Menulis adalah tindakan merawat ingatan. Ini kata seseorang, entah siapa gue lupa. Tulisan ini adalah bagian dari dokumentasi fase penuh drama di hidup gue dan sebuah upaya edukasi:Ini loh yang terjadi kalo kita main dengan orang yang salah, jadi hati-hati ya kalo pilih teman.
Tulisan-tulisan gue tentang psikopat terinspirasi dari kasus gue dengan seorang mantan sahabat, dia cewek, sebut saja namanya Sepatu Kanan. Walau begitu, gue menulis bukan tentang dia tapi tentang pikopat. Dia gue jadikan contoh di beberapa tulisan tapi yang gue jadikan contoh bukan cuma dia. Gue juga jelasin bahwa tulisan-tulisan itu bertujuan untuk mengedukasi masyarakat, berbasis riset, dan isinya dikonsultasikan dengan psikolog TAPI bukan diagnosa resmi dari psikiater atau psikolog.
Sepatu Kanan pasti mirip banget sama yang gue tulis karena dia lalu ngamuk. Di tulisan nggak ada namanya dan kalau dia berasa bahwa dia psikopat, itu bukan urusan gue. Nggak mungkin seorang penulis berhenti menulis tentang korupsi hanya karena tau bahwa akan ada koruptor yang ngamuk ketika membaca tulisannya.
Minggu ke-3 Desember 2019. Sepatu Kanan dengan selingkuhannya, Sepatu Kiri, meng-email 4 atasan gue. Sepasang Sepatu ini melaporkan bahwa gue memfitnah Sepatu Kanan karena gue ingin followers gue nambah (padahal gue aktifnya di FB dan jumlah friends gue kunci jadi orang nggak bisa tahu, hahaha). Mereka juga bilang bahwa gue naksir Sepatu Kiri, ditolak lalu gue ngamuk.
Fitnah lainnya adalah gue disebut membatalkan kerja sama secara sepihak dengan si Sepatu Kiri. Padahal dia yang lantas nggak bisa lagi dihubungi setelah mereka mulai selingkuh. Si Sepatu Kiri lalu nyuruh gue minta maaf di sosmed untuk tulisan-tulisan gue yang isinya ngefitnah dia dan pacarnya. Ini menarik karena di tulisan gue nggak ada soal Sepatu Kiri sama sekali. Itu khas banget perasaan tukang fitnah: Jadi curigaan, baperan, dan merasa disindir. Saat elo memfitnah seseorang, apapun yang orang itu posting bikin elo berasa bahwa dia lagi ngomongin elo.
Hal yang paling epic dalam email adalah ini: Ceritanya, si Sepatu Kiri mengadakan acara di tempat mewah berkapasitas ribuan orang tapi kursi yang terisi cuma 4-5 baris padahal tiketnya murah banget. Di email mereka bilang bahwa gue menyebar gossip mereka selingkuh jadi orang pada nggak mau datang. Lalu terjadilah sebuah keajaiban....
TADAAAA....
Sehari-dua hari setelah mereka kirim email, suami si Sepatu Kanan nelfon salah satu orang yang mereka email. Suaminya cerita bahwa istrinya selingkuh dan dia kuliah di luar negeri karena istrinya yang nyuruh.
Mereka berdua membuka kedok mereka sendiri. Otomatis email mereka nggak diproses serius oleh atasan-atasan gue.
Mereka berdua nggak puas dengan cara atasan-atasan gue mengatasi kasus mereka jadi Februari atau Maret 2020, si Sepatu Kiri ngelaporin gue ke atasan yang lebih tinggi. Atasan gue kenal dengan si Sepatu Kanan dan nanya ke dia,"Memangnya namamu ada di tulisan si Meicky?" Dia jawab,"Nggak ada." Atasan gue ini pernah kerja sama dengan si Sepatu Kanan. Atasan gue kalo kerja rapi banget sedangkan cewek ini kualitas kerjanya jelek dan hobi cari kambing hitam. Atasan gue lalu menyuruh dia menyelesaikan masalah tanpa bawa-bawa institusi tempat gue bekerja karena ini masalah pribadi. Si cewek mengaku nggak tau bahwa selingkuhannya nge-email atasan gue dan saat ditanya, dia kerap menyebut nama selingkuhannya. Ceritanya lempar batu, sembunyi tangan, gitu lho.
Atasan gue lalu membalas email Sepatu Kiri dan meng-CC gue. Membalasnya pakai sistem forward jadi gue tahu isi email mereka. Tentu ini lebih dari cukup untuk melaporkan mereka berdua ke polisi. Apalagi, gue juga ada bukti-bukti tertulis bahwa 1. Mereka selingkuh 2.Gue tidak selingkuh seperti yang mereka fitnahkan di email dan sosmed 3.Si cowok membatalkan kerja sama 4.Gue tidak membatalkan kerja sama 5.Mereka memfitnah gue 6.Gue tidak memfitnah mereka
Saksi-saksi juga ada. Peluru gue komplet. Tapi, gue nggak akan pake karena peluru mereka sendiri sudah berbalik menyerang mereka. Lagian gue sibuk.
Mereka gagal membuat gue di-PHK. Bahkan hanya untuk dapat perhatian dari atasan-atasan gue aja, mereka gagal. Mereka lalu pindah tempat, mereka caper di sosmed. Mereka memfitnah gue di sosmed dan playing victims. Selama mereka beraksi, gue nggak pernah kasih komentar walau hanya sekedar satu huruf. Semakin sering mereka posting, semakin bagus karena setiap ocehan mereka adalah peluru yang suatu saat bisa gue pake, hahhaaa. Sebenarnya gue pengen banget nyaut tapi 'kan malu. Masa' gue harus merendahkan level gue jadi kayak mereka. Gue pake sosmed untuk menuangkan pikiran, bukan untuk caper. Gue pernah ajak mereka ketemu kok tapi mereka nggak mau. Begitulah cara orang Batak menyelesaikan masalah: Ketemu. Head to head.
Juli 2020, managernya si Sepatu Kiri nge-DM gue di IG tapi nggak gue buka.
Agustus 2020, seorang teman ngeskrinsyut sosmed mereka, isinya si cewek, yaitu si Sepatu Kanan, ngomong bahwa dia korban, ada yang memfitnah dia sebagai psikopat. "Mereka aja tuh saut-sautan berdua, nggak ada yang nimbrung, " kata temen gue. Pada kesepian banget hidupnya. Duh.
Abis drama-drama email selesai dan mereka pindah ke sosmed untuk caper, gue udah nggak ngurusin mereka lagi. Hidup gue tambah produktif. Gue aktif di Komunitas Guru, ngadain banyak acara untuk guru-guru. Lalu tiba-tiba gue liat si cewek nge-share tulisan gue yang bukan soal psikopat. Dia (dan selingkuhannya) udah lama gue block tapi mungkin karena yang di-share tulisan gue, notifikasi tetap muncul. Saat share, dia tambahkan caption bahwa ada yang nuduh dia sebagai psikopat. Lah, padahal di tulisan-tulisan gue nggak ada namanya yak.
Beberapa orang jadi curiga bahwa yang dia maksud adalah gue dengan tulisan-tulisan gue. Lalu mereka search dan ketemu beberapa postingan Sepatu Kanan ke Sepatu Kiri dan sebaliknya. Mereka akhirnya jadi tahu bahwa si Sepasang Sepatu ini selingkuh. Gue tetap diam. Gue lanjut berkarya. Peluru mereka sendiri 'kan yang akhirnya menembaki mereka?!