Aku, Kamu – Mari Kita Sayangi Bumi !
Halo, teman-teman! Namaku Kelly. Aku masih SD, kelas 5. Aku sangat suka dengan alam. Yang paling aku suka adalah pohon. Aku ingin bercerita tentang masa laluku. Waktu wilayah yang aku tinggali tidak ada pohon. Saat itu, aku baru pindah rumah di wilayah itu. Wilayah yang mewah, tapi tidak ada pohon sama sekali!
Suatu hari, aku keluar dari rumahku, untuk refreshing. Aku sangat sedih melihat lingkungan itu. Tidak ada satu pohon pun. Aku bisa menebak bahwa air mataku sebentar lagi menetes karena melihat lingkungan yang tidak ada pohon sama sekali. Tebakanku pun benar! Setetes air mata jatuh dari mataku.
Tiba-tiba ada yang menepuk punggungku. “Hei, Kelly, mengapakah kamu menangis?” katanya. Aku belum tahu siapa itu. Lalu aku menengok ke belakang. “Oh, halo. Siapa yang menangis? Kalian melihatku menangis? Kalian pasti salah lihat,” kataku berpura-pura. Ternyata, itu adalah Annabelle dan Abigail. Kami bertiga adalah sahabat sejak kami pertama bertemu. “Sudahlah. Mengaku saja, kamu menangis, kan Kell?” kata Annabelle. “Kami sudah bisa melihatnya dari matamu!” Kata Abigail. Aku menyerah! Mereka memang sudah tahu kalau aku menangis. Aku menggeram kesal. “Baiklah, baiklah. Yap, aku menangis,” kataku. “Kenapa kamu menangis?” Kata Abigail. “Sepertinya kamu terjatuh. Atau, mungkin kamu di pukul oleh Jason?” kata Annabelle. Jason adalah laki-laki nakal. Nakal di sekolah, dan nakal di rumah. Hobinya adalah memukul perempuan! “Tidak-tidak. Aku tidak terjatuh. Kalaupun aku terjatuh, aku tidak akan menangis. Aku juga tidak dipukul oleh Jason.” jawabku. “Lalu?” Tanya Double A. Aku memangil Annabelle dan Abigail Double A, supaya tidak capek memanggil nama yang panjang. “Lihatlah di sekitar kita. Apakah ada pohon? Mungkin satu pohon?” tanyaku. Double A melihat berkeliling. Mereka berputar-putar. “Aduh!” Teriak Abigail. “Abigail!” Teriak Annabelle. Lalu, Double A bangkit. “Hmm.. Tidak ada pohon sama sekali. Tapi wilayah ini, kan, keren!” kata Abigail. “Banyak tempat untuk shopping-nya lagi.” kata Annabelle. “Hei, anak matre, jangan pikirkan tentang belanja saja!” kataku. “Pikirkan tentang wilayah kita! Wilayah yang tidak punya pohon sama sekali!”
Seketika, Nelson dan Jason, kakak-adik terburuk datang. “Hei, ada apa?” Kata Nelson. “Kami sudah tahu semua omongan yang kalian bilang,” kata Jason. Aku menggeram. “Nyonya menggeram, sebaiknya jangan menggeram lagi. Oke?” kata Jason. Aku menggeram, untuk ketiga kalinya.
Kami sempat protes dengan Jason dan Nelson, dan langsung pergi. Di perjalanan, Double A dan aku sempat berbincang-bincang tentang lingkungan kami yang tidak ada pohonnya sama sekali. “Jadi, menurutku, di sekolah aku ingin bikin klub,” kataku. “Apa?! Klub apa?” Tanya Abigail. “Hmm... Kell, kan, kita sahabat ya?” tanya Annabelle. “Iya, kita adalah sahabat.” jawabku. “Jadi, Double A ini, bisa ikut klabmu kan?” tanya Annabelle. “Astaga, Belle.. Tentu, kalian akan menjadi co-leader di klab ini, yang akan kubuat adalah klab alam. Kita akan menanam pohon.” “Keren!” kata Double A. Lalu kami semua tersenyum. Sore sudah menjelang malam, dan besok kami harus sekolah. “Eh, Double A, aku pulang ya, sudah malam, mau tidur, nih!” kataku. “Iya, kami juga.” kata Abigail. Lalu, kami semua pulang.
Wah! Aku lupa bilang sesuatu, nih. Annabelle dan Abigail adalah kakak adik. Abigail kakak, Annabelle adik.
***
Keesokan harinya, aku bangun tidur, tepat jam lima pagi. Aku meloncat dari tempat tidurku dengan senyum yang menempel di mukaku. “SELAMAT PAGI~!!!” teriakku, sampai Mama Papa marah. Aku mandi, makan roti dan minum susu. Lalu aku menggosok gigiku dan menyisir rambutku. Biasanya, kalau ingin pergi ke sekolah, aku pergi berjalan. Aku tidak ingin membuat polusi di wilayah ini. Tapi, kalau lagi hujan, aku naik mobil. Di perjalananku menuju sekolah, aku bertemu Double A.”Double A!” teriakku. “Oh, hai Kell!” Jawab mereka. Mereka berlari kepadaku. Setiap hari, kami memang pergi ke sekolah bersama.
“Hei, bagaimana, nih? Apakah klab kita akan di terima?” tanya Abigail. “Pasti, Abigail. Percayalah kepada dirimu.” jawabku. Abigail mengangguk. “Oh iya,” kataku. “Kalau klab kita diterima, nama klab kita apa, ya?” “Hidup hijau?” tanya Annabelle. “Tidak, tidak. Bagaimana kalau nama klabnya ‘Pohon hijau’?” tanya Abigail. “Bagaimana kalau nama klabnya....” tanyaku. “Sayangilah Bumi?” “Wah! Namanya keren sekali!” kata Double A. Aku mengangguk. “Sudahlah, nanti kita terlambat, ayo cepat lari!” kata Belle. Baru kemarin, aku memanggil Annabelle dengan singkatannya, Belle.
Waktu kami sampai di sekolah, kami menyapa murid-murid sekolah kami. Oh ya, nama sekolahku adalah Royal School. Tetapi, jangan salah, ya. Sekolahku bukan sekolah international. Itu sekolah nasional. Nama sekolahku bahasa Inggris, dengan alasan yang cukup jelas. Pemilik sekolahku orang Amerika. Beliau tinggal di Indonesia sejak beliau umur sepuluh tahun. Beliau ingin mendirikan sekolah nasional karena beliau ingin kami lebih tahu negara kami sendiri. Tetapi, di dalam sekolahku, ada pelajaran bahasa Inggris. Lalu, pelajaran dimulai. “Oke, anak-anak. Mari kita mulai hari cerah ini dengan pelajaran sains,” kata guruku. Nama guruku adalah Michelle, Ms.Michelle.
Di pelajaran sains, kami menulis daftar di atas selembar kertas, bagaimana caranya agar Indonesia – mungkin juga bisa seluruh bumi – tidak terkenakan banjir. Salah satu di daftarku adalah untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kita harus buang sampah di tempat sampah. Kalau kita tidak punya tempat sampah (seperti di perjalanan jauh tanpa tempat sampah) kita bisa menaruh sampah kita di satu plastik, lalu kalau ada tempat dengan tempat sampah, kita bisa membuangnya.
Waktu Ms.Michelle menilai daftarku, Ms.Michelle melihat ke belakang kertasku. “Kelly, kamu memakai kertas bekas? Kenapa?” Tanya Ms.Michelle. “Iya, aku memakai kertas bekas. Aku memakai kertas bekas karena aku tidak ingin kertas habis. Dulu, di wilayah saya, ada banyak pohon. Lalu, pohon tidak ada lagi, karena pohon-pohon dipakai untuk membuat kertas,” jawabku. Ms.Michelle berdiri dari tempat duduknya dan pergi ke tengah ruangan. “Anak-anak, perhatian.” katanya. “Ini patut diikuti, cara Kelly memakai kertas. Coba untuk memakai kertas bekas untuk mengerjakan tugas, untuk menyimpan pohon kita. Oh iya, jam kita sudah selesai. Waktunya beristirahat. Nanti siang akan kita lanjutkan.”
Setelah semua murid keluar, Double A dan aku menanyakan tentang rencana ‘Sayangilah Bumi’. “Ms.Michelle,” kataku. “Kami ingin membuat kegiatan setelah sekolah.” Lanjut Annabelle. “Ms.Michelle harus tahu dulu, kegiatan apa yang ingin kalian lakukan.” Sahut Abigail. Ms.Michelle mengangguk. “Kegiatan untuk menanam pohon.” Kataku. Ms.Michelle tersenyum. “Oke... Nama kegiatannya apa?” tanya Ms.Michelle. Aku menghela nafas. Lalu Abigail buru-buru menjawab. “Nama kegiatannya adalah......” “Ms.Michelle, benarkah aku harus mendapat hukuman?” tanya Jason. “Iya. Sudahlah. Bermainlah.” Jawab Ms.Michelle. Huft! Jason memang tidak bisa diam. “Nama kegiatannya adalah Sayangilah Bumi.” Lanjutku. “Bagus! Kegiatan kalian di erima. Tetapi, siapa yang akan menyiapkan benih-benih dan peralatannya?” Tanya Ms.Michelle. “Tenang, Ms. Kami sudah menyiapkan semuanya.” Jawab Annabelle dengan bangga. Kami semua tersenyum. “Ms.Michelle akan berbicara dengan Mr.Bruno. Mr.Bruno adalah kepala sekolah kami. Oh iya, yang ingin ikut kegiatannya harus bayar. Murah sekali! Uangnya akan kami sumbang untuk membuat sekolah gratis.
Setelah semua pelajaran sekolah sudah selesai. Semua murid pulang. Ms.Michelle juga mengabarkan bahwa kami boleh menjalankan kegiatan Sayangilah Bumi. Double A dan aku sangat senang, dan Ms.Michelle membagikan formulir pendaftaran kegiatan Sayangilah Bumi.
Keesokan harinya, semua murid membagikan formulir Sayangilah Bumi. Banyak murid yang bilang mereka ikut kegiatannya. Aku, sih, berharap Jason dan Nelson tidak ikut kegiatannya. Tapi, kalau mereka ikut, namanya itu nasib.
“Hei, Double A dan Kelly!” teriak Nelson. “Kami ikutan kegiatanmu!” kata Jason. “O...Oke,” teriak Double A. Jason juga memanggil Belle dan Abigail Double A. “Kalian ikut kegiatannya?” tanya Abigail. Jason dan Nelson mengangguk. “Tenang, kami sudah bayar untuk membuat sekolah murahan itu!” kata Jason. “Sekolah murahan?” tanya Abigail. “Itu bukan sekolah murahan, Jason!” kataku. “Coba saja, bikin sekolah!” kata Annabelle. “Susah, tahu!” lanjut Abigail. Kami semua mengangguk, tetapi Jason dan Nelson tertawa terbahak-bahak.
Lalu, pelajaran kelas di mulai. Pelajaran pertama adalah pelajaran seni. Guru pelajaran seni adalah Ms.Benson. Kalau Ms.Benson mengajar kami, kami akan menyukainya, karena beliau adalah guru yang sangat seru. Di pelajaran seni, kami harus gambar sesuatu yang cukup penting untuk diri kami. Aku gambar bumi.
“Bagus, Kelly, bagus.” Kata Ms.Benson. Aku tidak tahu mengapa, baru kali ini Ms.Benson memujiku dalam pelajaran seni. “Tapi, apa artinya?” tanya Ms.Benson. “Menyayangi bumi kita, seperti tidak membuang sampah sembarangan.” Jawabku. “Wah, bagus sekali!” kata Ms.Benson.
Setelah semua pelajaran selesai, Double A dan aku ganti baju dan bersiap-siap untuk kegiatan setelah sekolah. Kami memakai baju hijau. Kami memakai baju hijau karena banyak tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau.
Setelah itu, kami pergi keluar untuk berkumpul dengan orang-orang yang ingin ikut klab kami.
Hmmm... Sebenarnya, aku curiga kalau Jason dan Nelson ikut klab kami. Tapi, lihat saja nanti, kalau Jason dan Nelson ikut klab kami atau tidak. Sebenarnya, aku ingin Jason dan Nelson ikut klab kami, agar kami bisa diam-diam menjadi teman.
“Halo semuanya!” Kataku. “Ada berapa orang di sini?” tanya Anabelle. Abigail menghitung. “1, 2, 3, 4...” ternyata, ada lima belas orang yang ikut klab! “Tunggu! Ada delapan belas orang yang ikut klab kami, karena Nelson dan Jason ikut, ya kan?” tanya Annabelle. Benar! Aku mengangguk.
“Ya sudah, berbarislah di depanku, agar kalian dapat benih dan sarung tangan kalian...” Kataku, sambil memakai sarung tanganku.
“Sini...” kataku kepada Jessica. Ia temanku yang suka alam. Hari itu sangat seru! Kami bisa menanam pohon. Kami dibantu oleh kakaknya yang memang hobi berkebun.
Dan akhirnya – yang sudah ditunggu-tunngu – Jason dan Nelson! Mereka berdiri tepat di depanku. “Maaf ya, Double A, Kelly. Kami tidak akan menganggu atau memukul kalian lagi. Kami juga tidak akan mengejek kalian. Kami sadar, bahwa kami agak sering berbuat hal yang jelek kepada kalian.” Kata Jason. “Kami juga sudah menjadi sepertimu, Kelly – kami suka alam!” kata Nelson. Kami tersenyum, lalu memberikan sarung tangan dan benih kepada Jason dan Nelson.
Kami melakukan klab dengan benar, dan kata orang-orang yang ikut klab kami senang, dan bahkan mereka bilang klab kami seru! Double A menyukai klab kami. Aku juga merasa senang.
Setelah klab kami selesai, Jason dan Nelson berteriak, ‘MARI KITA TANAM POHON YANG BANYAK, SUPAYA LINGKUNGAN KITA JADI SEGAR!” dan mereka – Jason dan Nelson – berteriak sambil tersenyum.
TAMAT
Tanggal dan bulan lupa, tahun 2013
Suatu hari, aku keluar dari rumahku, untuk refreshing. Aku sangat sedih melihat lingkungan itu. Tidak ada satu pohon pun. Aku bisa menebak bahwa air mataku sebentar lagi menetes karena melihat lingkungan yang tidak ada pohon sama sekali. Tebakanku pun benar! Setetes air mata jatuh dari mataku.
Tiba-tiba ada yang menepuk punggungku. “Hei, Kelly, mengapakah kamu menangis?” katanya. Aku belum tahu siapa itu. Lalu aku menengok ke belakang. “Oh, halo. Siapa yang menangis? Kalian melihatku menangis? Kalian pasti salah lihat,” kataku berpura-pura. Ternyata, itu adalah Annabelle dan Abigail. Kami bertiga adalah sahabat sejak kami pertama bertemu. “Sudahlah. Mengaku saja, kamu menangis, kan Kell?” kata Annabelle. “Kami sudah bisa melihatnya dari matamu!” Kata Abigail. Aku menyerah! Mereka memang sudah tahu kalau aku menangis. Aku menggeram kesal. “Baiklah, baiklah. Yap, aku menangis,” kataku. “Kenapa kamu menangis?” Kata Abigail. “Sepertinya kamu terjatuh. Atau, mungkin kamu di pukul oleh Jason?” kata Annabelle. Jason adalah laki-laki nakal. Nakal di sekolah, dan nakal di rumah. Hobinya adalah memukul perempuan! “Tidak-tidak. Aku tidak terjatuh. Kalaupun aku terjatuh, aku tidak akan menangis. Aku juga tidak dipukul oleh Jason.” jawabku. “Lalu?” Tanya Double A. Aku memangil Annabelle dan Abigail Double A, supaya tidak capek memanggil nama yang panjang. “Lihatlah di sekitar kita. Apakah ada pohon? Mungkin satu pohon?” tanyaku. Double A melihat berkeliling. Mereka berputar-putar. “Aduh!” Teriak Abigail. “Abigail!” Teriak Annabelle. Lalu, Double A bangkit. “Hmm.. Tidak ada pohon sama sekali. Tapi wilayah ini, kan, keren!” kata Abigail. “Banyak tempat untuk shopping-nya lagi.” kata Annabelle. “Hei, anak matre, jangan pikirkan tentang belanja saja!” kataku. “Pikirkan tentang wilayah kita! Wilayah yang tidak punya pohon sama sekali!”
Seketika, Nelson dan Jason, kakak-adik terburuk datang. “Hei, ada apa?” Kata Nelson. “Kami sudah tahu semua omongan yang kalian bilang,” kata Jason. Aku menggeram. “Nyonya menggeram, sebaiknya jangan menggeram lagi. Oke?” kata Jason. Aku menggeram, untuk ketiga kalinya.
Kami sempat protes dengan Jason dan Nelson, dan langsung pergi. Di perjalanan, Double A dan aku sempat berbincang-bincang tentang lingkungan kami yang tidak ada pohonnya sama sekali. “Jadi, menurutku, di sekolah aku ingin bikin klub,” kataku. “Apa?! Klub apa?” Tanya Abigail. “Hmm... Kell, kan, kita sahabat ya?” tanya Annabelle. “Iya, kita adalah sahabat.” jawabku. “Jadi, Double A ini, bisa ikut klabmu kan?” tanya Annabelle. “Astaga, Belle.. Tentu, kalian akan menjadi co-leader di klab ini, yang akan kubuat adalah klab alam. Kita akan menanam pohon.” “Keren!” kata Double A. Lalu kami semua tersenyum. Sore sudah menjelang malam, dan besok kami harus sekolah. “Eh, Double A, aku pulang ya, sudah malam, mau tidur, nih!” kataku. “Iya, kami juga.” kata Abigail. Lalu, kami semua pulang.
Wah! Aku lupa bilang sesuatu, nih. Annabelle dan Abigail adalah kakak adik. Abigail kakak, Annabelle adik.
***
Keesokan harinya, aku bangun tidur, tepat jam lima pagi. Aku meloncat dari tempat tidurku dengan senyum yang menempel di mukaku. “SELAMAT PAGI~!!!” teriakku, sampai Mama Papa marah. Aku mandi, makan roti dan minum susu. Lalu aku menggosok gigiku dan menyisir rambutku. Biasanya, kalau ingin pergi ke sekolah, aku pergi berjalan. Aku tidak ingin membuat polusi di wilayah ini. Tapi, kalau lagi hujan, aku naik mobil. Di perjalananku menuju sekolah, aku bertemu Double A.”Double A!” teriakku. “Oh, hai Kell!” Jawab mereka. Mereka berlari kepadaku. Setiap hari, kami memang pergi ke sekolah bersama.
“Hei, bagaimana, nih? Apakah klab kita akan di terima?” tanya Abigail. “Pasti, Abigail. Percayalah kepada dirimu.” jawabku. Abigail mengangguk. “Oh iya,” kataku. “Kalau klab kita diterima, nama klab kita apa, ya?” “Hidup hijau?” tanya Annabelle. “Tidak, tidak. Bagaimana kalau nama klabnya ‘Pohon hijau’?” tanya Abigail. “Bagaimana kalau nama klabnya....” tanyaku. “Sayangilah Bumi?” “Wah! Namanya keren sekali!” kata Double A. Aku mengangguk. “Sudahlah, nanti kita terlambat, ayo cepat lari!” kata Belle. Baru kemarin, aku memanggil Annabelle dengan singkatannya, Belle.
Waktu kami sampai di sekolah, kami menyapa murid-murid sekolah kami. Oh ya, nama sekolahku adalah Royal School. Tetapi, jangan salah, ya. Sekolahku bukan sekolah international. Itu sekolah nasional. Nama sekolahku bahasa Inggris, dengan alasan yang cukup jelas. Pemilik sekolahku orang Amerika. Beliau tinggal di Indonesia sejak beliau umur sepuluh tahun. Beliau ingin mendirikan sekolah nasional karena beliau ingin kami lebih tahu negara kami sendiri. Tetapi, di dalam sekolahku, ada pelajaran bahasa Inggris. Lalu, pelajaran dimulai. “Oke, anak-anak. Mari kita mulai hari cerah ini dengan pelajaran sains,” kata guruku. Nama guruku adalah Michelle, Ms.Michelle.
Di pelajaran sains, kami menulis daftar di atas selembar kertas, bagaimana caranya agar Indonesia – mungkin juga bisa seluruh bumi – tidak terkenakan banjir. Salah satu di daftarku adalah untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kita harus buang sampah di tempat sampah. Kalau kita tidak punya tempat sampah (seperti di perjalanan jauh tanpa tempat sampah) kita bisa menaruh sampah kita di satu plastik, lalu kalau ada tempat dengan tempat sampah, kita bisa membuangnya.
Waktu Ms.Michelle menilai daftarku, Ms.Michelle melihat ke belakang kertasku. “Kelly, kamu memakai kertas bekas? Kenapa?” Tanya Ms.Michelle. “Iya, aku memakai kertas bekas. Aku memakai kertas bekas karena aku tidak ingin kertas habis. Dulu, di wilayah saya, ada banyak pohon. Lalu, pohon tidak ada lagi, karena pohon-pohon dipakai untuk membuat kertas,” jawabku. Ms.Michelle berdiri dari tempat duduknya dan pergi ke tengah ruangan. “Anak-anak, perhatian.” katanya. “Ini patut diikuti, cara Kelly memakai kertas. Coba untuk memakai kertas bekas untuk mengerjakan tugas, untuk menyimpan pohon kita. Oh iya, jam kita sudah selesai. Waktunya beristirahat. Nanti siang akan kita lanjutkan.”
Setelah semua murid keluar, Double A dan aku menanyakan tentang rencana ‘Sayangilah Bumi’. “Ms.Michelle,” kataku. “Kami ingin membuat kegiatan setelah sekolah.” Lanjut Annabelle. “Ms.Michelle harus tahu dulu, kegiatan apa yang ingin kalian lakukan.” Sahut Abigail. Ms.Michelle mengangguk. “Kegiatan untuk menanam pohon.” Kataku. Ms.Michelle tersenyum. “Oke... Nama kegiatannya apa?” tanya Ms.Michelle. Aku menghela nafas. Lalu Abigail buru-buru menjawab. “Nama kegiatannya adalah......” “Ms.Michelle, benarkah aku harus mendapat hukuman?” tanya Jason. “Iya. Sudahlah. Bermainlah.” Jawab Ms.Michelle. Huft! Jason memang tidak bisa diam. “Nama kegiatannya adalah Sayangilah Bumi.” Lanjutku. “Bagus! Kegiatan kalian di erima. Tetapi, siapa yang akan menyiapkan benih-benih dan peralatannya?” Tanya Ms.Michelle. “Tenang, Ms. Kami sudah menyiapkan semuanya.” Jawab Annabelle dengan bangga. Kami semua tersenyum. “Ms.Michelle akan berbicara dengan Mr.Bruno. Mr.Bruno adalah kepala sekolah kami. Oh iya, yang ingin ikut kegiatannya harus bayar. Murah sekali! Uangnya akan kami sumbang untuk membuat sekolah gratis.
Setelah semua pelajaran sekolah sudah selesai. Semua murid pulang. Ms.Michelle juga mengabarkan bahwa kami boleh menjalankan kegiatan Sayangilah Bumi. Double A dan aku sangat senang, dan Ms.Michelle membagikan formulir pendaftaran kegiatan Sayangilah Bumi.
Keesokan harinya, semua murid membagikan formulir Sayangilah Bumi. Banyak murid yang bilang mereka ikut kegiatannya. Aku, sih, berharap Jason dan Nelson tidak ikut kegiatannya. Tapi, kalau mereka ikut, namanya itu nasib.
“Hei, Double A dan Kelly!” teriak Nelson. “Kami ikutan kegiatanmu!” kata Jason. “O...Oke,” teriak Double A. Jason juga memanggil Belle dan Abigail Double A. “Kalian ikut kegiatannya?” tanya Abigail. Jason dan Nelson mengangguk. “Tenang, kami sudah bayar untuk membuat sekolah murahan itu!” kata Jason. “Sekolah murahan?” tanya Abigail. “Itu bukan sekolah murahan, Jason!” kataku. “Coba saja, bikin sekolah!” kata Annabelle. “Susah, tahu!” lanjut Abigail. Kami semua mengangguk, tetapi Jason dan Nelson tertawa terbahak-bahak.
Lalu, pelajaran kelas di mulai. Pelajaran pertama adalah pelajaran seni. Guru pelajaran seni adalah Ms.Benson. Kalau Ms.Benson mengajar kami, kami akan menyukainya, karena beliau adalah guru yang sangat seru. Di pelajaran seni, kami harus gambar sesuatu yang cukup penting untuk diri kami. Aku gambar bumi.
“Bagus, Kelly, bagus.” Kata Ms.Benson. Aku tidak tahu mengapa, baru kali ini Ms.Benson memujiku dalam pelajaran seni. “Tapi, apa artinya?” tanya Ms.Benson. “Menyayangi bumi kita, seperti tidak membuang sampah sembarangan.” Jawabku. “Wah, bagus sekali!” kata Ms.Benson.
Setelah semua pelajaran selesai, Double A dan aku ganti baju dan bersiap-siap untuk kegiatan setelah sekolah. Kami memakai baju hijau. Kami memakai baju hijau karena banyak tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau.
Setelah itu, kami pergi keluar untuk berkumpul dengan orang-orang yang ingin ikut klab kami.
Hmmm... Sebenarnya, aku curiga kalau Jason dan Nelson ikut klab kami. Tapi, lihat saja nanti, kalau Jason dan Nelson ikut klab kami atau tidak. Sebenarnya, aku ingin Jason dan Nelson ikut klab kami, agar kami bisa diam-diam menjadi teman.
“Halo semuanya!” Kataku. “Ada berapa orang di sini?” tanya Anabelle. Abigail menghitung. “1, 2, 3, 4...” ternyata, ada lima belas orang yang ikut klab! “Tunggu! Ada delapan belas orang yang ikut klab kami, karena Nelson dan Jason ikut, ya kan?” tanya Annabelle. Benar! Aku mengangguk.
“Ya sudah, berbarislah di depanku, agar kalian dapat benih dan sarung tangan kalian...” Kataku, sambil memakai sarung tanganku.
“Sini...” kataku kepada Jessica. Ia temanku yang suka alam. Hari itu sangat seru! Kami bisa menanam pohon. Kami dibantu oleh kakaknya yang memang hobi berkebun.
Dan akhirnya – yang sudah ditunggu-tunngu – Jason dan Nelson! Mereka berdiri tepat di depanku. “Maaf ya, Double A, Kelly. Kami tidak akan menganggu atau memukul kalian lagi. Kami juga tidak akan mengejek kalian. Kami sadar, bahwa kami agak sering berbuat hal yang jelek kepada kalian.” Kata Jason. “Kami juga sudah menjadi sepertimu, Kelly – kami suka alam!” kata Nelson. Kami tersenyum, lalu memberikan sarung tangan dan benih kepada Jason dan Nelson.
Kami melakukan klab dengan benar, dan kata orang-orang yang ikut klab kami senang, dan bahkan mereka bilang klab kami seru! Double A menyukai klab kami. Aku juga merasa senang.
Setelah klab kami selesai, Jason dan Nelson berteriak, ‘MARI KITA TANAM POHON YANG BANYAK, SUPAYA LINGKUNGAN KITA JADI SEGAR!” dan mereka – Jason dan Nelson – berteriak sambil tersenyum.
TAMAT
Tanggal dan bulan lupa, tahun 2013