenapa harus diatur ? Nah ini baru deh jawabannya banyak. 1. Perlu diatur karena kalo dilarang ‘kan ngga bisa, jadi ya diatur aja. Realistis ajalah. Nggak mungkin melarang penjualan daging anjing di Indonesia selama masih ada Batak dan Menado dan beberapa suku lainnya.Organisasi tingkat dunia udah bilang anjing nggak termasuk hewan yang dikonsumsi tapi budaya makan daging anjing di Batak dan Menado (dan beberapa daerah lain) udah ada ratusan tahun sebelum organisasi itu berdiri. 2. Perlu diatur karena kesehatan warga yang mengonsumsi harus diperhatikan. Selama ini dalam peredaran dan pemotongan anjing nggak ada standar kesehatan yang diterapkan. Padahal kota yang paling banyak mengonsumsi daging anjing di Indonesia, ya Jakarta, ada sekitar 40 ribu anjing masuk Jakarta tiap hari. Nggak ada surat keterangan apakah mereka sudah divaksin atau belum. Peredaran daging ikan dan ayam sudah lama lho diawasi dan diatur. Peredaran daging anjing yang terjadi tanpa diatur berpotensi membuat anjing yang disembelih adalah anjing yang tidak divaksin. Kiriman yang dari Sukabumi misalnya, di wilayah tersebut ada endemi rabies padahal Jakarta adalah wilayah bebas rabies. Jadi, ada kemungkinan konsumen akan kena rabies, kolera atau radang tenggorokan. 3. Perlu diatur karena cara menangkap dan mematikan anjing melanggar undang-undang, antara lain UU anti pencurian dan UU anti kekejaman pada hewan.
Kesimpulannya, Pemprov DKI nggak melegalkan orang makan daging anjing. Pemprov DKI melegalkan peredaran daging anjing sehingga bisa diatur. Kalo peredaran daging anjing dibuat illegal, efeknya akan merambat ke masalah ekonomi dan budaya. Buat saya nggak masalah karena saya pecinta anjing, nggak punya lapo dan hidup bukan dari usaha yang berkaitan,baik langsung maupun tidak langsung, dengan peredaran dan penjualan daging anjing.
Sebagai orang Batak pecinta anjing yang paham bahwa anjing adalah hewan untuk dipelihara dan bukan untuk dimakan, saya cenderung berpendapat ya ngga usah makan daging anjing. Emang saya belum pernah dan nggak akan makan daging anjing, sih. Kalo untuk melarang ya gimana ya…Di Indonesia ‘kan ada orang Hindu buktinya toh daging sapi bebas-bebas aja tuh dijual.
Saya berdiri pada pada tataran yang amat personal karena itulah pertimbangan saya untuk tidak makan daging anjing dapat diambil dengan mudah hanya dengan berdasarkan pada pertimbangan praktis. Ada tataran atau level yang jauh lebih tinggi, level yang mencakup hajat hidup orang banyak, level yang menuntut kita berpikir panjang lebar tentang banyak aspek sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan. Dan, saya sangat yakin, Pemprov DKI ada di level tersebut.
29/9/2019 7.25 WIB